Bab 123 :
Mungkin Benar, Mungkin Perkiraan,-

Ketika aku di Holland, kami banyak omong-omong tentang pulang, tentang situasi kampunghalaman, dan tentang yang bersangkutan dengan nasib kehidupan orang-orang yang sejenis kami. Apa pula itu perkaranya! Ya, yang terhalang pulang, yang masih ada halangan pulang, terutama masalah TAP dan PP-nya.

Ada kabar yang kiranya cukup baik. Pemerintah Belanda dengan aparatnya Kementerian Dalam Negeri dan Imigrasi, mengadakan pertemuan dengan beberapa tokoh Indonesia. Dalam pertemuan itu ada sejumlah ketetapan, bahwa kaum yang menjadi pengungsi politik maupun yang pernah berstatus demikian, diperkenankan pulang ke tanahairnya dengan tetap dapat tunjangan keuangan. Juga yang sudah berstatus pensiun, bisa menerima uang pensiun di kampunghalamannya sendiri. Tentu saja tunjangan yang bersifat lokal, tidak bisa lagi dilanjutkan. Misalnya bantuan buat sewa apartemen, bantuan tunjangan libur-musim-panas, dan yang lainnya yang bersifat nasional ke-Belanda-an. Kukira hal itu betul dan wajar dan masukakal. Semua juga setuju buat dihentikan seandainya sudah bisa pulang.

Lalu timbul soal baru dari akibat semua itu. Ini kan baru dari pihak Belanda! Bagaimana di pihak Indonesia? Bukankah yang akan menerima orang-orang itu nanti adalah pemerintah RI? Dan ini yang dikatakan lalu timbul soal baru. Reaksi dalam-negeri sudah ada yang beringasan. Dari pemerintah RI sendiri tidak ada reaksi, tetapi ada reaksi baru dari beberapa pejabat, fungsionaris dan aparat perseorangan pemerintah. Yang menyatakan pada pokoknya keberatan, tidak setuju bahkan menentang. Semua ini sebenarnya sudah bisa diperkirakan. Paling tidak akan ada terasa kecemburuan sosial, ini baru satu soal, belum soal lainnya. Misalnya bagaimana hubungannya dengan TAP nomor 25 itu, lalu dengan PP nomor 32 itu. Sebab semua TAP dan PP itu belum dicabut, kok lalu berani-beraninya pulang?! Mau nantang nih! Enak aja pulang-pulang bawa uang, padahal kami di sini mau makan aja susahnya minta ampun! Ini pikiran kami dengan berbagai reaksi itu.

Karena kami ini hanya omong-omong, bertemu lalu saling cerita dan berkelakar, maka tak ada keputusan, wong namanya saja bukan rapat! Jadi adalah wajar ada reaksi balik! Lalu di pihak lain, apakah pemerintah Belanda ini benar-benar baik, berbaik-hati dan sangat memperhatikan hak-hak azas kemanusiaan, terutama kepada kaum yang "sangat diperhatikannya ini"? Juga belum tentu begitu persis! Bukannya tidak mungkin pemerintah Belanda juga sangat berkepentingan untuk mengurangi jumlah para pendatang, tamu asing, imigrant, refugie politik, dan sebagainya itu. Bagaimanapun, kedatangan dan keberadaan mereka itu, sedikit banyaknya mempengaruhi kedaan dalam-negerinya sendiri, kebijaksanaan perpolitikannya sendiri dan juga keadaan perekonomiannya sendiri. Pemerintah bukannya tidak mungkin, sebenarnya mereka inginnya memang orang-orang itu pulanglah ke negerinya masing-masing. Tetapi demi nama baik pemerintah, agar dapat dikatakan cukup bersih, cukup fair, maka janganlah sampai mengusir mereka.

Suruh pulang baik-baik, kalau perlu diongkosi, diberi bekal. Bahkan kejadian ini ada dan terbukti, cukup banyak kasusnya. Yang berbuat kriminal, dan politik dan bertentangan dengan pemerintah, agak gampang mengurusnya, tangkap, usir, kembalikan ke negerinya sendiri! Tetapi yang "pada alim ini", nah, ini suatu urusan yang menghendaki kebijaksanaan yang berganda. Harus hati-hati, bagaimana agar mereka itu samasekali tidak merasa bahwa keberadaannya sesungguhnya tidak disenangi dan dapat mengganggu kestabilan ekonomi-sosial dan politik pemerintah.

Apakah benar bahwa semua orang-orang pendatang atau yang sudah menjadi penetap itu selalu merusak, dan membikin busuk nama pemerintah? Juga tidak benar bahkan bisa sebagian besar tidak benar. Kalau semua mereka itu diboikot, dikembalikan, dipulangkan, mau ke mana dan mau apa itu pabrik mobil Renault, dan Peugeout di Perancis itu?! Juga yang di Belanda itu pasti akan ada pengaruh buruknya kalau semua para pendatang itu pada dikeluarkan. Dua pabrik raksasa mobil di Perancis itu, sebagian besar buruhnya adalah para pendatang, walaupun sudah hidup belasan dan puluhan tahun di Perancis. Juga yang di Belanda ini, banyak sekali tenaga orang-orang Turki, Marokko dan tenaga kasaran, buruh, pekerja-kasar lainnya.

Secara gurau ada teman mengatakan, yang mengantarkan kesebelasan-sepakbola Perancis menjadi juara se Eropa dan se Dunia dulu itu, adalah kakinya orang-orang pendatang. Dua goal dari Perancis yang menjadikan Perancis juara se Eropa itu adalah kakinya orang-hitam, pendatang dari Afrika. Siapa sih Zidan itu? Dia kan turunan Aljazair, juga bekas pendatang yang walaupun sudah lama puluhan tahun di Perancis. Begitu juga Belanda, siapa sih si Gullit itu, Rijkard dan lainnya itu?

Jadi memang banyak bukti, orang-orang pendatang itu tidak selamanya selalu bikin jelek dan bikin rusak pemerintah tertentu. Tetapi juga harus kita akui, keberadaan orang-asing dan para pendatang itu, bila jumlahnya sudah keterlaluan, sudah sulit dikontrol, maka pemerintah menemui kesulitan tertentu pula. Banyak yang harus diperhitungkan buat disesuaikan dengan jalannya roda pemerintahan. Dan tampaknya pemerintah Belanda dan Perancis agak keteteran juga karena begitu banyaknya pendatang, baik yang sudah lama maupun yang masih baru. Dan yang terus dan selalu berdatangan, baik secara resmi maupun dengan cara menyelundup, menyogok, menipu, akal-akalan, dan sebagainya dengan berbagai cara.

Masih ingat kan, ada trailer, truk-besar yang membawa sejumah orang dari Tiongkok, yang begitu mau menyeberangi selat Inggeris buat ke Dover, ketahuan sejumlah 60 orang yang segera akan diselundupkan ke Inggeris. Dan dari sejumlah 60 orang itu, sudah menjadi mayat sebanyak 58 orang, dua orang masih hidup. Apa ini semua? Buat mencari kehidupan di negeri asing, di rantau. Karena di dalam trailer itu, mereka tertutup rapat sekali, jadi mati-lemas. Mungkin kepanasan, mungkin juga kedinginan, sebab trailer itu biasanya membawa daging segar yang diawetkan.

Jadi memang ada dua soal yang bertentangan. Yang satu bagaimana caranya membuat mencari jalan ke luar dari negerinya masing-masing, mencari kehidupan dan mencari tempat-baru ke luarnegeri dan tanah rantau. Ini bisa disebabkan karena ekonomi, bisa disebabkan karena politik, banyak soal. Sedangkan yang lainnya, negara tertentu itu, juga mencari jalan, bagaimana sebaiknya mengurangi atau membatasi keberadaan orang-orang yang memang sudah lama menghuni negaranya. Dan juga bagaimana mengatasi dengan mengurangi, membatasi air-mengalir berupa manusia itu jangan sampai menjadi air-bah masuk dan hidup di negaranya. Dan kita, kira-kira di mana dan berada di tempat mana pada kelakar dan omong-omong kita ini tadi? Mungkin mereka dan keadaan serta situasi yang kita obrolkan itu benar, mungkin juga itu hanyalah perkiraan kita saja, siapa tahu ya!

Paris 9 Juli 2000,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.