Bab 17 :
Di antara Tamu-tamu Kami

Ketika suatu pagi aku sedang bertugas di bar, satu jam menjelang service
siang, ada deringan tilpun. Dan kuangkat, mendengar suara dengan jelas.
Tetapi aku sendiri terkejut, dan minta diulangi, agar aku benar-benar paham
dan mengerti. Suara itu dari Kantor Istana Presiden Miterrand yang ketika
itu masih aktif. Dari Kantor tersebut ada berita dan permintaan apakah
resto kami bisa menerima rombongan kira-kira 20 orang untuk makan-siang
hari ini, satu dua jam lagi.

Berita inilah yang menjadikan aku terkejut dan sedikit bingung, begitu
mendadak, dan rombongan penting pula. Kalau di beberapa negara tertentu yang
akan datang makan-siang nanti adalah First-Lady, Madame Danièle Miterrand.
Madame Danièle Miterrand dengan teman-temannya begitu selesai rapat, lalu
berencana makan-siang di resto kami. Madame Danièle adalah tokoh sangat
aktif yang membawahi banyak organisasi kemanusiaan dan bekerja buat Dunia
Ketiga dan memajukan perkembangan usaha rakyat di negera tersebut. Beliau
memimpin LSM France Liberté. Aku berusaha menilpun beberapa teman untuk
datang membantu pekerjaan yang cukup mendadak ini. Juga kuminta agar Pak
Markam segera datang sebelum rombongan Kepresidenen tiba di resto.

Ini pekerjaan menyambut tamu terpenting selama kami punya resto, dan tanpa
direncanakan pula. Begitu hari itu tilpun begitu pesan tempat hanya dalam
waktu satu-dua jam, dan dengan rombongan cukup banyak pula. Artinya aku
harus memblokir tempat, sudah dalam keadaan reservation, setengah ruangan sal
bagian atas harus dianggap sudah penuh.

Dan memang seperti yang dijanjikan, rombongan itu tiba pada waktunya. Kami
sudah siap menyambut. Beberapa teman dan juga Pak Markam sudah siap dengan
pakaian agak rapi dan bersih. Pak Markam memang dikenal oleh beberapa orang
dalam rombongan itu, termasuk oleh Madame Danièle sendiri. Ketika masa-masa
kami mengurus buat mendirikan resto ini dan juga jauh sebelumnya, Pak Markam
sudah banyak berhubungan dengan banyak instansi pemerintah maupun badan
LSM. Termasuk Kantor Perdana Menteri dan Kantor Kepresidenan. Aku masih
ingat benar bagaimana kami mendatangi dan masuk Kantor Partai Sosialis. Dan
ketika itu kami diterima oleh Lionel Jospin, ini belasan tahun yang lalu, dan
kemudian kini orang tersebut sudah jadi Perdana Menteri. Ketika kami datang
dulu itu, dia adalah Sekjen Partai Sosialis.

Rombonga itu kami persilahkan duduk yang kursinya sudah kami atur
baik-baik. Tadinya kami tempatkan Mme Danièle di tengah. Tetapi rupanya
mereka mengatur sendiri dan Mme Danièle mengambil tempat secara
sembarangan, tidak ada peraturan harus begini begitu. Kami atur cara
makanannya dengan prasmanan, istilah lamanya seperti France-dinner. Makanan
di tempatkan di meja lain, tetapi bisa duduk dan makan di mana saja, sesudah
masing-masing mengambil makanan sendiri. Cara inipun sudah tentu kami
putuskan sesudah berkonsultasi dengan rombongan.

Ketika sudah siap-saji dan kami mempersilahkan Madame Danièle duluan, beliau
menolak dan mengusulkan secara ramah dan gurauan. "Seharusnya yang dekat
meja duluanlah, tampaknya akan lebih teratur, ya tidak?", katanya sambil
senyum. Dan teman rombongan itu setuju, sehingga Madame Danièle "terkena"
giliran antre biasa seperti orang kebanyakan. Dan mereka makan sambil
ngobrol tentang rapat barusan, dan tentang banyak hal, tetapi selalu tentang
Dunia Ketiga.

Madame Danièle sangat tampak kesederhanaannya. Seorang Ibu, seorang yang
trampil memimpin, selalu secara demokratis menanyakan ini itu, bagaimana
baiknya, bagaimana seharusnya menurut Anda. Sesudah makan, Madame Danièle
masuk ke dapur, dan menyalami teman-teman dapur, menyalami semua teman yang
bertugas di resto ketika itu. Mereka sangat puas merasakan masakan kami.
Makanan yang kami sajikan, pada pokoknya habis, dan kami lihat, cukup lahap
karena mungkin sesuai dengan selera rombongan itu. Itulah ketika pertama
Madame Daniele Miterrand makan di resto kami. Dan sampai kini, kami ingat
benar, sudah sebanyak 6 kali Madame Danièle dengan rombongannya makan di
resto kami. Rombongannya selalu berkisar sejumah belasan sampai 20 orang.
Biasanya sesudah mereka selesai rapat dengan France Liberté-nya.

Pengalaman kami selama ini, cukup banyak meleset dari dugaan semula. Tetapi
karena cukup banyak meleset itu, maka ada patokan kesimpulan, bahwa dugaan
semula dan sebelumnya agar jangan jadi pegangan! Ada beberapa tamu
kami, tampaknya agak sembarangan. Ada yang berkacamata hitam, padahal
malam-malam. Ada yang berpakaian agak seenaknya. Semula kami sudah
memperkirakan, wah, berabe ini, bagaimana kalau mereka ngacau dan nggak mau
bayar! Dan mereka memesan makanan yang cukup mahal, serta minuman botolan
yang lux, mahal. Mereka makan dan minum banyak sekali. Beberapa teman sudah
merasa kuatir. Tetapi dugaan kami semula ternyata tidak benar. Mereka
memang berpakaian, bertingkah agak sembarangan. Tetapi mereka cukup
sopan, tidak ada tindakan atau perilaku yang agak mengganggu. Mereka
ngobrol, tertawa, bergurau, terbahak-bahak. Resto memang tempatnya, bukannya
lalu makan dan berdiaman tenang, bukan! Dan mereka membayar sesuai dengan
harga yang ditetapkan. Dan inipun mereka lakukan, yaitu meninggalkan uang
pourboire-tips yang cukup membikin kami senyum-senyum senang!

Ada rombongan tiga-empat orang, gagah dan cakep. Berpakaian
lengkap, berjas-berdasi, pesan minuman yang mahal. Sudah tentu kami
berpikir, wah orang kaya ini. Banyak minum botolan yang mahal-mahal dan
digestif lagi, yang alkoholnya tinggi. Mereka ngobrol, bergurau, pada tertawa.
Ketika mereka minta addition, bon untuk membayar, karena sudah selesai dan
mau pulang, mereka pamitan dengan cukup sopan. Tetapi setelah mereka
pergi, dan kami periksa pembayarannya ternyata tidak cukup uangnya dan ada
cheque yang tidak ditandatangani. Mungkin lupa atau mungkin juga sengaja.
Mungkin juga ada kesalahan kami, tidak segera memeriksa ketika itu juga.
Tetapi hal begini agak kurang sopan, memeriksa
pembayaran di tengah kesibukan yang orangnya belum berdiri mau pulang.

Ada rombongan empat-lima orang, duduk mengambil tempat di ruangan sal
bawah(tanah). Mereka wanita dan pria. Mana kami mengira akan terjadi
kesalahan atau juga penipuan, tetapi ternyata mereka hanya membayar buat dua
orang, yang lainnya tidak membayar. Katakanlah agar jangan berburuk
sangka, mereka lupa. Tetapi tetap saja ada kemungkinan memang sengaja
menipu.

Ketika sedang sangat ramainya tamu, biasanya pada Jumat dan Sabtu malam, kami
sering menolak tamu, karena tak ada tempat, penuh. Umumnya ada satu
periode, hampir setiap Jumat dan Sabtu malam, kami selalu menolak tamu, karena
tak ada tempat. Ketika masa-masa begitulah, adakalanya kami "kebobolan".
Beberapa tamu, lalu meninggalkan ruangan tanpa bayar! Kami tak bisa
mengontrolnya satu demi satu, dan lagi kami bekerja berdasarkan saling
percaya, bukan dengan mata melotot atau melirik mengawasi dengan curiga.
Biarpun selalu harus teliti, dan waspada, tetapi sikap sopan dan ramah dan
baik, serta hangat, sangat menuntut kami bekerja secara demikian.

Jadi kalau memang ada niat-ingsun buat menipu kami, maka kamilah yang paling
empuk untuk ditipu! Namun demikian dapat kami katakan, selama belasan tahun
resto kami berjalan, penipuan demikian sangat sedikit. Dan menurut
penyelidikan kami, setiap restopun akan mengalami hal-hal begituan. Yang
paling harus diperhatikan, mengapa ada penipuan itu? Mungkin dirikita punya
kekurangan dan kesalahan, mungkin ada orang tidak suka akan kita, mungkin
orang benci akan kita.

Penipuan atau kelalaian orang lain maupun dirikita, pada umumnya sangat
sedikit, takkan sampai merugikan, takkan sampai sekian persen. Kelalain atau
penipuan itu umumnya, karena cheque kosong, atau tidak ditandatangani, atau
palsu, atau uangnya kurang atau "lari" meninggalkan tempat-duduk, tanpa
bayar.

Ada yang jujur dan mengharukan. Seseorang datang dan menyatakan secara
terusterang bahwa dirinya hanya punya uang sekian, dan ini, katanya sambil
memperlihatkan uangnya kepada kami yang sedang bertugas. Dengan uang
sejumah sekian, saya mau makan. Tolonglah atur dan sediakan makanan yang
seharga uang itu. Saya makan apa saja, asal tidak daging babi, katanya. Kami
katakan pada umumnya kami semua beragama Islam, dan kami tidak menjual
makanan itu. Setelah menanyakan apa saja yang kira-kira disukainya, maka
kami sediakan makanan seperti apa pesanannya semula. Menurut perhitungan
harga, sebenarnya yang kami sediakan jauh lebih mahal harganya dari uangnya
yang ada. Dan dia puas dan menyatakan sangat berterimakasih.

Ada juga seorang tamu. Kelihatannya sulit sekali menghitung uangnya, karena
mungkin recehan melulu. Dia memesan makanan. Tetapi hanya semangkuk sup
dengan sepiring nasi putih saja, lalu acar. Makanan begini sangat murah
lagipula apasih gizinya. Dan pemesanan begini sangat langka, bahkan boleh
dikatakan takkan dilakukan orang normal! Kami tanyakan mengapa memesan
dengan cara demikian. Dan pelanggan itu menjawab dengan sedikit mendekatkan
mulutnya ke telinga kami, agak pelan dan agak malu, bahwa dirinya tak punya
uang. Nah, beres kalau begitu, kata kami. Dan kepadanya kami sajikan makanan
yang ada dagingnya, yang harganya di atas uangnya yang ada. Dan pelanggan
itu sangat puas. Pelanggan ini rupanya ketika itu sedang jadi pengangguran.
Dan setelah dia mendapat pekerjaan tetap, ternyata dia tak lupa kembali
makan di resto kami. Dan dia dapat tersenyum, tertawa dan bergurau dengan
kami. Tidak lagi mendekatkan mulutnya ke telinga kami mengucapkan kata-kata
yang sangat pelan diucapkan dan agak malu-malu. Semoga pelanggan kami ini
akan terus aman tenteram dengan pekerjaan-tetapnya, jangan sampai jadi
pengangguran lagi.-


Paris 29 Maret 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.