Bab 41 :
Omongan Orang-Orang Resto

Tidak heran kalau di antara kami orang-orang resto-pun turut memperbincangkan peristiwa nasional yang begitu besar,- tentang pemilu, hasilnya dan persidangan Senayan, dan sekitarnya. Bahkan di antara kami ada teman-teman yang turut memilih dan datang ke KBRI buat mencoblos. Dan kami menghormati sikapnya ini, lagipula itu adalah haknya disamping kewajibannya sebagai warganegara. Sedangkan kebanyakan teman lainnya sudah tak punya hak lagi buat memilih, karena sudah bukan warganegara Indonesia lagi,- dan itupun karena keterpaksaan jua adanya, bukan dengan sangat sukacita bertukar kewarganegaraan.

Omongan kami bermacam-macam. Namanya saja omongan, bukan hasil diskusi atau kesimpulan yang mengikat, atau suatu perjanjian yang bersyarat. Ada beberapa nama yang disangkutkan buat pemilihan presiden dan wakilnya ini. Semula nama-nama itu adalah : Megawati, Habibi, Akbar Tanjung, Wiranto, Gus Dur. Lalu mengecil menjadi Gus Dur, Megawati, Habibi. Lalu ada nama lain lagi, suatu alternative lain, Nurcholis Madjid, Sultan Hamengkubowono X, Mahendra, Hamzah Haz. Nama-nama itu, dikocok secara acakan atau secara pasangan, atau sendiri-sendiri, dibolak-balik, diperkirakan bagaimana kalau yang ini menjadi pasangannya yang itu.

Ketika benar-benar hari H-day-nya beberapa jam lagi, nama-nama yang terakhir masuk, maka ada beberapa orang nama yang mengundurkan diri, Akbar Tanjung, Wiranto dan Mahendra. Nama-nama ini buat wakil Presiden. Di antara kami ada yang mengurut dada, sebab kalau dua nama itu terutama Wiranto dan Akbar, tidak mengundurkan diri, alamat sangat berat bagi Mega. Mega akan bersaing berat dan ketat, sebab dua nama ini punya banyak suara di antara 700 suara itu. Dan juga ada suara-suara yang "akan nyeberang" karena pandangannya "asal bukan Mega", juga asal jangan perempuan, dari segi gender-nya. Dan "sukurlah" dua nama itu dengan rela atau pokoknya menyatakan diri mundur. Akan halnya Mahendra dan Hamzah, banyak teman percaya, bukanlah saingan berat Mega.

Dan ketika voting, Mega menang. Sudah sepenuhnya bisa dipercaya, Mega akan menang kalau "hanya" bersaing dengan Hamzah. Dan jadilah Gus Dur sebagai presiden dan Mega sebagai wakil presiden. Nah, mulailah kami omong-omong, yang berdasar maupun sebagai obrolan warungan. Dikutak-katik, dibolak-balik, bagaimanapun dua nama ini, Gus Dur dan Mega, tetap merupakan yang terbaik dari bahan-bahan yang ada. Sebenarnya belum ada yang ideal. Tetapi dua nama ini, dua pasangan ini adalah jauh lebihbaik daripada yang lainnya. Maka kamipun turut mengurut dada dengan rasa yang mungkin "sukurlah kalau begini". Coba bayangkan kalau Habibi atau Wiranto jadi orang pertama! Alamat yang akan turun ke jalan akan lebih ramai dan "meriah" lagi, ataupun jadi orang kedua yang kemungkinannya mereka sendiri tidak akan mau! Dan "sukurlah" Mega bersedia menjadi orang kedua, rela dan mau. Soal nanti apakah akan naik menjadi orang pertama kalau ada apa-apa, atau kalau "menurut persetujuan berdua mereka", itu soal lain.

Jadi menurut nama-nama yang masuk buat maju ke pilihan presiden dan wakilnya, maka dua nama ini adalah yang terbaik daripada yang lainnya. Dan memang hanya sebegitulah kita punya bahan-dasarnya. Nah, barulah kami memasuki obrolan yang pantas saya tulis di sini. "Gus Dur itu sudah sejak lama memperjuangkan demokrasi. Kan dia yang mendirikan fodem itu, front demokrasi. Dan juga orangnya sangat berani melawan arus", kata seorang teman. "Orang-orang Islam konservative, kolot dan berbau fundamentalis, yang anti Keristan, membakari gereja, membunuhi orang, Gus Dur sangat menentangnya. Orang-orang yang sedang gila-gilanya anti Yahudi, Israel, dia tahu-tahu neyelonong ke Israel! Orang sedang hangat-hangatnya menghujat Suharto agar diseret ke pengadilan, malah Gus Dur lebih dari lima kali mendatangi Suharto ke rumah-istananya, katanya sih anjangsono biasa! Dan kita kan tahu, dia dulu pernah ngomong, bahwa orang-orang NU dan Ansor paling banyak membunuhi orang-orang PKI dan kaum kiri, dan dia menyatakan ketidaksetujuannya ketika itu, di depan kita kan?!", kata teman itu. "Orang-orang pada menentang dwifungsi-Abri, malah dia masih kasi kesempatan 5 a 6 tahun lagilah baru dicabut! Pokoknya pendapatnya pada aneh dan nyleneh, tapi tetap saja dia disukai orang banyak", katanya lagi.

"Bagaimanapun resto kita ini melibatkan beberapa orang yang ada kaitannya dengan beberapa presiden, baik yang mantan ataupun yang sedang berfungsi ketika itu, ataupun yang bakal menjadi presiden", kata seorang teman lagi. "Maksudnya?". "Coba, presiden Miterrand dan nyonya, terutama Madame Daniele Miterrand beberapa kali makan di resto kita dengan rombongannya, lebih dari 6 kali selama ini. Lalu Madame Allende nyonya mantan presiden Chile itu pernah membawa rombongan pejuang Chile setelah konferensi Amerika Latin di Paris, dan makan di resto kita. Nah, ingat kan, Gus Dur itu setelah beberapa tahun yang lalu makan dan ramahtamah dengan kita, akhirnya kan juga jadi presiden!", kata teman itu dengan rasa "ge-ernya". Meskipun tak ada hubungan dan dicari-cari hubungannya itu, tetapi kami semua turut senyum-senyum mendengar uraian teman itu.

"Tapi kan itu dulu, setelah dia jadi presiden, kini sangat tak ada kemungkinan dia akan mau dan bersedia lagi makan di resto kita", kata teman lain. "Yah, siapa tahu ya, kan Gus Dur itu orangnya lain dari yang lain, bisa saja terjadi yang orang tak terpikirkan sebelumnya". "Yang penting, berani nggak Gus Dur menyeret Suharto ke pengadilan, berani nggak mencabut Dwifungsi Abri, memberantas KKN yang sudah sangat berkarat di batang-tubuh RI ini". "Yang paling penting lagi, berani nggak memulangkan kita ke tanahair, yang sudah puluhan tahun tak bisa pulang ini, yang akibat presiden dua dan tiga yang lalu", kata seorang teman. Dan kami tertawa heran akan pikiran itu. "Akh, kamu terlalu egois akh, masaksih soal itu dulu dibicarakan", kata seorang teman. "Ya, tidak yang itu dulu, tetapi termasuklah, dulu kan pada ketawa-ketawa saling berramahan dengan kita di ruang-bawah itu, mbok ya sekarang ingatlah, kapan kita ini bisa dipulangkan, begitu", katanya lagi dengan nada sudah agak minor.

Kami berdiaman dan merenung jauh, bagaimanapun pikiran itu tetap saja ada pada perorangan kami, hanya ada yang muncul ada yang terpendam saja. Tetapi kami sudah saling bersetuju walapun tak ada yang mengikat, bahwa kita berikan kesempatan buat mereka berdua ini bekerja dengan sungguh-sunggu ke arah demokratisasi bangsa, dan yang paling penting lagi mengatasi semua krisis yang ada di batang-tubuh bangsa ini. Kita berikan kesempatan pada "dua orang adik-kakak" ini memperbaiki nasib bangsa dan rakyat Indonesia yang sudah begitu lama disengsarakan, dimiskinkan, dan dibodohkan oleh presiden dua yang dilanjutkan oleh presiden tiga baru-baru ini, semoga!

Paris 23 Oktober 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.