Bab 46 :
Bacaan-Ringan - Empat

Penyakit kawasaki ternyata makan-waktu lama mengkonsolidasinya. Laura diwajibkan mula-mula tiap bulan harus diperiksa, dichek kesehatannya terutama mengenai penyakit lamanya ini,kawasaki. Sesudah jangka waktu satu tahun diperiksa setiap bulan, lalu tiga bulan sekali diperiksa selama dalam jangka-waktu satu tahun. Sudah itu harus periksa setiap tahun, lalu diperiksa tiga tahun kemudian. Barulah dinyatakan bebas kawasaki seluruh dan setuntasnya.

Ketika mereka masih tinggal di Nation, pernah juga aku menjemputnya di penitipan kanak-kanaknya. Ketika itu dia adalah murid yang paling kecil, sebab terpaksa harus dititipkan karena mamanya bekerja, padahal ketika itu umurnya belum dua tahun. Seharusnya rata-rata sudah berumur tiga tahun. Ketika rombongan kelasnya berbaris menuju ruangan kelasnya buat bubaran sekolahnya, aku mencari di mana Laura. Ada beberapa anak yang sedang jalan, tetapi di antaranya ada barisan yang ompong, tampaknya kosong. Nah, ternyata itulah Laura, sebab badannya terlalu kecil dan pendek sehingga tak nampak dari kejauhan. Karena itu barisan itu terlihat seakan kurang satu anak, karena terlalu pendek dan kecilnya.

Badan Laura yang tampak pendek kecil itu pernah menjadikan kami terpaksa memeriksakannya kepada dokter akhli kanak-kanak. Setelah diperiksa dengan teliti, dokter mentertawakan kami, katanya anak itu normal pertumbuhan badannya, hanya saja terlihat pendek, padat, karena gemuk, dan memang masih kecil. Nanti kata dokter, akan tampak jelas bahwa dia normal. Ini kejadian yang keduakalinya bagiku ketika masa kecil ibunya dulu. Dulu ketika kecil, Nita juga demikian. Terlihat sangat kecil, pendek, dalam bahasa Tionghoanya kami namai "Siao Ai", artinya si kate, si pendek. Ternyata begitu besar, malah lebih besar dan lebih tinggi dari kakaknya dan kakak sepupunya. Demikianlah Laura, setelah dia besar, dan setelah berumur 10 tahun, dan kini 13 tahun, benar juga kata dokter Thaiyib di Paris, yang selalu memeriksa Laura pada masa bayi dan kecilnya, katanya waktu itu, anak ini malah akan tinggi sekira 180 cm, dan benarlah kira-kira ramalan ilmiahnya. Kinipun Laura sudah setinggi 169 cm padahal baru berumur 13.

Ketika Laura masih bayinya, belum satu tahunnya, bapaknya sangat bangga akan anak ini, dan selalu mengatakan dan bertanya seolah-olah minta dibenarkan, " lihat anak saya, sangat cantiknya, sangat menarik, ya kan?!", dan selalu ucapan ini diulang-ulang. Dan Laura ketika sedang dalam gendongan bapaknya, begitu melihatku lalu minta agar aku menggendongnya, tapi bapaknya tetap saja menyatakan kata-kata pujian bahwa betapa cantik anaknya. Satu kali agak dongkol juga aku dibuatnya, "kamu tahu mengapa anakmu sangat cantik, karena ibunya adalah anakku! Dari ibunyalah maka anakmu sangat cantik, dan dia adalah anakku". Demikian kataku kepada Umberto. Dan orang Portugis yang tidak kami sukai itu, terdiam nyengir-nyengir kuda.

Ketika Laura sudah berumur 6 atau 7 tahun, sudah tentu dia samasekali lupa akan wajah bapaknya, dan setelah dia keluar dari Hospital dulu itu, dia tak ingat lagi bapaknya. Ini menyebabkan aku berunding dengan mamanya, bagaimana sebaiknya seandainya nanti Laura akan bertanya di mana bapaknya. Kami sudah sepakat, katakan terusterang bahwa bapaknya memang meninggalkan mereka, dan tidak lagi memperdulikan mereka. Ini kenyataan. Tetapi samasekali jangan menanamkan kebencian dan dendam pada Laura terhadap bapaknya. Biarkan dia mengetahui sendiri persoalannya tanpa dijajakan, suatu waktu kalau dia sudah besar dan menjelang dewasa, tentulah dia akan mempersoalkannya dengan jiwa dewasanya.

Dan benarlah suatu hari Laura bertanya kepada mamanya. Ketika itulah mamanya mengatakan semuanya itu, bahkan membeberkan semua foto-foto mereka ketika masa kecil bayinya Laura, ketika mereka masih hidup bertiga di Nation dulu itu. Dan setelah melihat dan mengamati wajah bapaknya, beberapa lama antaranya, Laura berkomentar, " Oh itu toh orangnya. Nggak menarik, tampaknya bukan orang-orang seperti kita ini ya mama", kata Laura. "Apa maksudmu bukan orang-orang seperti kita"? "Tampaknya bukan orang baik-baik". "Bagaimana kamu dapat menyimpulkan begitu"? "Nyatanya sampai kini dia tidak ada usaha buat mencari saya, dari rupanya saja sudah begitu, apalagi kenyataan hidupnya. Dulu waktu saya sakit, yang selalu ada malah mama tante Wita dan kakek, setiap hari. Dia tidak pernah melihat dan memperdulikan saya selama itu, ya, kan ma?". Mamanya menganggukan kepala, tapi tanpa menambah dan mengurangi pembicaraan.

Suatu kali pernah Nita dapat surat pemanggilan dari perfektur polisi dari pusat, yang bermarkas di Creteil. Katanya akan ada sidang atas permintaan bapaknya Laura, Umberto MARQUES, dia menuntut untuk bisa bertemu anaknya. Dalam persidangan itu nanti akan diajukan beberapa tuntutan dan syarat-syarat undang-undang yang tertulis. Sidang ini atas permintaannya, oleh pihak kepolisian apakah kami menyetujuinya? Kami katakan akan kami layani dan ladeni, apa maunya asal saja masih dalam kategori hukum dan undang-undang.

Maka ditetapkanlah hari persidangan itu tanggal sekian dan jam sekian. Pada waktunya, Nita dan Laura seudah siap menghadirinya. Ketika itu Nita sudah punya anak Berry yang baru berumur beberapa bulan. Karena tidak ada yang menunggu, dan aku sendiri bekerja di resto, maka mereka berempat datang ke prefektur polisi di Creteil, datang dengan bayi sekecil itu. Pada penetapan sidang, akan dibuka pada jam 15.°°. Tetapi Umberto tak tampak. Ditunggu terus, tetap saja tak datang. Katanya mereka menunggunya sampai jam 18.°° sampai kantor tutup. Ketika itu polisi menanyakan, bagaimana sebaiknya. Dan mereka menjawab, "kami datang memenuhi panggilan polisi, sekarang sidang tak dapat dibuka karena yang menuntut tidak datang dan tidak memberi kabar. Maka bukan kami yang menentukan, pihak polisilah yang menentukan, kami datang atas undangan dan panggilan polisi".

Dan polisi membatalkan sidang itu. Ketika mereka sudah pulang menjelang malam baru sampai di rumah, berkatalah Laura kepadaku sambil agak menghempaskan ranselnya : "mana berani dia datang. Kami sudah datang lama-lama menunggu, eh, dia tidak berani muncul". "Siapa yang kamu maksud Laura", kataku. "Itu lho, si Marques itu!". "Siapa sih si Marques itu", kataku dengan berpura-pura. "Siapa lagi, yang katanya bapak saya itu kan!", katanya. Kejadian ini menambah perbendaharaan Laura tentang bapaknya sendiri. Orang lain termasuk mamanya sendiri tidak perlu menambahi bumbu kebencian kepada anaknya, dan Laura sudah tahu sendiri. Lama sesudah itu aku banyak berpikir. Lha, kok ada ya, manusia punya pikiran demikian, sampai-hatinya, teganya, dan jahatnya! Laura dan ibunya tak pernah diperdulikan, ditinggalkan begitu saja, tanpa bantuan secuilpun, tanpa kasihsayang seujung rambutpun. Aku saja yang kakeknya, tidak langsung dari darahnya sendiri, bagaimana bisa menangis sedih karena rindu kepada cucu, bagaimana gelisahnya kalau sudah lebih satu bulan tidak melihat dan bermain dengan cucu. Dan aku lebih mengerti dan jangan-jangan sama dengan sang begawan ekonom nasional itu, Prof Soemitro, ketika masih aktive di Fakultas Ekonomi UI, rapat bisa tertunda dan bahkan bisa batal hanya disebabkan beberapa orang cucunya! Ini pernah dinyatakannya dalam sebuah wawancara.

Orang lain seperti Papi dan Mamie-nya Laura, M. Alberto dan isterinya yang tak punya anak itu, sudah sejak kecilnya mengangkat Laura menjadi cucunya yang sangat disayanginya. Padahal mereka orang Uruguay dan Spanyol. Violetta dan Alberto benar-benar sudah menjadi papi-mamienya Laura. Mereka kini tinggal di Chamonix, dikaki pegunungan Mont-Blanc dekat Swiss. Mereka minta agar ketika liburan panjang, Laura dikirimkan ke Chamonix, atau mereka jemput. Akhirnya setiap liburan panjang, kami mengirimkan Laura dari Schipol, Holland ke Geneve, Swiss, dan dari sana dijemput papi-mamienya, bermobil hanya 40 menit dari Jenewa - Chamonix. Padahal Alberto - Violetta secuilpun tak ada hubungan darah dengan Laura, tapi betapa sayangnya mereka kepada Laura. Kami selalu mengalah pada acara apapun, kalau mamie-papinya berpesan agar kirimkan Laura ke Paris atau ke Chamonix. Bahkan papi dan mamienya ini datang dan menginap di Almere - Holland, demi hanya mau melihat dan bertemu cucunya, termasuk Berry adiknya Laura yang sangat dekat dengan papi. Dan mereka lagi-lagi berbagi secara selera masing-masing : Laura dekat mamie, dan Berry dekat papi.

Tapi yang namanya bapaknya sendiri, yang menurunkan anaknya dari darahnya sendiri, serambutpun tak ada rasa mau perduli. Dan yang begini ini sangat menyesakkan dadaku, lha kok ada dan ada-ada saja manusia yang begini. Sangatlah untungnya Laura begitu banyak disayangi orang, banyak betul papi dan mamienya, kakek, opa-oma, walapun tanpa bapak sejatinya yang tak mempengaruhi ganjil-genapnya kehidupan.

Paris 18 Nov 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.