Bab 66 :
Gourmande - Gastronome - Bacaan Ketika Lapar - Satu

Di televisi Prancis ada ruangan khusus buat merasakan masakan, dan ruangan masak-memasak. Ruangan masak-memasak, sudah biasa, banyak terdapat di siaran manapun, termasuk dalam majalah, penerbitan, media-massa. Tetapi ruangan buat merasakan masakan, mencicipi dan menikmati makanan, nah, ini sangat menarik. Sebab petugas tivi itu yang mengasuh ruangan tersebut, mencari berbagai resto, warung yang terkenal hasil masakannya enak, dan lezat. Dan mencari ke berbagai daerah setempat yang masakannya sudah dikenal secara luas dan dikenal oleh banyak orang.

Petugas itu akan datang dan turut mencicipi, makan dengan enak dan lahap, sehingga pemirsa-pun turut terasa lapar, keluar airliur karena terlalu berselera. Pemirsa diajak melihat, menyaksikan bagaimana cara membuatnya, dari proses mula, sampai jadi dan sampai dimakan bersama oleh beberapa orang. Sudah tentu petugas tersebut dipilih dengan teliti, dapat menarik orang banyak mengikuti cerita dan obrolan tentang makanan, rasa makanan, enaknya makanan. Dan dia sendiri harus benar-benar pandai memperlihatkan kepada orang lain, kepada pemirsa, bahwa dia memang benar-benar akhli tentang makanan, pelahap, sedikit rakus. Dua kata Prancis, "gourmand et gastronome", dengan terjemahan, suka makan enak, pandai merasakan berbagai macam makanan dan minuman, pelahap, dan agak rada-rada sedikit rakus.

Pengalaman saya, bila mau mengajak orang makan, ajaklah yang benar-benar suka makan dan lahap makan. Mengajak orang makan tetapi orang itu tidak nafsu makan, dan ogah-ogahan makan, atau tidak pelahap, sulit makan, maka "jamuan" itu tidak berhasil baik. Hanya sekedar makan-makan biasa saja, bukan untuk plaisir kata orang Prancis. Jadi mengajak orang makan dengan maksud mau menikmati makanan, juga punya cara dan permainan tersendiri. Keadaan sekeliling kita amat mempengaruhi rasa makanan, mempengaruhi rasa dan selera.

Kalau saya pada satu hari mau masak dan mau makan enak, saya sudah rencanakan mau masak apa dan lalu mau mengundang siapa. Orang yang tidak suka makan ikan, sebaiknya tidak usah diajak bersama makan ikan, lain kali saja bagiannya. Bagian yang ini adalah bagian yang suka makan daging. Sangat ideal bila seseorang itu sangat suka ikan, juga suka daging. Kalau saya masak gulai kepala tenggiri, saya akan tilpun teman saya si B. Kalau saya masak gulai kepala kambing, saya akan tilpun teman saya A, sebab A tidak suka ikan. Dan si B, suka semua! Jadi kalau kami makan gulai kepala kambing, saya undang dua-duanya.

Kepala ikan, apabila ikannya besar, apalagi bibir ikan itu tebal, gemuk, maka kepala ikan itu akan sedap dan lezat. Jadi tidak semua kepala ikan akan terasa enak. Dan ikan, lihat-lihat ikannya, ikan karang atau ikan pasir. Ikan karang biasanya banyak sekali warna-warninya, bermacam warna, bagus sekali dari segi warna, tetapi tidak seenak ikan pasir. Tenggiri, kakap, hiu, tongkol, semua itu termasuk ikan pasir bukan ikan karang. Sebenarnya gampang mengingatnya, semakin bagus warna-warni ikan itu, semakin bermacam jenis warnanya, maka ikan itu adalah ikan karang, dan tidak seenak ikan pasir.

Karena sifat ikan adalah anyir, amis, maka peranan bumbu sangat penting. Masak gulai kepala ikan, harus ada serai, jahe, laos, daun jeruk, adas, dan tomat setengah matang, bukan yang sudah ranum. Semua masakan Indonesia, harus selalu ada bawang merah dan bawang putih. Resto kami paling banyak menggunakan bawang merah ini, satu minggu terkadang sampai 50 kg.

Gulai kepala kambing, akan terasa enak kalau ada daun salam, sedangkan bumbu lainnya hampir sama dengan gulai kepala ikan tadi itu. Gulai yang saya maksud dengan gulai kepala ikan, samasekali tidak pakai santan kelapa. Sebenarnya dari segi masakan, namanya bukan gulai tetapi masakan-asam-pedas, "gangan" dalam bahasa Belitungnya, mungkin "pangek" dalam bahasa Minangnya. Gulai kepala kambing bila pakai santan kelapa, tidak akan cocok, sebab terlalu nek, terlalu berminyak.

Masakan kaki sapi ataupun kaki kambing bumbunya hampir sama dengan masakan di atas tadi. Sebaiknya tidak usah pakai tomat, sebab kaki tidak seamis, seanyir kepala. Masakan ini kalau sudah mendidih besar, lalu apinya dikecilkan tetapi mainkan apinya itu secara lama. Seperti kepala kambing itu tadi, kalau sudah jadi, kupingnya itu akan sangat renyah, di sentuh sedikit saja terasa sudah memancing selera, dan lidah kita akan mencarinya buat menikmatinya. Juga kalau bibir ikan yang tebal tadi itu, akan terasa tenggelam dalam gigi dan mulut, pelan-pelan dengan rasa yang takkan terlihat dan takkan teringat mertua lewat!!

Di Prancis ada jenis ayam namanya coquelet, sejenis ayam jago kecil, khusus untuk dipotong, dimakan. Artinya memang hanya buat ayam-potong, umurnya biasanya sangat muda, hanya bulanan, paling tua tiga empat bulan. Ayam ini yang paling enak hanyalah digoreng, tanpa tepung, jangan pakai tepung. Ayam goreng dari coquelet ini menurut saya jauh lebih enak daripada "ayam goreng Ibu Suharti" di Jakarta, apalagi kalau hanya dengan Kentucky Fried Chicken itu. Ayam goreng di dua resto itu, terlalu banyak tepungnya daripada merasakan daging ayamnya!

Saya mencari ayam coquelet ini di Holand, tapi tidak ada, atau mungkin saja belum bertemu. Tapi ada kelebihan Belanda soal ayam ini. Di Belanda ada "ayam jagung", ayam yang makanannya khusus dari biji-bijian jagung. Dan rasanya sangat enak, makanannya dari jagung, dan sudah tentu lebih mahal daripada ayam biasa. "Ayam jagung" ini bisa dimasak dalam "segala cuaca", maksudnya enak digoreng, enak disup, enak dipanggang, tapi sudah tentu tidak enak digulai, sebab terlalu banyak minyak. Di Holland menurut saya, makanan yang di restorannya biasa-biasa saja, tak ada lebihnya dari Prancis. Tetapi yang paling menarik, bukan soal makanan pokoknya, melainkan jajannya! Nyamikannya, kudapannya, snoepennya. Semua serba ada yang menurut kami dari Prancis, betul-betul "kampung melayu". Mau kue cucur, mau kue serabi, kue pancong, kelepon, ongol-ongol, nagasari, kue mayang, bika-ambon, kue bugis, berjenis lempar, berjenis kroket, dan risole, lunpia? Semua ada! Dan semua cukup sedap.

Saya biasanya kalau ke sesuatu tempat, misalnya ke Jakarta atau Bandung atau Holland, selalu akan memesan makanan yang tak ada di Prancis, dan sangat langka. Selalu saja saya pesan makanan seperti karedok, lotek, laksa dan jenis yang sangat lama tak saya rasakan. Jadi tentu saja saya takkan mencari gulai kambing kalau hanya ke Jakarta dan Bandung, dan takkan mencari sate-satean. Karena resto kami sendiri menjualnya, membuatnya. Kalau mau makan enak di Nusantara yang pernah saya alami, memang bukan tempatnya kalau di Bali! Tempat nongkrong yang paling enak itu justru di Jakarta dan Bandung, juga bukan di Yogyakarta dan Solo, karena saya pernah merasakannya. Sudah tentu ada masakan dan makanan yang enak dan cukup tipikal di sana, tetapi maksud saya bukanlah makanan yang dicari-cari, yang diidam-idamkan.

Mencari makanan yang enak dan ideal itu bukanlah di warung dan resto yang menetap seperti di Mall-mall dengan berjenis pasarrayanya itu. Tetapi justru yang dengan masak a la minute, ketika itu juga. Panas, berbunyi keresekan kuali dan pancinya, dan penuh asap yang sedap. Biasanya tempat ini selalu resto yang banyak dan penuh didatangi orang. Sebenarnya tidak sulit kalau mau tahu di mana resto yang enak dan sedap masakannya. Carilah resto yang penuh pelanggannya, ramai orang antri, kendaraan pada parking di sekitar itu, selalu ditunggui pelanggan. Biasanya masakan resto itu, pasti enak, sebab takkan mau orang bersusah-payah nungguin orang makan, bergiliran, menuggu meja kosong!!

Paris 7 Maret 00,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.