Bab 99 :
Gosip - Bergunjing - Ngerumpi

Tiga kata ini pada pokoknya sama, ngomongin orang lain, dan kebanyakannya negatif. Kalau positif namanya ya bukan gosip, tapi muji. Kalau kita sudah berkumpul dua tiga atau beberapa orang, dan ngomongnya sudah tidak begitu keras lagi, agak bisik-bisik, sepertinya takut didengar orang lain, maka artinya mulailah dunia gosip buka layar! Apalagi sasaran yang digosipkan itu ada tak jauh sekitar situ saja, maka omongan semakin agak diperkecil, jangan sampai kedengaran orang yang berkepentingan.

Gosip, bergunjing, ngerumpi kata orang Jakarta, memang ada keasyikan tersendiri. Kalau sangat jarang dilakukan, semakin enak, kalau terlalu sering sampai jadi kerjaan sehari-hari, maka nilainya sudah kurang, agak berbau inflasi, yang itu ke itu saja. Ternyata semua hal-ihwal, kalau selalu dikerjakan itu-itu saja, maka dia bukan lagi suatu keenakan dan keasyikan, tetapi sudah merupakan pekerjaan dan kewajiban, maka nilai enak dan sedapnya sudah sangat berkurang. Tidak pernah bergosip, bergunjing, dan tidak pernah membicarakan kekurangan orang lain, adalah suatu kebaikan, dan boleh dikatakan hebat. Tapi keabsahannya bisa-bisa diragukan, apa betul begitu, benarkah begitu?

Sudah menjadi adat di dunia ini, atau kebiasaan, terdapat banyak kejadian, bahwa berbuat baik itu cukup sulit. Tapi kalau berbuat jelek, buruk dan jahat, sangat mudah, bisa di mana saja dan kapan saja. Seseorang yang melihat seorang tua membawa beban berat sekali, lalu hatinya timbul rasa kasihan dan simpati, maka diapun menolong membawakan beban itu, atau membukakan pintu buat orang lain, atau menolong apa saja. Hal ini termasuk kategori berbuat baik, tetapi berbuat baik secara begini, sebenarnya adalah suatu hal-ihwal yang sangat biasa, belum termasuk yang seharusnya dicatat. Belum luarbiasa, masih termasuk kategori ya seharusnyalah begitu!

Tetapi seseorang tiba-tiba saja mengambil batu lalu melemparkannya ke kaca rumah orang, atau kaca mobil, lalu pecah berantakan, sudah berbuat jahat. Atau meninju orang, mengaitkan kaki ke kaki orang lain, lalu jatuh, sudah kategori berbuat jahat. Berbuat jahat, jelek, dan buruk, betul-betul mudah, gampang dan bisa dilakukan di mana saja, kapan saja. Lain halnya berbuat baik, tidak mudah, harus ada wacananya, ada kesediaan perasaan, kerelaan, dan tempat serta waktunya. Tidak semudah berbuat jahat, buruk dan jelek. Ada sebuah peribahasa yang agak tidak begitu ekstrim, agak moderat, tetapi menganjurkan janganlah berbuat jahat, sedangkan berbuat baik, ya sedang-sedang saja, tapi jangan terus-menerus.

"Berbuat baik, berpada-pada, berbuat jahat jangan sekali-kali". Di sini kata "jangan sekali-kali" samasekali berlainan dengan pengertian "sekali-sekali". Kata "sekali-sekali" artinya boleh sekali-dua saja, tetapi "sekali-kali" artinya satu kalipun jangan! Peribahasa ini walapun menganjurkan berbuat baik tetapi tak perlulah kebangatan, hanya berbuat jahat jangan sekalipun terjadi! Kenapa ada peribahasa begitu mungkin ada sejarahnya ketika kelahirannya itu.

Semua kejadian yang ada di dunia ini, yang pernah kita dengar, yang pernah kita tahu, adalah proses praktek masarakat dalam masarakat itu sendiri. Baik karena kita sendiri menyaksikan, mengalami ataupun dari orang lain yang kita dengar atau menceritakannya kepada kita. Karena itu hidup dalam masarakat kongkrit, berada di dalamnya, bergelut, berkutat, berkubang di dalamnya, adalah suatu pengalaman yang sangat berharga dan sangat banyak pengalaman yang kita tahu. Ada hal-hal yang tadinya kita tidak tahu, tidak sangka, yang kita pikir tidak mungkin, ternyata ada dan memang ada! Inilah artinya pengetahuan kita sebenarnya sangat terbatas, sedangkan pengetahuan yang ada dalam alam-jagat-raya ini tidak terbatas.

Kita tidak menyangka bahwa ternyata ada seseorang yang gaya-langgam hidupnya hanya mengharapkan pertolongan orang lain. Dan kalau si A menilpun atau datang kepada seseorang, menulis surat, berkabar, berpesan, titip-pesan, selalu saja minta tolong ini, minta tolong itu. Artinya begitu dia bersuara, begitu dia tampil, kontan bikin susah orang lain! Selalu ada-ada saja permintaan dan harapannya, minta bantuan ini, minta bantuan itu, dan selalu saja membawa beban buat orang lain. Tetapi dia sendiri tidak openan kepada orang lain, tidak pernah perduli apalagi membantu dan bersolidaritas kepada sesamanya. Orang yang hanya mau menerima tetapi tidak pernah mau memberi. Tipe manusia begini selalu ada, walaupun sangat minoritas, untung minoritas!

Ada lagi seseorang yang tadinya kelihatan baik sekali. Suka seakan-akan berkhotbah, bahkan seakan-akan membawa pesan agama. Kalau kita terbius dengan kata-katanya, maka bisa-bisa kita anggap orang ini setengah suci, bukan main baik hatinya. Kata-katanya selalu mengandung nasehat yang baik, jujur, ikhlas. Kita sangat merasa kehilangan setelah beberapa lama tidak bertemu dengannya. Tetapi bagaikan petir disiang-bolong, tiba-tiba saja kita dengar dan kita ketahui bahwa dia itu sudah ditangkap setelah digebuki orang banyak, karena ketahuan memperkosa anak-gadis orang dan menipu orang dengan mengumpulkan dana buat mencarikan pekerjaan orang-orang yang begitu banyak menganggur. Selama ini dalam pergaulan beberapa hari dulu itu, kita bagaikan dibius oleh kata-kata manis-madunya, dan oleh perilakunya yang tidak sesungguhnya. Dan kinilah baru kita tahu dari banyak orang lain, setelah kejadian yang kita dengar dan ketahui baru-baru ini.

Ada peribahasa Tionghoa mengatakan "untuk mengetahui kuda yang baik, lihatlah dalam perjalanan yang jauh, untuk melihat teman yang baik, lihatlah dalam pergaulan yang lama",- Benar juga, dulu itu kan kita hanya beberapa hari dan minggu saja, bukannya tahunan!

Ada lagi jenis manusia yang selalu saja berkutat, bergumul, bergelut-puji sekitar dirinya sendiri. Memuji dirinya sendiri, kalau bukannya karena aku, wah, wah, pada nggak beres semua. Kenapa terjadi begitu itu? Karena ketika itu aku tidak ada di tanahair, jadi tidak ada yang memimpinnya. Si Anu itu, mana dia bisa, dulu saja kalau tidak ada aku, habislah dia! Kenapa sekarang sampai terjadi begini kacau, terus terpuruk? Dulu sudah kuusulkan, sudah kutulis surat kepada Pak Harto, bahkan sudah kudatangi, kuanjangsonoi, sudah kami bicarakan baik-baik. Tahu-tahu konsep yang saya bawa dulu itu, samasekali tidak digubris oleh Pak Harto. Nah, lihat apa akibatnya, lha dia sendiri dilengser-keprabonkan! Rasa sendiri! Mereka itu kan pada baru-baru. Aku ini sejak muda, anak-anak, sudah berkecimpung dalam perjuangan nyata dan senjata, kongkrit-krit! Anak-anak muda sekarang ini mana tahu semua perjuangan Angkatan 45 dulu itu! Tanpa Angkatan 45, kami-kami dulu itu, mana ada ini kemerdekaan, mana ada proklamasi yang menyebar keseluruh dunia! Mengangkat Indonesia keforum dunia itu siapa,siapa?! Sekarang lupa, lupa kacang akan kulitnya, lupa bebek dan kerbau akan kubangannya! Demikian kata seseorang mengenai dirinya sendiri. Yang tadinya tidak terpikirkan pada kita, ada juga ya manusia yang bertipe begini dan ternyata ada!

Paris 23 Mei 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.