Bab 138 :
Tiga Buah Fabel

Fabel Satu

Tuan Abubakar tidak hanya dua tiga kali mendengar nasehat dan ocehan orang, agar dia memperdulikan kata-kata dan nasehat orang luaran. Perkaranya sangat bersifat pribadi, dan Tuan Abubakar tidak suka akan saran dan nasehat itu. Yang olehnya sering dianggap hanya sebagi ocehan dan rasa iri serta cemburu. Nasehat yang dianggapnya ocehan itu, yalah agar dia baik-baik menjaga isterinya yang kelihatan cantik serta agak genit itu. Orang luaran sudah sering melihat dan menemui Nyonya Abubakar selalu berdua-duan dan ada juga yang melihat Nyonya Siti Mekarsari dengan pria lain. Dan pria lain itu selalu saja datang dan tepat waktu ketika Tuan Abubakar sedang tidak ada di rumahnya. Maklumlah seorang saudagar seperti Tuan Abubakar selalu berlayar. Ke negeri jauh, dan ke tanah rantau yang ramai dengan perdagangan. Dan lagi kata orang, pria yang sering dan tepat waktu ketika mendekati dan mengencani Nyonya Siti Mekersari, tidak hanya satu orang saja, tetapi ada dua atau tiga orang.

Perkara ini tidak baik bila dilihat orang banyak. Dan juga memang tidak pantas. Bukankah seorang isteri dan punya anak tiga lagi, sudah seharusnya setia dan jujur kepada seorang suami? Dan lagi akan sangat aib, memalukan seisi kampung itu melihat tingkah laku Nynonya Siti Mekarsari ini. Semua ini disampaikan oleh beberapa orang penduduk yang bermaksud baik kepada keluarga Tuan Abubakar. Tetapi Tuan Abu tetap saja menganggap remeh, dan tidak memperdulikan nasehat dan saran orang-orang itu. Dia menganggapnya semua nasehat dan saran itu hanyalah ocehen orang-orang yang merasa iri, cemburu bahkan dengki kepadanya. Dia juga menyadari, bahwa dirinya selama ini bertambah kaya raya, tentu saja orang-orang akan banyak yang iri, cemburu dan dengki.

Orang-orang, terutama penduduk yang dekat sekitar kediaman Tuan Abu, merasa sudah melaksanakan kewajibannya. Menasehati tetangga, menyarankan hal-hal baik, dan bahkan ingin memberikan suatu penyelesaian kebaikan, bagaimanalah sebaiknya Tuan Abu menghadapi Nynonya Siti Mekarsari. Tetapi Tuan Abu dengan percaya diri yang sangat berlebihan, bahkan dengan agak keras dan sedikit kasar dan sombong berkata :

"Terus terang saya katakan, tidak mungkin isteri saya akan berlaku sedemikian rendahnya. Saya percaya penuh kepadanya. Dan saya tahu betul, isteri saya itu mendapatkan apa saja yang dia mau, sebagaimana layaknya seorang isteri, yang masih muda dan penuh gairah. Dia sangat puas dengan saya baik lahir maupun batin. Lahir, dia mendapatkan apa saja yang dia mau. Perhiasan? Pakaian? Rumah dan istana kecil? Uang? Dan batin, nafkah batin, bahkan dia terkadang kelabakan menghadapi saya. Saya masih menggebu-gebu, dia sudah sampai klimaks! Ayo, apalagi? Tidak mungkin semua yang kalian katakan itu", kata Tuan Abu.

"Ya, tetapi bukankah Tuan selalu tidak di rumah dan berlayar jauh, berminggu-minggu?",- "Itu saya tahu. Tetapi begitu saya tiba di rumah, kami tetap seperti layaknya pengantin-baru yang penuh madu. Dan dia sangat mesra dengan saya, walaupun kami sudah punya anak tiga", kata Tuan Abu lagi.

Dan banyaklah kata-kata serta pendapat dan saran orang-orang mengenai hal-hal yang mereka anggap aib dan memalukan seisi kampung. Sejak itulah orang-orang sudah tak mau lagi berhubungan dengan Tuan Abu. Dan sudah sangat tidak memperdulikan Tuan Abu, baik sebagai teman atau tetangga biasa, maupun sebagai seorang manusia yang sudah seharusnya saling memperhatikan.

Dan suatu kali ketika Tuan Abu tiba sebagaimana biasa dari pelayaran jauhnya, dia mendapati rumahnya sudah kosong. Dia panggil-panggil pembantu rumahtangganya, menanyakan ke mana dan di mana isteri dan anak-anaknya. Para pembantu wanita dan beberapa pria itu, menjawab bahwa Nynonya mereka Siti Mekarsari sudah tiga hari ini pergi dengan anak-anaknya. Dan tidak pula menyebutkan mau ke mana dan berapa lama. Mendengar hal ini, bukan main marah dan timbul rasa bencinya dia kepada isterinya. Tapi bagaimanapun besarnya kemarahan dan kebencian, perkara-lama ini sudah timbul dan sudah terjadi.

Bagi Nyonya Siti Mekarsari juga ternyata dia harus memutuskan, akan terus hidup begitu atau dengan seorang pria yang mengerti dirinya. Bisa memuaskan dirinya secara harmonis, sama-sama sederajat, tidak seperti dengan suaminya Tuan Abubakar yang sangat egois dalam mementingkan kemauan dirinya sendiri. Putusan ternyata harus diambil, dan dia tinggalkan segala kemewahan dan kemegahan sebagai Nyonya saudagar Tuan Abu.

Dan orang-orang kampung sekitar situ, sudah lama tahu, bahwa hal ini pada akhirnya akan tetap terjadi. Tuan Abubakar sebenarnya sangat ingin keadaan seperti dulu lagi. Baik terhadap orang-orang kampung dan tenteram damai hidup sekeluarganya, maupun dengan siapa saja yang mau bersahabat dengannya. Tetapi jalannya kehidupan sudah banyak berubah. Ada memang terasa dalam hati dan sanubari yang terdalamnya, ternyata kalau orang sudah begitu banyak dan begitu sering memberikan pendapat, saran dan nasehat, kemungkinan besar hal itu adalah benar. Ternyata orang-orang kampung matanya lebih tajam, lebih awas dan lebih mengerti tentang hal-hal yang sebenarnya dia kurang mengerti. Atau karena terlalu besar rasa percaya-dirinya, sehingga lalu hanyalah kesombongan yang menonjol. Bagaimanapun dalam soal ini sudah terlambat,-


Fabel Dua

Seorang raja muda mempunyai juru kesehatannya sendiri. Dia punya dokter, tabib sampai dukun sekalipun. Raja muda ini, yang bernama Syeh Jailani, pada waktu-waktu tertentu memeriksakan kesehatannya. Seorang dokternya yang bernama Sri Pratama, pada suatu hari dengan teliti dan seksama memeriksa raja muda Syeh Jailani ini. Pada akhir pemeriksaan dan sesudah mendapatkan hasil penelitiannya, dokter Pratama mengatakan kepada raja muda, bahwa ada tanda-tanda sesuatu penyakit dalam tubuhnya. Dan dokter mengatakan, pada suatu hari dia akan memeriksanya lagi penyakit apa itu, jenis yang bagaimana.

Tetapi raja muda tidak memperdulikannya, dan tidak pula mau menuruti nasehat dokternya, agar minum obat yang diberikan. Raja muda merasa sangat sehat, tak ada satu apapun yang dirasakannya, badannya dirasakannya cukup fit dan prima.

Dokter itu mengatakan, hal begini bisa saja terjadi, tetapi hanya buat sementara saja, sudah itu biasanya akan terasa dan menahun dan bertahan dalam tubuhnya. Raja muda tetap tidak percaya dan tidak memperdulikan nasehat dokternya. Pada pemeriksaan selanjutnya, dokter mengatakan, penyakit raja muda yang disebutkannya dulu, sudah memasuki darahnya. Raja muda masih tetap ragu, dan dia belum mau minum obat yang disarankan oleh dokternya.

Dan pada kedatangan dokter yang ketigakalinya, sesudah melalui pemeriksaan dengan teliti, dokter terkejut dan agak heran, raja muda masih bisa bercakap-cakap dan berbuat seperti sehari-harinya. Penyakit yang dulu dikatakannya sudah mulai masuk tulang sumsum, dan menjalari seluruh tubuhnya. Raja muda sudah merasakan ada simtom-simtom tertentu dalam tubuhnya. Mungkin saja ada penyakit yang disebutkan dokternya itu. Dan ketika itulah dia baru mau minum obat. Dokter Sri Pratama sudah sampai menggelengkan kepalanya. Dia sudah tahu akan kesudahan raja muda ini.

Keesokannya, negeri itu berkabung. Raja muda mati terkapar karena penyakit seluruh badannya, dan ketika kemarennya, sudah tidak bisa bergerak apalagi berdiri, sebab seluruh darah, dan tulang sumsumnya sudah dijalari bakteri penyakit yang sedang mau diteliti dengan sungguh-sungguh. Tetapi raja muda ketika hidupnya menolak dengan selalu mengatakan tak apa-apa, dan badannya tetap merasa fit bahkan prima. Ternyata penyakit itu semula mengendap, lalu menyerang pelan, lalu menghantam dengan dahsyatnya. Dan lalu terkaparlah raja muda yang selalu menganggap dirinya fit dan prima itu. Dan lalu berkabunglah seisi negeri itu. Banyak orang mengatakan, ya salahnya sendiri, siapa suruh selalu menentang dokternya sendiri. Dokternya dengan disiplin ilmunya sendiri, sedangkan raja muda hanya dengan perasaan subyektifnya saja,-


Fabel Tiga

Seorang raja sangat suka akan seorang tabib yang juga merangkap orang pintar. Tabib ini sangat disayangi raja. Suatu hari raja minta sesuatu nasehat, apa kira-kira yang dapat menjadi andalan bagi dirinya agar tetap bisa hidup sehat, selamat, dan aman-aman tenteram dalam memerintah isi negerinya.

Tabib itu meluluskan permintaan raja. Diberinya catatan khusus dan dilipatnya kecil-kecil, lalu diberikannyalah kepada raja. Oleh raja kertas kecil bertulisan itu dianggap sebagai jimat, sebagai mascotnya, sebagai yang bisa menyelamatkannya. Tetapi raja juga agak heran, karena yang tertulis dan disuruh selalu mengingat-ingatkannya itu hanyalah bertuliskan : "sebelum kamu memulai pekerjaan ini, pikirlah baik-baik akan hasil dan kesudahannya", dan hanya itu saja. Apa sulitnya menghapal dan mengingat kata-kata itu?,- pikir raja,- Dan raja selalu saja mengucapkan kata-kata ini bila dia mau berbuat dan memulai sesuatu. Pada lain pihak, dia juga mau menekankan pada dirinya dan buat dirinya sendiri, agar sebelum berbuat sesuatu agar pertimbangkan akan baik buruknya, akan akibatnya dan akan bagaimana hasilnya kelak. Jadi kata-kata dan nasehat itu memang tepat dan baik bagi siapa saja. Hanya tidak semua orang menyedari akan makna kata-kata dan nasehat itu. Tapi raja tetap bahkan lebih-lebih percaya dan sangat sayang akan tabib kesayangannya itu.

Karena raja memerintah dan menguasai negerinya cukup baik, memperhatikan kebanyakan rakyatnya, dan negerinya makmur, aman-sentosa, maka bukan hanya satu dua negeri tetangganya yang merasa iri, dengki dan mau merebut kerajaan itu. Raja punya pegawai banyak sekali. Dan pegawai istana ini, sesuai dengan tugas pekerjaannya masing-masing. Ada tukangjahitnya tersendiri, ada grup kesehatannya tersendiri, ada tukangmasaknya, dan sebagainya. Tukangcukur rambutnya yang gemuk berkumis itu semestinya sudah datang buat mencukur raja, tetapi katanya dia akan datang satu minggu lagi. Raja berpesan agar segera datang karena jambang, kumisnya sudah mulai agak gatal. Sudah seharusnya dicukur, diperbaiki, dipelihara indah-indah tidak semerawut seperti sekarang ini.

Maka pada suatu hari tukangcukur itu datang buat mencukur raja. Tetapi kedatangannya agak aneh, karena tampaknya dihinggapi ketidaktenangan, agak tergesa-gesa dan tidak seperti biasanya. Ketika raja sedang bercukur dan tukangcukur sedang menyabuni kumis dan jenggotnya, ketika itulah raja mengucapkan isi jimat dan maskot dulu itu : "sebelum kamu memulai pekerjaan ini, pikirlah baik-baik akan hasil dan kesudahannya", dan ada dua tiga kali raja mengucapkan isi kata-kata itu. Raja mengucapkannya sebagaimana biasanya yang dilakukannya sehari-hari saja, apabila dia memulai pekerjaannya, sebagaimana orang Islam mengucapkan Bismillah.

Tetapi tukangcukur itu begitu mendengar ucapan raja itu, lalu segera menjadi lunglai. Dan pada ucapan keduanya dan belum ketiganya, tukangcukur itu terkulai dan jatuh, terkapar pingsan. Segera dengan cepat para pengawal dan prajurit raja menangkap tukangcukur itu. Tukangcukur mengira semua rencana yang ditugaskan sebuah negara tetangga buat membunuh raja itu, diketahui raja dengan baik dan jitu. Padahal raja hanya begitu saja mengucapkan kata-kata itu. Dan tukangcukur itupun masuk penjara, dan terbongkarlah jaringan spionase bentuk lama dengan kelakuan tetap sama dari dulu sampai sekarang, bunuh membunuh, jatuh menjatuhkan. Dan sejak itulah raja semakin menyayangi tabibnya yang baik hati dan yang sudah menyelematkan dirinya hanya dengan isi kata-kata yang sangat sederhana itu,-

Paris 2 Agustus 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.