Bab 32 :
Lagi Tentang Wisata - Satu

Sesungguhnya apakah tujuan pokok seseorang wisatawan? Pada umumnya adalah untuk mengenal negeri tertentu itu, mau tahu. Juga mau beristirahat, mau cari yang enak, yang bagus, yang menyenangkan, melepaskan rasa stres, frustrasi, mau cari suasana baru, mau menghisap dan menghirup udara baru, segar dan bebas dari segala ketidakenakan. Jadi yang menjadi soal yalah : kepuasan, kesenangan, kenikmatan. Karena itu seseorang wisatawan apabila menemui banyak soal gangguan apapun yang tidak menyenangkannya di sesuatu negara dan tempat, baginya perjalanan dan wisata itu menjadi cacat, dan baginya mungkin perjalanan itu adalah yang terakhir, untuk selanjutnya dia tidak akan mau lagi ke tempat itu. Karena itu pula, jalinan pasar-wisata dan pekerja-wisata benar-benar harus memelihara dan memperhatikan masalah ini. Dalam soal ini Bali ada hal-hal sangat menonjol buat jadi contoh.

Pada paro pertama tahun 1999 ini dan dimulai pada paro terakhir tahun 1998, keadaan di Bali, terutama daerah pusat-wisata seperti Kuta, Sanur,sekitar Denpasar, terjadi hal-hal yang menjurus ke kekacauan. Banyak sekali penjaja asongan, kakilima, dan "kaum preman" yang pada amburadul, liar, tidak mau tunduk pada peraturan, dan akibat sampingannya banyak kejadian pencopetan, jambret, setengah perampokan, pemaksaan dan kekerasan. Yang menjadi sasaran utama tentulah kaum turis yang dianggap banyak uang, mudah diperas, ditipu, dikerasi dan diancam. Keadaan ini sesungguhnya sangat tidak menguntungkan penduduk Bali secara keseluruhan. Sebab pemasukan keuangan baik pada negara maupun pada rakyat biasa adalah turisme ini. Turisme sangat membantu dalam pemasukan keuangan secara keseluruhan Bali, dan ini meratai penduduk biasa. Kalau turis berkurang, tidak masuk, maka keuanganpun juga tidak masuk, devisa siasia, kosong. Ketika paro tahun-tahun itu terjadilah kemacetan pemasukan turis, dan artinya juga keuangan yang tadinya banyak masuk pemda dan penduduk biasa sangat berkurang.

Rupanya pihak pemda dan masarakat setempat mencium tajam keadaan ini. Lalu pemda bertindak dengan cukup beralasan yang disokong dan didukung masarakat setempat. Pedagang asongan, kakilima, "preman tak menentu" dulu itu ditertibkan dengan pendekatan yang tidak sampai menjadi dendam. Dan hasilnya bukan main, turisme masuk lagi, keuangan mengalir lagi. Karena kekerasan, pencopetan, penjambretan, setengah perampokan sangat berkurang. Bali aman lagi seperti dulu-dulunya dan biasa-biasanya.

Sesuatu pasar-wisata, industri-wisata, bisa merosot secara pelan maupun drastis apabila keadaan di suatu tempat tidak aman, tidak menyenangkan, karena turis tidak mau datang ke tempat itu, betapapun bagusnya, indahnya lokasi wisatanya. Turun naiknya kejahatan dan kekerasan, penipuan, akan sangat mempengaruhi masuk-ke luarnya kaum turis. Contoh kongkrit keadaan wisata di Italia. Banyak tempat wisata yang tidak aman, seperti di Sicilia, Milan, Turin, sedikit di Roma dan Venesia, kaum turis menurun pelan dan bahkan ada yang drastis. Karena banyak pencopetan, jambret, kekerasan. Baru-baru ini ada teman penulis yang secara berombongan bergrup dengan bis sebanyak 43 orang datang ke Itali. Sudah diingatkan oleh pemandu agar berhati-hati jangan sampai kecopetan, kehilangan. Namun demikian, dari satu rombongan 43 orang itu, ada 4 orang yang kehilangan dan kecopetan, padahal di suatu tempat yang tidak sama, dengan waktu yang berlainan! Artinya "gagal sebanyak 10 persen", dan ini cukup membikin cacat nama turisme Italia! Para wartawan Indonesia yang pernah meliput acara-acara tertentu di Italia-pun pernah menjadi korban pencopetan ini. Dan memang akibat semua ini, turisme Italia menjadi tidak populer lagi, sayang!

Turisme atau wisata itu bagaikan sebuah restoran. Untuk melihat enaknya makanan di resto tertentu, lihat berapa banyak orang datang ke resto itu! Sebuah rumahmakan atau warung yang banyak didatangi orang, pastilah makanannya enak. Puluhan kendaraan roda-dua atau roda-empat pada antri di depan sebuah resto atau warung, maka di situlah ada tempat makanan yang enak! Tetapi kalau ada atau terjadi beberapa kali kekerasan dan penipuan, maka orang-orang takkan mau lagi datang ke tempat itu. Orang datang dan mau menjadi turis, mau makan di tempat itu, karena katanya enak, nyaman dan aman, menyenangkan. Turisme sangat berkepentingan dengan rasa aman, nyaman, sedap dan menyenangkan. Bahkan yang disebutkan barusan ini mungkin malah yang menjadi pokok.

Tidak sedikit orang yang mau menambah harga tiket karena mau naik-pesawat yang disukainya di penerbangan maskapainya si A, tidak mau si B. Karena di si A ada makanan atau minuman kesukaannya yang di B tidak ada. Juga karena kursi-tempatduduknya agak renggang tidak seperti di penerbangan si Polan, yang belasan jam seseorang harus menekukkan kakinya tidak bisa agak ngelonjor karena sempitnya jarak kursi. Begitu turun pesawat, seseorang itu terpincang-pincang lama sekali, karena kakinya tertekuk karena rapatnya kursi. Atau di penerbangan si A biasanya layanannya baik, para pramugarinya ramah, tidak merengut dan mahal senyum, nah lebih baiklah naik pesawat si A, walapun di si B lebih murah beberapa dollar. Inilah filsafat seseorang turis, wisatawan, mau yang enakan, yang memuaskan, yang menyenangkan, tak perduli sedikit menambah biaya ongkos. Lebih baik agak mahal sedikit tetapi hati puas, senang dan mengesankan secara indah, daripada murah tapi penuh dengan hal-hal yang tidak enak! Senyum, ramahtamah, lapanghati, lapangdada, tidak merengut, dengan wajah berseri melayani para tamu dan turisme, barang sedikit tidak baguspun, sedikit tidak enakpun, akan menjadi bagus dan enak. Betapa halnya kalau memang bagus dan enak, maka panen uanglah turisme di tempat itu!

Paris 27 Agustus 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.