Bab 21 :
Dua di antara Teman-temanku

Aku baru saja mendengar berita bahwa temanku Syumandjaya meninggal di Jakarta. Dan kebetulan pula tak lama sesudah itu isterinya, Ucha Perucha sedang ada di Paris. Dia bersama sutradaranya sendiri, yang juga temanku Wim Umboh, akan menyelesaikan location pengambilan filemnya di Paris. Filem itu berjudul Secawan Anggur Kebimbangan. Kesempatanku buat mengucapkan belasungkawa dan pernyataan dukaku kepada isterinya ini. Tentu saja barangkali Ucha tadinya agak bingung, tahu-tahu saja ada orang mengucapkan dukacita kepadanya, walaupun mungkin agak terlambat. Dan kujelaskan siapa aku berkenaan dengan almarhum suaminya. Dan barulah dia mengerti dengan permintaan maafku sedalam-dalamnya, samasekali bukannya mau membangkitkan kedukaannya kembali. Aku berusaha menceritakan pergaulan antara kami dulunya.

Syumandjaya, teman dekatku. Kami satu kelas ketika masih di Taman Madya, Taman Siswa, Jalan Garuda di Kemayoran. Rumahnya di Kebun Kosong, sedangkan aku di Kepu Selatan, berdekatan. Jadi dia anak Kebun Kosong, aku anak Kepu Selatan. Kami sama-sama aktive di gerakan PPTS, Persatuan Pelajar Taman Siswa. Dan kami selama 6 tahun menjalani pendidikan di Taman Siswa. Dia pandai main biola, dan sangat mencintai seni. Dia sangat mahir memainkan lagu Toselli, lagu Italia yang sangat indah itu,lalu serenade singkat. Ketika kami sedang gila-gilanya dengan gerakan seni ini, kami memainkan drama Awal dan Mira. Dia sebagai Awal, tokoh utama,sangat kena dengan badannya dan perawakannya.
Sebab yang diminta pengarangnya Mang Utuy Tatang Sontani ( alm- kini ), berperawakan kurus agak tinggi, dengan badan tak terpelihara. Maka paslah, klop dengan perawakan Mandjoy,- sebutan antara kami,-.

Ketika itu sedang trend di mana sekolahan SMA sedang membawakan drama-drama, dan terutama drama Utuy, Usmar Ismail, dan Sanusi Pane. Dan karena semua dialog dalam Awal dan Mira itu sangat memikat,- dan pantaslah kala itu mendapatkan hadiah pertama dari BMKN-, Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional,- maka hampir semua pelaku yang menjadi Awal selalu benar-benar jatuh cinta kepada Mira-, bahkan ada yang memang jadi dan menikah secara sah! Dan rupanya tak terkecuali dengan Mandjoy temanku ini. Ketika itu minta ampun dia cintanya kepada Sawitri Dewi, putrinya pujangga Sanusi Pane itu! Dan tentu saja tak jadi, karena mungkin memang belum jodohnya. Aku ketika itu mendampingi Mandjoy menjadi Baju Biru dalam drama tersebut, sebagai dua pelaku badut dengan si Baju Putih.

Kegiatan kami di PPTS banyak menyita waktu dengan diskusi tentang seni-budaya. Salah satu diskusi kami ketika itu yalah: dalam bidang apakah pengungkapan seni menjadi total dan menyeluruh, yang lengkap mendekati sempurna? Kami punya kesatuan pendapat sesudah banyak pergeseran dan persintuhan serta perbedaan. Pada umumnya semua seni bisa dibagi empat bidang, dan semua seni ada dan terdapat pada empat bidang itu. Keempatnya yalah: seni-sastra, seni-suara, seni-gaya dan seni-rupa. Semua seni yang ada di dunia ini bisa dimasukkan dalam empat bidang itu. Dan pengungkapan yang paling total, menyeluruh dan komplit, adalah ke dalam sebuah filem! Sebuah filem yang baik dan lengkap, serta menyeluruh, terdapat empat bidang seni itu pada sebuah filem. Dengan musiknya yang baik, indah dan merdu, gerak-gerik actionnya yang memikat, dan sastra yang mempesona, dan seni-filmis yang terpuji.

Mungkin ada pengaruh diskusi kami dulu itu pada Mandjoy, sehingga dia memutuskan untuk bersekolah di jurusan sinematographi di Moskow dengan teman-temannya satu angkatan seperti Uzhara, Ami Priyono, Zubir Lelo. Mandjoy dan Ami Priyono masih beruntung dapat mewujutkan pelajaran sekolahnya di Indonesia, dengan menciptakan karya filemnya. Dan karya penyutradaraan Mandjoy memang sangat berharidepan. Sayangnya dia seperti sudah kutuliskan tadi itu, kena penyakit jabatan sebagai orang filem : sakit lever, sakit akibat tak teratur makan-tidur-kerja dan istirahat, yang pada giliran sesudahnya menyusullah sutradara temannya Wim Umboh. Orang filem, akan tetap bekerjakeras ketika jadwal menuntut pengambilan filemnya pada jam 01.00 atau jam 02.00 bahkan sampai pagi menjelang siang lagi. Adakalanya jadwal kerjanya selama belasan jam tanpa mengenal siang dan malam.Kalau tak salah ingat, Mandjoy yang menciptakan beberapa cerita novel menjadi filem seperti Si Doel Anak Sekolahan yang diteruskan oleh Rano Karno, Operette Jakarta, Karmila dan Atheis roman Achdiat K Mihardja itu. Masih banyak karya dan tulisan Mandjoy yang belum sempat direalisasikannya.

Isteri pertamanya seorang ballerina kenamaan yang menamatkan sekolahnya di Bolshoi Theatre Moskow sebuah perguruan-tinggi drama yang sangat terkenal di dunia, Farida Utoyo, banyak saling membantu dalam cipta-karyanya. Sampai kini Farida dengan sukses meneruskan realisasi sekolahnya, membuka sekolah ballet dan menciptakan tarian sebagai koreograph klassik maupun modern.

Ketika kami sama-sama menamatkan SMA Taman Madya, masih sempat kami "gerombolan seniman" bersama Ajip Rosidi, Sukanto SA, Trisnoyuwono, Mandjoy, Riyono Pratikto ke rumah Ajip di Ciborelang, dekat Cirebon, menemani Trisno melamar Ami yang kembar dan sangat cantik itu.Hampir saja Trisno digampar kembaran Ami ( Sulasmi ) karena mau mencium kakaknya ( kembarannya ), dikira itu adalah Ami, pacarnya. Dan ketika masih kelas dua TM, suatu hari Mandjoy sempat nangis karena kehilangan sepedanya. Aku malah ketawa, sebab kok seorang Mandjoy bisa nangis segala ya! Dan dua tiga hari sesudah itu dia mencariku, "Sudah - sudah terbayar, seri, satu lawan satu" katanya.
"Apanya seri dan satu lawan satu itu", kataku tidak mengerti apa yang dia maksudkan.
"Ya, aku kehilangan satu sepeda, dan aku sudah curi satu sepeda, kan seri, satu lawan satu kan?", katanya dengan enteng dan ringan.
"Akh kau gila! Tak baik begitu, kalau ketahuan Pak Said, kan tidak enak kita yang begitu dipercayainya, lah, kok kau turut maling", kataku.

Tak lama sesudah itu, sepeda yang "dicurinya" hilang lagi. Tapi kali ini dia tidak menangis, dan ketika dia mau membentangkan "ide sintingnya", lekas-lekas aku mendahului.
"Kalau kau mau menyamai stand dua-dua, maka kaulah yang sebenarnya pencuri. Hapuskan ide sintingmu itu. Kalau tidak, aku akan ceritakan pada Pak Said, biar kau dipecat dari Taman Siswa", kataku memang agak marah.
Dan dia benar-benar tak jadi "mengharumkan" nama gelaran anak Kebun Kosong itu! Dan beberapa tahun kemudian kudengar dia akan meneruskan sekolahnya di Moskow, berkat kiriman Persari yang ketika itu masih didirekturi Djamaluddin Malik, seorang produser dan regiseur kenamaan pada masanya. Aku sangat gembira mendengar kabar ini. Tapi tak lama sesudah itupun aku meneruskan "pengembaraan abadiku" ke Tiongkok dan akhirnya ke Perancis sampai kini. Dan aku sangat merasa sedih dan terpukul, pada tahun-tahun yang berdekatan, Indonesia telah kehilangan dua sutradara sekaligus, dan kebetulan dua-duanya temanku yang amat akrab: Wim Umboh dan Syumandjaya (Mandjoy).

Paris 20 Juni 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.