Bab 59 :
Snapshot - Jakarta

Dulu zaman tahun 50-an, Pasar Ikan di Jakarta memang masih memusat di tempat Pasar Ikan itu saja. Tetapi kini Pasar Ikan yang dulu itu sudah tak berfungsi lagi, atau kalaupun digunakan hanyalah kecil-kecilan saja. Kini pusatnya ada di Muara Karang, Muara Baru dan Muara Angke. Terutama Muara Karang. Pasaran berjenis ikan ini sangat besar, luas dan berjenis ikan. Agaknya jauh lebih besar dan luas di tempat ini dari pada di Pasar Ikan dulu itu. Kira-kira tempat ini tak ada istilah sepi, selalu ramai, dan sejak tengah-malam menjelang jam 24.°° semakin banyak orang datang dan jual-beli ikan. Mobil-gandengan, truk-kecil dan sedang bahkan besar, membawa pedagang ikan antara kota. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru kota tidak hanya sekitar Jawa Barat saja, tetapi juga dari Jawa Tengah. Dan pedagang kecil, sejenis asongan lebih banyak memeriahkan lelang ikan ini. Jumlah kaum wanitanya berimbang dengan kaum prianya, baik sebagai pedagang maupun sebagai pekerja, buruh harian. Katanya kebanyakan mereka berasal dari kehidupan pantai, terutama dari Madura.

Tiga Muara itu, terutama Muara Baru, akan selalu ramai sejak tengah-malam sampai pagi harinya. Tak henti-hentinya mobil pengangkut lalu-lintas berjenis ikan, simpang-siur. Karenanya akan timbul kesan sangat semerawut, lalu lintasnya kacau, sulit diatur. Walaupun nyatanya berjalan bertahun-tahun, ya, begitu-begitu saja, dan tokh kehidupan pasar berjalan seperti biasa. Yang tidak teratur, semerawut itu kalau setiap hari begitu, artinya itulah aturannya, itulah kebiasaannya.

Tak jauh dari daerah pantai ini, ada sebuah perumahan baru, namanya Pantai Mutiara. Pantai Mutiara adalah daerah perumahan yang sangat istimewa, agak terpencil, tetapi banyak hal yang mengagumkan. Perumahannya teratur, besar, bagus, indah-manis, dan lain dari yang lain bentuknya. Ada bagian jalan yang meminggir ke sungai atau aliran-air-buatan, yang sangat jernih, kelihatan batu-batu putih yang bagaikan diatur. Dan hebatnya, setiap rumah yang bertengger di bibir pantaiya itu ada sebuah kapal atau beberapa motor-boat kecil ditambatkan dekat pinggiran rumahnya. Kalau di tempat lain, daerah lain, adalah biasa kita melihat rumah yang ada garasi mobilnya. Tetapi daerah Pantai Mutiara, disamping juga ada garasi mobilnya, ada lagi garasi kapalnya! Dan kapalnya ini tampak mewah, bagus, manis. Sama saja dengan yang kulihat di sepanjang Cote d*Azur atau Riviera, pantai selatan di Perancis, atau di Marina, Saint Rafael yang terkenal tempat kaum burjuasi Perancis dan Eropa itu.

Ada yang menarik perhatian kami karena sebuah kapal yang ditata demikian indah, namanya sangat eksotik, Lady Lingling. Penghuni daerah ini, kebanyakan adalah dari kalangan keturunan Tionghoa dan orang asing, yang sedang kontrak atau bekerja di Indonesia. Sebenarnya daerahnya tidak sangat ramai, dan justru keadaan inilah yang menjadikan lebih nyaman dan santainya untuk berdiam-tinggal.

Pintu portal-keluar-masuknya tentu saja dijaga satpam dengan agak teliti dan keras. Tetapi tetap mereka cukup ramah, artinya jauh daripada seram, malah bisa berkomunikasi dengan kata-kata dan kalimat. Dan daerah ini hebatnya lagi adalah daerah aman, jauh dari kekacauan misalnya huru-hara yang sebenarnya bisa disebut demonstrasi. Sebenarnya tidak mengherankan, karena mereka para penghuninya ini sangat berani mengeluarkan uang! Berani membelanjai sesuatu, jadinya aman-aman saja. Daerahnya berlainan dengan daerah luks lainnya, seperti Pondok Indah, Cinere, ataupun Bumi Serpong Indah, atau daerah bagus-bagus lainnya. Daerah Pantai Mutiara dapat dinikmati semua orang, dan terasa tidak demonstrative dan provokative, tetapi bagus, indah, sedap dipandang mata, tetapi tidak memancing buat berbuat yang tidak-tidak. Ini lainnya dengan daerah lain, sejuk mata memandang dan mulut-lidah kita selalu berdecak sambil mengagumi dan menikmati harta-benda dan kekayaan orang lain itu!

Mall atau Pasar Raya tempat mereka orang-orang kaya ini juga terletak tak jauh dari daerah ini, dan juga tidak luarbiasa. Mungkin karena kalau mereka sekedar mau belanja saja, bisa-bisa saja ke daerah itu. Tetapi kalau mau belanja yang hebat-hebat, bukankah mereka bisa melalui kapal mereka yang bisa langsung ke luarnegeri dan langsung masuk ke rumahnya ? Dan tokh tak ada orang lain yang melihatnya, dan bisa mengurangi kecemburuan sosial orang yang melihat.

Setelah menikmati perumahan orang-orang kaya model tersendiri ini, kami melepaskan lelah si sebuah resto kecil tapi sedap dan bagus tempatnya. Di tempat inilah yang sangat teringat pada kami. Es alpukatnya sangat lain dari yang lain yang pernah kami rasakan di mana-mana. Setelah kuselidiki, tanya-tanya kepada beberapa orang, baik yang juga memesan pesanan yang sama maupun kepada pelayannya, memang es alpukat di tempat ini, ada kelainan. Sebab dicampur dengan isi daging-durian, dan beberapa sendok teh calvados. Mana ada di tempat lain yang dicampur dengan minuman digestive yang cukup langka itu! Harganyapun tidak sangat mahal, masih dalam batas kewajaran.

Sebenarnya berbicara soal harga, memang Indonesia daerah tidak mahal atau bahkan ada barang-barang yang cukup murah. Tetapi hal ini kalau yang melihat dan merasakannya adalah orang asing atau seperti kami yang hidupnya di luarnegeri, yang nilai uangnya cukup mahal dan tinggi. Tetapi sebenarnya cukup banyak harga makanan dan barang-barang yang samasekali tidak murah. Di Cibubur, Pasar Rakyat, kami sering membeli ayam-hidup, dipotong di situ juga, dibenahi, artinya sesudah disiangi, sehingga sesampainya di rumah tinggal dibumbui saja. Membeli ayam cara begini, ayam-kampung, sangat segar, manis dan sangat alamiah, bukan main enak dan lezatnya, sebab masih berdarah, begitulah segarnya. Tapi berapa ayam itu satu ekornya? Seekornya 13.000 rupiah, kami beli tiga ekor, menjadi 39.000 rupiah. Artinya satu ekornya 13 francs Perancis, padahal di Paris sendiri harga ayam itu ( walaupun sudah bukannya segar lagi seperti di Cibubur ) seharga 15 francs, beda dua francs saja. Jadi sebenarnya cukup mahal, atau apakah harga di Perancis itu yang cukup murah?!

Harga-harga begini sebenarnya tidak dapat dikatakan murah, tapi tetap saja ada bagian yang cukup mahal. Ada perubahan yang kulihat tahun-tahun ini. Pasaran atau ekspansi perdagangan Perancis cukup deras dan laju. Sudah banyak supermarket kepunyaan atau yang berasal dari Perancis, bahkan hampir meratai daerah-daerah dan wilayah konsumen. Misalnya supermarket CONTINENT dan CARREFOUR, dua pertokoan ini sangat luas dan cepat perkembangannya. Anehnya di Perancis sendiri yang paling top adalah CARREFOUR, sedangkan di Jakarta yang paling disukai orang, dan paling ramai didatangi orang adalah CONTINENT. Dan aku tidak suka akan Continent, sebab aneh ini toko, satu-satunya toko yang tak bersedia menerima kartu-kredit!! Padahal pikirku, kenapa tak mau terima kartu-kredit visa, kan kita sama-sama dari Perancis!! Biasanya kalau aku belanja selalu pakai kartu-plastik visa itu. Ini sangat menguntungkan, sebab sesudah satu bulan baru ditagih di Perancisnya, jadi ada lowongan untuk dirikita bermiskin dulu, ada kesempatan menghutang!

Bagiku jauh lebih senang berbelanja di Hero misalnya atau di Matahari, atau kalau makanan segar yang belum diolah, jauh lebih baik di Pasaran Rakyat itu, seperti kami di Cibubur beli ayam, beli sayuran, minyak, beras, keperluan dapur.

Di TIM, banyak warung dan sedap buat nongkrong yang sambil ngobrol. Ini daerah seniman dan ilmiawan, jadi cukup murah. Nasi gorengnya model seharga 2500 rupiah, inipun termasuk harga sedangan, tidak murah betul. Kita ini banyak bicara soal krisis ekonomi, krisnom dan dulu itu krismon, tapi nyatanya begitu banyak resto, warung, cafe, supermarket yang penuh dibanjiri orang berbelian. Katanya krisnom dan krismon, tapi hotel selalu berisi di atas 70 persen, bahkan ada yang selalu penuh tak ada kamar kosong. Tempat hiburan, persantaian, makanan, pada penuh dan ramai. Ini yang agak sulit dipahami secara luaran. Tetapi kalau diteliti dengan angka dan kenyataan resmi, memang benar ada kesusahan dan kemiskinan.

Sekarang ini banyak mata memandang dan menujukan perhatian kepada Indonesia, khususnya setelah pemerintahan baru ini. Harapan banyak orang, terutama kalangan asing yang akan menanamkan modalnya di Indonesia, berharap banyak agar presiden ke empat ini, Gus Dur berbuat lain, berbuat banyak dan baik, yang selalu menguntungkan rakyatnya sendiri disamping juga menguntungkan para penanam modal dan para pemberi hutang itu.-

Paris 24 febr 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.