Bab 16 :
Spesialisasi

Kalau diusut-usut untuk apa sebenarnya seseorang itu sejak kecil bersekolah sampai begitu tinggi, bertahun-tahun bahkan belasan tahun, buat memiliki diploma atau ijazah, dan untuk apa akhirnya. Tentu banyak jawabannya, tidak satu dua. Tetapi ada satu yang pokok yang bisa membikin orang manggut-manggut tanda setuju. Semua ini buat bekal : cari kerja! Cari hidup! Dengan diploma yang tinggi, yang hebat, siapa tahu dapat "kedudukan" yang basah dan makmur. Mau hidup enaklah, kalau dapat ya mau kaya, mau banyak uang. Dan adanya pikiran begini samasekali tidak berdosa, wajar-normal, begitulah orang rata-rata. Kalau seseorang sejak kecil atau masa mudanya sudah mengarahkan ke pendidikan yang pada akhirnya bersesuain pula dengan kedudukan, posisi yang memang sejak semula dicita-citakannya, nah, ini namanya ideal! Seseorang misalnya sejak kecil ingin sekali menjadi pemain drama atau filem, dan sejak masa mudanya sudah mengarahkan kependidikan jurusan itu, dan tahu-tahu memang mendapatkan posisi tersebut, maka "sempurnalah" cita-citanya sejak kecil. Lancar dan smooth jalan hidupnya. Seseorang yang belajar bermacam jenis pembuatan kue dan makanan, bertahun-tahun bersekolah dan mempelajarinya dengan tekun, tahu-tahu dia memang mendapatkan kedudukan itu, maka tercapailah semua cita-citanya itu. Antara jurusan pendidikannya bersesuian dan cocok dengan kedudukan yang didapatkannya. Dia "berhasil" meletakkan dasar yang sangat kukuh bagi kehidupannya.

Tetapi hal ini secara umum saja. Tidak sedikit orang yang "tergila-gila" akan pekerjaan yang sangat disukainya, dicintainya, tetapi samasekali boleh dikatakan tidak menghasilkan uang! Atau pekerjaannya itu samasekali jauh daripada sebuah industri penghasil uang. Kalaupun dia punya uang, hanyalah karena ada sponsor yang bersimpati, tidak akan dia hidup bertabur uang dan harta. Orang yang begini tidak sedikit di dunia. Banyak orang yang kegemarannya, kesukaannya, kecintaannya pada hobby yang bukannya menghasilkan uang, malah banyak harus membuang uang! Jauh dari keramaian, jauh dari tepuktangan, sanjung puja-puji orang ramai dan yang bersifat pentas - pagelaran. Orang yang berjenis bagaimanakah itu? Seseorang yang kesukaannya mendaki-gunung, pendaki gunung, melayari laut luas sendirian, menjelajah lautan salju yang puluhan derajat di bawah nol sendirian, pengeliling dunia berjalan kaki atau naik sepeda. Orang bertipe begini, baginya yang paling penting adalah : kepuasan, kesenangan pribadinya. Orang lain bisa menganggapnya gila, sinting, tetapi dia sendiri merasa sangat puas kalau berhasil apa yang dicita-citakannya. Ada penyelidik binatang langka, bertahun-tahun hidup di tengah hutan belantara di Kalimantan atau Afrika hanya mau menyelidiki bagaimana orangutan hidup, atau gorilla di Afrika hidup, atau melindunginya dengan kasihsayang yang jujur dan ikhlas. Orang yang begini masih mendingan, ada-ada saja sponsor yang bersimpati kepadanya, sehingga dia tidak pontang-panting harus cari uang buat dananya.

Di dunia yang sudah amat padat dengan persaingan mencari-kerja, sedangkan lowongan-kerja sangat sulit didapatkan, betapa kerasnya persaingan. Keadaan begini membikin orang harus hati-hati dalam menjuruskan pendidikan yang akan disesuaikan dengan pekerjaannya nantinya. Ibarat kata orang kampung kami, jangan sudah susah-susah bersekolah tinggi-tinggi, lalu bertahun-tahun menganggur karena tak ada lowongan-kerja. Atau punya diploma ini tapi bekerja di bidang itu, tak sesuai dengan jurusan spesialisasinya dan dengan sendirinya tidak akan sesuai dengan gaji yang diharapkan.Ini sama saja dengan antara harapan dan kenyataan selalu tak selamanya sama.

Seorang temanku tanya, apakah betul si Polan itu sudah doktor, bertitel DR besar. Kataku, betul saya lihat dan menghadiri upacara pengukuhannya, dan dia betul hebat mempertahankan tesis, skripsi dan desertasinya. Lho kok masih kerja di resto, jadi tukangsapu, katanya. Nah, inilah masalahnya. Kalau jurusannya, spesialisasinya, belum ada posisi untuk itu, atau tak ada lowongan yang sesuai dengan spesialisasinya, maka "untuk sementara" ya statusquonya begitu saja dulu. Apalagi misalnya hasil gelar doktornya itu dalam masalah ilmu antropologi bagian Petani Klaten, nah kan berat! Harus mencari bagian pekerjaan yang memang riset serta penyelidikan ke arah itu. Di toko supermarse, atau resto, atau Jawatan Keretapi, mungkin takkan ada jurusan itu! Dia tampaknya hanya "menunggu" adanya lowongan mengajar untuk itu, atau sejenis riset ke arah itu.

Banyak sekali doktor yang jurusannya lain, dapat pekerjaannya lain, dan ini akan mengakibatkan gaji yang akan diterimanya tidak sesuai dengan diplomanya. Karena memang bukan jurusannya. Coba, ada doktor, apa keakhliannya? Dia doktor tentang topeng, untung saja dapat pekerjaan sebagai jurnalis, dan untung saja posisinya baik di perusahaan suratkabar itu. Dan ada lagi seorang doktor, tentang apa? Doktor tentang : batik Pekalongan! Di Bukares, Rumania, ada seorang profesor tua yang sangat berpengalaman, juga doktor, tentang apa. Dia doktor tentang suling! Ada akhli tentang semua lonceng gereja di Eropa! Bunyikan saja sebuah lonceng gereja di satu kota kecil, dia akan tahu bahwa lonceng gereja itu adalah lonceng gereja di kota Anu, yang dibangun pada tahun Anu, riwayatnya begini dan seterusnya. Dan dia ini doktor lonceng gereja di Eropa!

Jadi secara tinjauan sebagai "pencari kerja praktis", kiranya akan lebih berhasil seseorang yang punya keakhlian bikin roti dan berjenis kue daripada seseorang doktor-ekonomi-perusahaan. Sebab yang belakangan ini tidak begitu mudah untuk mendapatkan posisi itu dalam persaingan begini dahsat. Sedangkan yang pertama itu tadi, dia akan lebih mudah karena pekerjaan itu banyak diminta dan ditawarkan, dan praktis pula.

Suatu sore datang seseorang muda yang tampaknya termasuk bercita-cita yang kita ceritakan ini. Seorang mahasiswa yang sedang mengumpulkan bahan-bahan buat disertasinya di uni di sebuah kota di Malaysia.

"Jadi Enchik, saye itu sedang ngumpulkan berjenis name hantu yang ade di Malaysia bahkan di dunie ini. Nah, saya datang buat minta bantuan dan keterangan dari Enchik, sekirenya Enchik sudi dan rela pule memberikannya pade saye. Hantu ape saja yang kirenya Enchik tahu", katanya dengan logat Melayu agak kental.
"Mengapa Anda tertarik benar pada soal hantu ini, apa yang menarik Anda buat riset tentang hantu ini?", kataku mau tahu.
"Wah, ini menarik Enchik, interes bangat mengetahui banyak soal itu. Tak ade seorangpun yang riset ke arah itu, dan saye mau itu. Saye akan kerjakan, sangat menarik dan saye antusias dibuatnye", kata mahasiswa periset tentang hantu itu. Dan kini akulah yang bengong dan hampir "gila" mendengarkan keterangan ini. Dan setelah kami banyak membicarakan tentang penyelidikannya ini, mahasiswa ini sangat menarik, yang orang anggap aneh dan ajaib, tetapi baginya hal itu harus diselidikinya, dirisetnya dengan ilmiah dan bertanggungjawab. Coba, akan mengambil disertasi tentang hantu! Dalam bayanganku yang sangat awam dan berpikir praktis dan pragmatis ini, lalu bagaimana dia akan bekerjanya, di mana dan kantor mana serta perusahaan mana.

Setelah kami berjanji akan ketemu pada hari sekian dan jam sekian, bukan main senangnya dia, teman baruku yang bernama Muslim itu. Dan akupun sangat ingin mengetahui banyak tentang dia ini. Begitu dia antusiasnya menyelidiki tentang hantu ini, begitu inginnya aku mengetahui tentang dia.
"Jadi sudah berapa banyak tentang hantu yang Anda ketahui", kataku ketika kami bertemu atas janji kami dulu.
"Sudah ade, tapi belum banyak benarlah. Sukur kalau Enchik banyak bantu saye", katanya.
"Baiklah. Ada hantu-laut?".
"Sudah saya tulis, Enchik, dan saya tulis juga di mana kepercayaan itu mula-mula timbul, riwayat dan sejarahnya".
"Hantu-gergasi", kataku.
"Nah, ini belum", katanya. Lalu dia menuliskannya dengan seksama.
"Hantu-gunung".
"Nah, ini juga saya harus tulis".
"Kuntilanak, leak di Bali", kataku.
"Sudah, sudah", katanya.
"Vampir?".
"Itu termasuk di Eropa, juga sudah saya tulis", katanya.
"Hantu-berekor-panjang".
"Sudah".

Ternyata sudah banyak yang dia tulis. Dan tentu saja pengetahuanku tentang hantu sangat cetek dibandingakan dengannya.
"Hantu komunis yang berkeliaran di Eropa", kataku sambil mengajuk gurau.
"Akh itukan bukan hantu yang saye mau tulis. Itu kan hantu politik dari Karl Marx", katanya lagi.
Dan banyak lagi kami membicarakan tentang hantu yang dia mau tulis menjadi bahan yang ilmiah. Kukira maksud dan cita-citanya meriset tentang berbagai jenis hantu itu, pada akhirnya memang akan memberikannya gelar doktor-tentang-hantu. Anehkah kehendak dan cita-cita begini? Tak tahulah aku, dulu selalu ketakutan pada hantu. Kini hantu diriset secara ilmiah, dipelajari, diajak berunding, bermusawarah, apa sebenarnya kamu itu. Kapan kamu ada, di mana kamu sangat ditakuti dan jadi momok. Spesialisasi terkadang memang sulit dimengerti. Ada orang cari uang, cari hidup, cari daerah basah, tapi jangan lupa ada orang yang hanya hobby, kesukaan dan kecintaan, tanpa memikirkan benar bagaimana akan kehidupannya nanti. Ketika aku berpikir keras tentang ini, tahu-tahu tersedar-diri, ternyata akupun masuk orbit dunia begini ini. Semua yang kukerjakan ini, adalah semata-mata kesukaan dan kecintaan, dan kesenangan serta kepuasan. "Capek-capek nulis, lama berjam-jam, tokh hanya buang uang, mana nulis di internet akan dapat uang. Hanya menghabiskan uang tilpun, tak ada yang masuk, banyak materi hilang, tapi hati puas dan senang",-

Paris 9 Mei 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.