Bab 2
Pekerjaan : juri-deklamasi

Dalam KTP, kartu-tanda-penduduk dulu ada tercantum, pekerjaannya apa,
sebagai apa. Ini harus diisi, sebagai guru, pegawai, buruh, pedagang atau apa.
Bisa diisi dengan : pelajar atau mahasiswa. Tapi karena pekerjaan dalam
daftar isian itu, agar tampaknya tidak terlalu biasa,
sedangkan pekerjaan yang sering menyita waktu itu selalu saja minta
perhatian, maka kami isi saja dengan : juri-deklamasi. Memang pada akhir
tahun 50-an dan awal tahun 60-an, banyak sekali pemuda-pelajar,
perkumpulan, organisasi, bahkan kepartaian, yang mengadakan acara
deklamasi, atau lomba-deklamasi. Karena kebiasaan, karena sering terjadi,
beberapa teman secara gurau pernah mengusulkan, bagaimana dalam KTP kita,
dicantumkan saja pekerjaan : juri-deklamasi ini. Ketika itu antaranya Buyung Saleh. Buyung
sering sekali menjadi juri-deklamasi, dan secara kebetulan selalu saja bertemu denganku. Artinya kami
berdua, lalu ada seorang teman lagi yang lainnya, misalnya saja, yang aku
ingat Dodong Djiwapraja, juga seorang penyair yang puisinya sangat indah
dan bagus. Sebuah puisi Dodong yang dimuat dalam kumpulan GEMA TANAH-AIR
oleh HB Jassin pada tahun 49 dan awal 50-an. Aku sangat suka sekali dengan puisi
Dodong namanya Mengisi Puisi Tjik Atu. Menggambarkan seseorang yang kalau
tak punya cita-cita, bagaikan sekerat sabut terombang-ambing tak
menentu.Puisi pendek itu sangat indahnya, segar dan plastis.

Para penyair kalau menggambarkan dan mencurahkan perasaan gelora hatinya,
bila terkena tepat antara kata-kata dan makna-maksud hakekatnya, maka
sangat indah, dan orang akan selalu terkenang dan hapal
dalam hati. Selalu teringat dan lancar mengucapkannya. Terkadang kalau kita
ucapkan kata-kata yang "sangat mengena" itu, tidak usah kita katakan siapa
penciptanya, tetapi orang akan tahu, bahwa si A-lah atau si B-lah yang
melahirkan ucapan itu.
Misalnya saja, siapa yang mengatakan ucapan ini :

Sekali berarti
Sudah itu mati.

Atau : Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.

Dua sajak di atas kepunyaan Chairil Anwar, yang satunya dalam 1943,-
DIPONEGORO, sedangkan satunya lagi, SEMANGAT atau AKU,-

Malam lebaran
Bulan di atas kuburan.

Demikian kata Sitor Situmorang. Lalu pada ramai orang memperdebatkan, mana
ada bulan ketika malam lebaran, tak akan tampak karena umurnya baru
satu-dua hari saja!

Kalau mau lihat hari esok
Datanglah ke Tiongkok.

Demikian kata Buyung Saleh. Tetapi semua sajak-sajak itu seandainyapun
orang tahu dan mengenalnya,
karena sudah pernah dimuat di berbagai majalah atau suratkabar. Kalau sajak
pendek yang ini, orang tidak akan tahu, karena sangat khusus sifatnya, dan
hanya orang-orang resto INDONESIA yang tahu, sebab sajak ini khusus
ditujukan buat kami :

Aku datang
Aku makan
dan aku senang,-

Tiga rangkaian kalimat ini dari Mas Willy, Mas Rendra buat kami di Paris.
Semua kami sangat senang mengulang-ulang kalimat Mas Rendra ini.


Karena beberapa teman mengetahui "kebiasaan dan kegiatan" kami, maka
datanglah teman akrabku, Mas Bud,-Budiman-, mencariku. Dia minta agar aku
mau nolong, mau bantu dia, dan ditambahkannya :
" Kan dalam ktp-mu, pekerjaan kau kan sebagai juri-deklamasi, jadi ya
konsekwen dong!",katanya.
Sudah tentu aku mau bantu, siap menolong, sebagai juri-deklamasi, sesuai
dengan isian pekerjaan di
KTP itu. Kutanyakan siapa saja teman lainnya, dia jawab : Buyung Saleh dan
Dodong Djiwapraja,-
Mendengar dua teman itu, semakin semangat aku dibikinnya. Tetapi pada hari
yang dimaksudkan, sebe-
narnya aku punya janji dengan teman lain, hanya waktunya agak sorean
sekitar jam 17,°°. Kupikir tentu-
lah jauh sebelum itu akan selesai. Hanya aku lupa menanyakan apakah banyak
pengikutnya, yang akan lomba-deklamasi itu.

Karena "teman" maka kujawab saja, setuju dan siap membantu, menjadi
juri-deklamasi. Dan aku tahu benar bahwa Mas Bud ini juga adalah seorang
deklamator yang sangat trampil, dan volume suaranya bagus, besar menggema.
Dia pernah beberapa kali menjadi juara deklamasi pada beberapa lomba-
deklamasi. Dan dia juga seorang penyair, atau katakanlah calon penyair.
Sajaknya yang berjudul JANGAN JAMAH KUBA, sangat baik, daya agitasinya
sangat mengena, dan sajak itu bagus sekali. Tetapi dalam lomba-deklamasi
kali ini, dia tidak ikut, dan memang tidak boleh dia ikut. Sebab yang
mengadakan lomba-deklamasi ini adalah "para anak-buahnya", anak-anak IPPI.
Mas Bud kan "jenderal-nya" IPPI, tidak mungkin dia ikut. Ingat semua ini
barulah aku agak tersedar, karena lomba-deklamasi kali ini adalah buat
seluruh anggota IPPI se-Indonesia. Pastilah banyak yang ikut, dan kalau
begitu ren-
cana kami akan "terancam gagal" buat pertemuan sore hari itu. Tapi
sudahlah, sekali siap membantu,
haruslah membantu, lagi pula kan dalam ktp-ku isian pekerjaannya sebagai
juri-deklamasi, suatu pekerjaan yang tak pernah menghasilkan uang.
Paling-paling hanya dapat makan-siang atau uang-becak,
ongkos transport.

Lomba-deklamasi yang diadakan para anggota IPPI se-Indonesia itu, tempatnya
di Gedung Kesenian. Begitu aku turun dari becak dan naik ke Gedung
Kesenian, sudah bukan main ramainya anak-anak muda, para pelajar. Juga tak
lama kemudian datanglah Buyung dan Dodong. Ketika itu kucari Mas Bud,mau
menanyakan mulai jam berapa dan berapa orang pengikutnya. Melihat begini
ramainya sambutan, timbul juga pujian dalam hati, hebat sangat anak-anak
IPPI ini! Dan ketika ketemu Mas Bud, dan kami siap-siap
buat mengambil tempat-duduk buat juri, sebab beberapa menit lagi akan
dimulai karena sedapat mungkin
jangan ikut-ikutan jam-karet, tercengang dan terngagalah aku dibuatnya,
ketika dijawabnya, ada 300 peserta yang ikut lomba ini, dan mereka
berdatangan dari seluruh Indonesia!

Minta ampun, baru kali inilah menjuri-i peserta begitu banyak, 300 orang!
Ini betul-betul kerjaan gila!
Dan sudah kuputuskan dalam hati, gagallah acaraku sendiri. Tapi ya memang
harus konsekwen, sebagai
pekerjaan juri-deklamasi, tertera pula di ktp-ku, tidak lain, ya harus
dikerjakanlah dengan sebaik-baiknya.
Dan lagi pula, ini benar-benar sejarah lomba-deklamasi yang paling dahsat!
Ternyata tidak hanya aku, tapi dua teman lainnya itupun sama-sama menarik
nafas, betapa akan capek, bosan dan lelah-letihnya. Biasanya kami menjadi
juri-deklamasi,pesertanya paling banyak hanya belasan orang, atau tak akan
lebih dari 30 orang saja, nah ini tigaratus orang. Puyeng dan mabuklah kami
dibuatnya.

Kami mulai pada jam 10.00 lewat sedikit, termasuk tepat-waktu. Ada
istirahat makan-siang, lalu diterus-
kan sorenya, dan sorenya sesudah jam 17.00 juga ada istirahat lagi. Badan
dan pikiran sudah capek, rambut sudah agak kusut, wajah sudah agak kurang
jernih. Tetapi kami tetap bertahan, dan kami harus
ingat dan perhatikanlah secara solider dan setiakawan, para pelajar ini
berdatangan dari seluruh Indonesia. Ada yang dari Sumut, Jatim,
Nusatenggara, Kalbar dan lain-lain. Mereka sangat bersemangat. Pada
tahun-tahun itu memang acara deklamasi bukan main dapat sambutannya, sangat
meriah. Barangkali karena hal itu juga yang menjadikan kami mengisi ktp
dengan pekerjaan juri-deklamasi, hampir
setiap minggu ada saja pekerjaan juri-deklamasi ini. Tidak hanya di
Jakarta, tetapi kami juga dapat "pesanan" dari berbagai daerah, misalnya
dari Tanggerang, Bandung sampai Surabaya, dan Bali.

Tapi pada acara dan pekerjaan kami itu tidaklah "segila" sekarang ini. Ini
benar-benar pekerjaan "profe-
sional juri-deklamasi", dalam hati menyumpahi dirisendiri, rasain
mau-maunya jadi juri-deklamasi sampai
sampai ditulis dalam ktp. Dan mengapa harus kutulis dan kuceritakan, sebab
baru kali itulah kami harus bekerja lebih dari 12 jam-kerja sebagai
"juri-deklamasi" dan pada jam 23.00 lewat barulah acara itu usai
dan selesai, yang dimulai pada jam 10.00 pagi. Sebuah kenangan yang
sebenarnya menyegarkan, bagaimana "daya-jual" deklamasi ketika itu begitu
larisnya.
Dan hanya kenangan indah begitu yang seharusnya dikenang. Buyung sudah
meninggal,dan Mas Bud juga sudah meninggal, dan kami dulu itu suka sekali
menggoda Dodong," Dong, apa kau sudah lapor dan saluir kepada isterimu?".
Sebab Dodong adalah kapten AURI sedangkan isterinya adalah Mayor, le-bih
tinggi setingkat. Betapa indahnya kenang-kenangan kami dulu itu,-

Paris 16 April 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.