Bab 39
Urusan Papiers - Surat Resmi

Di Perancis, seseorang polisi bila mau memeriksa orang selalu akan mengatakan papier svp, artinya surat - resmi. Dia minta ditunjukkan surat-surat resmi, misalnya KTP, Rebewes-SIM, Kartu tentang urusan lainnya. Dan urusan surat-resmi ini sangat penting, tetapi juga sangat njelimet, ruwet. Tetapi bila sesuatu Jawatan - Kantor minta agar kira melengkapi surat-resmi itu, maka urusan apapun akan mudah dan lancar.Yang sulit yalah ketika mengurus untuk mendapatkan surat-resmi itu, sebab masing-masing urusan ada Kantor dan Bagiannya.

Banyak dan sering terjadi seseorang harus mengurus urusan surat-resmi ini dengan mengulang dari mula, dari nol lagi. Ini terutama dialami oleh para migrant atau refugie, kaum pelarian ( politik ). Misalnya seseorang keluarga, terdiri dari suami-istri, dan ada anaknya. Sebuah Kantor memerlukan surat-nikah keluarga itu. Tetapi keluarga itu tak punya surat-nikah, sebab tertinggal atau hilang, maklumlah pelarian politik mana pula akan sempat membawa surat-nikah segala! Ketika melarikan diri dari negerinya, bukankah terbirit-birit ketakutan, pengejaran, mau lekas-lekas, manapula akan terpikir harus membawa surat-resmi apapun. Bagi polisi atau petugas negara, tidak perduli, itu urusan kamu, tapi kami perlu adanya surat-nikah itu, kami perlu bukti!

Lalu apa akal? Sedangkan surat-resmi itu harus ada, kalau tidak, urusan apapun macet dan tidak akan dapat diurus! Maka ada petugas yang menasehatkan agar : nikah lagi di Balai Kota, demi untuk mendapatkan surat itu! Dan sepasang keluarga itupun menikah lagi buat kedua kalinya, walaupun ada anaknya dua dan sudah besar-besar lagi! Semua ini demi surat-resmi, surat-nikah. Tidak ada uang buat keperluan itu? Akan dibantu, dipinjami dan dihutangi, tetapi betul-betul harus dibayar. Demikianlah pentingnya surat-resmi itu.

Buat mengurus surat KTP, tanda-penduduk, betapa banyak surat-surat harus dilengkapi. Juga buat mendapatkan rebewes, SIM, apalagi kalau mau masuk menjadi warganegara Perancis, yang padahal tadinya bukanlah orang dari negara jajahan Perancis. Misalnya kami ini, pelarian politik dari Indonesia. Dari begitu banyak syarat-syarat yang diminta yalah harus ada dan memenuhi syarat-syarat ini: 1. Sudah tinggal di Perancis selama 10 tahun berturut-turut, artinya terus-menerus selama jangka waktu itu, tidak boleh diselingi jangka waktu setahun misalnya pernah tinggal di negara lain. 2. Punya salaire sendiri, sah sebagai pekerja atau pegawai di sesuatu Kantor, Jawatan atau Perusahaan. Maksudnya punya sumber matapencaharian sendiri. 3. Sudah bayar pajak secara teratur, dan ada surat-surat buktinya. 4. Punya kediaman sendiri, bukannya menumpang pada orang lain. 5. Tidak pernah berurusan dengan polisi dan pengadilan karena perkara kriminal. 6. Bisa dan cukup mengusai Bahasa Perancis. 7. Tidak punya penyakit berbahaya, misalnya sida ( aids ), dan harus membuktikan tanda sehat dari dokter yang ditunjuk oleh bagian kepolisian. Semua ini syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan akan diteliti satu persatu. Dan untuk itu urusan menjadi beranak-pinak, ada lagi surat-resmi lainnya yang harus diurus. Misalnya buat membuktikan nomor 4, harus ada surat-resmi lainnya, kwitansi-sewa-rumah, kwitansi-listrik atau tilpun, juga kwitansi-air ledeng, sudah bayar air-dingin dan air-panas.Dan semua itu betul-betul harus dilengkapi. Karena itu biasanya buat mengurus ini, kita akan membawa map sedabrek banyaknya-surat menyurat-resmi. Pada pihak lain syarat pertama saja, kita harus menunggu selama 10 tahun! 10 tahun buat demi surat-resmi tanda kewarganegaraan Perancis itu! Sukurlah kini sudah ada keringanan, katanya bukan 10 tahun lagi tetapi 5 tahun. Ketika kami dulu, kami harus menunggunya selama 10 tahun!

Ini di Perancis. Setiap negara lain-lain urusannya, tetapi ada kesamaannya. Misalnya pelarian politik dari negara jajahan Perancis, misalnya Vietnam, Kamboja, Laos dan beberapa negara Afrika, buat menjadi warganegara Perancis, segera dan cepat sekali, mudah dan tidak rumit. Sama dengan di Holland, orang Indonesia yang lahir sebelum tahun 1949 ( sebelum KMB= Konferensi Meja Bundar ), dianggap secara otomatik adalah masih warganegara Belanda, karena itu dengan mudah kapan saja bisa menjadi warganegara Belanda, hanya pemutihan secara resmi saja. Dan kalau lahirnya sesudah 1949, itupun tetap saja tidak sukar seperti di Perancis. Ini sangat wajar, karena ada hubungan historisnya, seperti juga Perancis terhadap orang-orang dari negeri jajahannya dulu.

Saya punya rumah kediaman yang sekarang ini, adalah karena pemerintah. Saya turut mengajukan permohonan buat mendapatkan rumah itu. Tetapi buat mengajukan permohonan itu bukan main banyaknya surat-menyurat yang harus dilengkapi. Seperti misalnya, kamu sekarang tinggal di mana, dengan siapa, mana tanda surat bahwa kamu itu sah dan resmi menumpang pada si A. Juga harus melampirkan kwitansi-rumah si A itu, mau diteliti apa betul memang si A itu punya rumah dan sudah bayar secara teratur. Berapa gajimu, kok berani-beraninya mau punya rumah sendiri. Dan secara kasarnya, sewa rumah yang akan kita tempati, sesuai dengan kemampuan gaji kita, paling mahal sepertiga dari gaji kita. Misalnya gaji kita 6000 francs, kita hanya akan dapat rumah yang sewanya tidak akan melebihi 2000 francs, artinya rumah atau apartemennya itu cukup kecil! Dan saya sudah menunggu giliran rumah yang kini saya tempati selama 11 tahun!!

Dan surat pengajuan permohonannya harus diperbaharui setiap tahun. Sebab berlakunya hanya satu tahun. Terkadang baru saja kita selesai melengkapi surat-menyurat lainnya yang diminta, jangka-waktunya sudah hampir satu tahun dan belum dapat rumah juga, jadi lagi-lagi permohonan harus diperbaharui. Repot? Tentu saja sangat repot dan kesal dan mangkel. Tetapi kamu mau apa? Mau rumah nggak, ya tunggu sabaran! Dan itulah yang sudah saya lakukan, 10 tahun menunggu buat menjadi warganegara agar dapat paspor buat pulang ke kampunghalaman, dan 11 tahun menunggu buat dapat rumah yang sekarang ini.

Setiap orang akan lain-lain pengalamannya. Dan urusan Kantor serta Jawatanpun, juga akan ada perbedaan cara mengurusnya, termasuk setiap tempat dan daerah. Terkadang mudah terkadang lama, dan yang ini sering kita temui! Tidak ada urusan atau istilah nyogok atau jalan belakang, semuanya harus resmi dan dari depan. Memang ada cara mudah dan gampang, kalau punya kenalan, dossier kita yang sebenarnya terletak paling bawah, bisa sekedar di keataskan agar segera diurus, tetapi bukanlah dengan cara menyogok, menyuap, hanyalah dengan cara karena ada kenalan. Sogok, suap, korupsi tentu saja ada di mana-mana, termasuk di Perancis. Tetapi bila ditilik, dan diperiksa satu per satu orang kita ini, yang saya maksudkan para melayu ini, bagaimana mereka mau nyogok dan nyuap, lha darimana uangnya! Sama miskinnya! Nyogok, nyuap itu kan harus punya banyak uang, nggak hidup kelaparan saja sudah sangat lumayan.

Ada kejadian, dua orang saudara. Yang satu kakaknya yang memang tinggal di Perancis, suka ngebut dan melanggar peraturan lalulintas. Adiknya yang kebetulan datang dari Jakarta turut serta. Ketika kakaknya sedang melanggar peraturan, lampu-merah yang diterobos terus, atau apa persisnya saya lupa, lalu disemprit polisi. Dan mobil mereka-pun dipinggirkan. Sang adik berkata pada kakaknya "mbak, udahlah kasi aja uang-kopi, bereskan, kita bisa pergi segera", kata adiknya. " Gila lu, emangnya di sini di melayu, di Jakarta, nggak ada gituan di sini, pokoknya ya kena tilang 300 francs-lah, atau ya masuk penjara kalau nggak bisa bayar, itu saja", kata kakaknya.

Barangkali negara yang begini ini, itulah yang bisa dinamakan negara yang benar-benar memegang dan berprinsip negara hukum, ada undang-undangnya, ada peraturannya, dan dilaksanakan secara konsekwen, tegas dan jelas.

Paris 15 Oktober 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.