Bab 71 :
Mengenang HB Jassin dan Cerita Sekitarnya - Bagian Dua,- Habis

Kalau tak salah Pak Jassin itu tidak bisa bersepeda. Dan kami tahu betul, beliau itu kalau mau ke mana-mana selalu jalan kaki. Ada kalanya naik bis, becak dan kendaraan umum lainnya. Tetapi kebanyakannya selalu jalan kaki. Mungkin karena itu beliau selalu dalam keadaan sehat pada zamannya. Ini yang saya kenal sejak tahun 1948 sampai tahun 1963.

Seperti yang sudah saya tuliskan di belakang, setelah zaman jor-joran itu naik suhunya ketingkat tertentu, maka perkenalan saya dengan Pak Jassin turut menjadi macet. Sudah terlalu banyak barrier, halangan dan garis-garis yang menggurat tak sama. Dan beliau sendiripun tampaknya sudah banyak mengambil jarak. Tetapi saya tetap menghormati beliau. Dari luarnegeri inipun saya tetap menyerahkan tulisan saya yang berupa buku buat perpustakaannya di TIM. Dan saya juga menulis surat kepadanya. Sudah dapat saya perkirakan, mana mungkin akan dibalasnya. Dan yang begini ini tidak hanya kepada beliau, juga kepada orang-orang dan teman-teman lainnya. Kebanyakannya tidak membalas, bahkan jangan-jangan mereka agak takut menerima surat dari saya, atau dari kami yang jenis golongannya sama dengan saya.

Bahkan jauh sebelum saya di luarnegeri, ketika masih sama-sama kuliah di Salemba ketika itu, hampir setiap pagi bertemu, tapi kami hanya saling senyum dari jauh, dan melambaikan tangan tanda masih sama-sama ingat. Kalaupun "kepergok" bertemu paling-paling hanya mengucapkan apa kabar, sehat-sehat, bagaimana baik? Hanya itu saja, tak banyak bersoal jawab, sudah saling tahu dan mengerti. Ketika itu beliau kuliah di Sastra Indonesia bagian matapelajaran Sastra Jawa Kuno. Saya kuliah di bagian Sinologi, ilmu ke-Tionghoa-an. Unik sekali Pak Jassin ini. Dan ini membuktikan bahwa beliau itu tak henti-hentinya haus belajar, mau tahu, mau mengerti banyak ilmu, mau riset. Apa harapannya ketika pernah suatu kali ulangtahunnya? Dia berharap dan memanjatkan doa, agar Tuhan berkenan sedikit lagilah menambah umurnya, agar pekerjaan yang dia mau rampungkan dapat terselesaikan. Saya tidak tahu pekerjaan yang kongkrit yang mana. Tetapi di antara kami banyak yang menganggap pekerjaan itu kira-kira penterjemahan Kitab Suci Alquran yang memang dapat diselesaikannya dengan baik dan penuh puitis. Yang sampai kini banyak dibaca dan dipelajari orang.

Ketika masih kuliah di Salemba, kami sering lewat dan agak sedikit mengintip ke ruangan kuliah di mana Pak Jassin menjadi mahasiswa dan merangkap menjadi mahaguru sekaligus! Ketika kuliah sastra-lama, terutama matapelajaran Jawa Kuno, Sanskerta, Pak Jassin menjadi mahasiswa, tekun duduk bersama mahasisawa lainnya dan penuh perhatian pada matakuliahnya. Tetapi begitu berganti matakuliah Sastra Modern, Masa Kekinian, Pak Jassin berdiri dan maju ke depan, beliau di podium lalu memberi kuliah, karena memang sebagai doktor Sastra Modern. Jadi dalam satu hari pada dua matakuliah, beliau sekaligus bisa menjadi mahasiswa dan bisa menjadi mahaguru!! Sangat langka orang yang begini. Teladan yang Pak Jassin berikan kepada banyak mahasiswa sungguh sangat mendalam. Sangat rajin belajar, tekun, teliti dan sungguh-sungguh.

Saya sampai kini tetap berpendapat, seseorang yang betul-betul mau menjadi pengamat Sastra dan Bahasa Indonesia secara serius, adalah nonsens bila tak tahu, tak mengerti tiga soal. Bila tidak mengerti Bahasa Jawa, tak mengerti tentang wayang dan perwayangan, dan tak mengerti Bahasa Belanda, adalah nonsens. Karena bagaimanapun pertalian tiga perkara itu sangat erat, nara sumber pokoknya kebanyakan di situ. Maka artinya saya betul-betul tak ada bau-baunya untuk menjadi pakar sedemikian. Tentang Bahasa Jawa dan Pewayangan saja saya tidak mengerti, tak mungkin menjadi ke arah itu.

Dan Pak Jassin semua soal yang saya sebutkan tadi sangat menguasainya, ditambah lagi beliau sangat menguasai Bahasa Arab, luar biasa, luar biasa! Apakah posisi Pak Jassin takkan tergantikan karenanya? Belum tentu. Di dunia ini tak ada yang tak tergantikan, segala sesuatu selalu ada-ada saja dan akan terdapat penggantinya,- ini hukum perkembangan dunia dan alam. Tetapi satu hal, dalam masa dekat ini tampaknya memang cukup sulit buat menduakan yang keuletannya dan ketelitian, kerapian dan keseriusannya seperti Pak Jassin. Yang mula pertama saja, beliau sudak sejak masa mudaremajanya sudah memulai pekerjaan itu, jadi bukannya baru belasan tahun belakangan, tetapi sudah lebih dari separuh umurnya.

Pak Jassin orangnya agak pendek, gempal agak gemuk, tetapi padat berisi. Dekat bibirnya ada tahilalat, berkacamata tebal, kulitnya putih sebagaimana kebanyakan orang dari Menado - Minahasa. Umumnya tidak bisa bergurau mendahului, tetapi bisa nyambung kalau dimulai oleh orang lain. Orangnya tenang, sabar. Tetapi kalau dengan Chairil Anwar dulu sih, hampir saja berkelahi, karena sama-sama ngotot dan masing-masing masih muda. Beliau tahu, mengurus Chairil ini cukup sukar dan banyak mendapat kesulitan. Plagiat, mencuri karangan orang, sudah berkali-kali, menterjemahkan tanpa menyebut sumbernya, dan mengakui karangan itu adalah kepunyaannya, padahal sesungguhnya hasil terjemahan, sudah berkali-kali dihadapi Pak Jassin berhadapan dengan Chairil ini.

Sejarah mencatat, sepanjang hidupnya Pak Jassin menumpahkan perhatiannya pada pekerjaan buat kemajuan sastra-budaya Indonesia, kepada disiplin ilmu budaya dan terutama kesusastraan. Sepanjang umurnya yang 82 tahun itu lebih separuhnya diabdikannya buat pekerjan demi kemajuan sastra Indonesia. Kita kehilangan Pak Jassin yang sangat memberikan teladan pekerjaan sastra kepada kita. " Paus Sastra" itu telah kembali ke asalnya yang abadi, semoga Tuhan menerimanya sesuai dengan amal baktinya sebagaimana harapannya sendiri dan harapan kita semua.

Paris 15 Maret 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.