Bab 7 :
Kerja Gila-gilaan - Satu

Setelah kami secara defenitif mengambil keputusan untuk membeli resto
MADRAS tersebut, maka kini tibalah tahap kerja gila-gilaan. Betapa banyak
pekerjaan yang harus segera ditangani. Terutama dalam bidang keuangan.
Sebab kami benar-benar tak punya uang. Tapi kami punya banyak
teman, sahabat, dan orang-orang yang bersimpati kepada kami. Kami percaya
kalaupun seandainya kami benar-benar mengharapkan bantuan kepada
mereka, tentulah mereka-pun tidak akan membiarkan kami. Karena mereka juga
tahu bahwa kami bekerja untuk kepentingan banyak teman, banyak orang dan
sahabat. Karena itu nama Resto yang bersifat koperasi ini, kami namakan
FRATERNITÉ, ini sebagai Scop, artinya Société Coopérative Ouvrière de
Production, -kami namakan Persaudaraan dengan sifatnya yang koperatif.
Tetapi nama Restonya sendiri kami namakan RESTAURANT INDONESIA. Mengapa?
Karena kami pada umumnya setiap tahun ikut aktif mendirikan stand di Pekan
Raya menjelang Musimgugur yang selalu diadakan oleh Suratkabar L'HUMANITÉ
di Paris. Pekan Raya itu adalah Pekan Raya yang paling besar di Eropa yang
diadakan selalu pada bulan September.

Di Pekan Raya itu kami mendirikan stand yang pada pokoknya menjual makanan
tipik Indonesia, barang-barang kerajinan-tangan, buku-buku, dan banyak lagi
yang memperkenalkan Indonesia. Yang paling laku yalah makanan
Indonesia, sejenis resto. Dan nama stand kami memang Restaurant Indonesia.
Dari situlah kami anggap sebagai embrio RESTAURANT INDONESIA kini.

Rumah Pak Markam sudah bagaikan kantor yang sangat sibuk. Banyak teman
"bermarkas di sana". Seseorang yang mau masuk ke dalamnya akan melalui
sebuah lorong kecil yang penuh dengan sepatu, sandal, lebih lusinan pasang!
Menandakan orangnya sedang banyak dan sibuk bekerja di kamar masing-masing
yang bertugas. Kerja begini harus cepat. Uang tidak ada, sedangkan resto
sudah di tangan, dan kalau berlama-lama tak dilunaskan, resto yang sudah
ditanganpun akan hilang! Deringan tilpun setiap menit selalu berbunyi atau
ada orang yang sedang bicara. Apa dan kepada siapa? Kami menugaskan
beberapa teman untuk mencari hubungan dan menghubungi teman-teman di Eropa
lainnya, seperti di Holland, Jerman dan Swedia, bahkan ke dan dari Cina. Apa
perkaranya? Kami minta bantuan keuangan, seberapa adanya, atau kami mau
pinjam dulu, dengan perjanjian kedua-belah pihak.

Hubungan tilpun tidak hanya kepada teman-teman di Eropa lainnya dan Cina
saja, tetapi juga teman-teman di Perancis, dan teman-teman asing yang
berbangsa lain. Ada yang menjawab yang sifatnya meragukan, karena sama-sama
tidak punya uang. Tetapi yang terbanyak jawabannya yalah, akan segera
mengirimkan uangnya, dan akan segera datang sendiri ke Paris buat membantu.
Dari hubungan tilpun yang bagaikan kantor bursa-efek ini, begitu ramainya
deringan tilpun, beberapa teman ditugaskan mendatangi beberapa kantor dan
rumah teman-teman yang sudah menyanggupi bantuan keuangan. Agar mengambil
uang yang mereka janjikan.

Keadaan kerja gila-gilaan ini sungguh sangat mengharukan kami semua.
Mengapa? Banyak sekali teman-teman itu merelakan sumbangan uangnya buat
keperluan berdirinya sebuah resto. Ada yang meminjamkan uangnya tanpa
perjanjian, hanya secara lisan saja, dengan kata-kata, pakailah dulu, nanti
kalau kalian ada untungnya boleh kembalikan, kalau tidak ya tidak
apa-apa, karena saya juga tahu kalian benar-benar bekerja untuk kepentingan
bersama. Ada yang benar-benar menyumbangkan uangnya, sumbangsih, mendermakan
bulat-bulat. Ini yang sangat mengharukan kami. Seorang teman kami orang
Perancis yang dekat kami, selalu bergaul dengan kami, namanya Gerard yang
bekerja di kantor-pajak, menyumbangkan uangnya sejumlah 15.000
francs, bukanlah jumlah yang kecil! Kami peluk beramai-ramai si Gerard Pak
Kumis itu, dan dia sangat terharu, sambil berlinang airmata. Uang
sumbangannya benar-benar kilauan dan binaran persahabatan dan kepercayaan.

Dalam pada itu banyak teman dari Holland dan Jerman juga mengirimkan
uangnya, dan ada yang datang sendiri ingin menolong membenahi secara
kerja-badan di resto kami. Tuan Morquet telah menyerahkan daftar
inventarisnya kepada kami, semua benda dan barang keperluan
dapur, sal, bar, dan sebuah kantor kecil di lantai-satu, buat kantor kami. Dan
daftar ini harus kami periksa dan cocokkan. Lalu semua alat-alat itu harus
kami bersihkan, sikat, ganti mana yang rusak. Dan ini sungguh banyak minta
tenaga-kerja. Di samping teman-teman Indonesia yang ada di Paris dan yang
datang dari Eropa lainnya, teman-teman Perancis juga banyak secara bergilir
datang ke resto kami buat membantu. Pekerjaan begitu banyaknya. Dinding
harus dicat, sarang laba-laba, kotoran yang ada dekat plafond harus
dibersihkan, dan harus pakai tangga, harus cari tangga lagi. Semua barang
keperluan dapur harus dibersihakn, dicuci dengan alat-alat produit yang
keras, kalau lama di tangan, akan melepuh dan luka.

Karena resto MADRAS dulu itu sangat tidak dirawat, maka pemilik-baru(kami)
harus banyak kerja menanggulangi dan membikinnya bagaikan baru lagi. Dan
untuk itu pekerjaan bukan main banyaknya. Kami kerja tidak pakai
jam-kerja, karena sampai tak sanggup lagi berdiri lama! Dari pagi sampai
malam menjelang larut malam. Harus mengejar waktu. Ketika itu pada minggu
pertama Desember 1982, sedangkan kami merencanakannya akan buka pada tanggal
14 Desember 1982. Sedangkan banyak wartawan dan suratkabar sudah kami
undang, termasuk televisi TF 1 dan Antenne 2 serta France 3.

Teman-teman yang bekerja itu harus makan, dan sudah sewajarnya juga harus
ada minuman, misalnya kopi atau lainnya. Untuk ini ada teman yang khusus
bertugas bertanggungjawab atas pekerjaan konsumsi. Dengan sendirinya dapur
sebenarnya sudah jalan, tetapi baru bersifat partikeliran, belum bersifat
menjual makanan. Ini sengaja kami biasakan sebelum benar-benar pada hari
H-nya. Kepada pemilik lama sudah kami bayarkan sejumlah uang yang pada
akhirnya tiga bulan sesudah itu harus lunas-tuntas! Darimana uang kami
dapat buat membayar uang persekot tersebut? Dari sumbangan banyak teman dan
pijaman-longgar banyak teman. Dan kamipun punya uang sebagai pengganti
uang-bantuan dari pengangguran. Kami dapat uang-saku dari pemerintah karena
belum mendapat pekerjaan, dan ini harus dibuktikan bahwa kami memang
benar-benar mencari pekerjaan. Jadi setiap kami melamar di sebuah
perkantoran, pertokoan, perusahaan, harus ada cap bahwa memang benar kami
pernah datang untuk melamar di kantor, perusahaan, perokoan tersebut.

Karena kami sedang mencari pekerjaan, artinya dalam status pengangguran, maka
setiap penganggur dapat sokongan 45 sampai 60 francs sehari, dan ini
diterima pada setiap bulan. Bantuan ini sampai satu dan dua
tahun, tergantung situasi kongkritnya, ada badan yang akan
memeriksanya, apakah akan diteruskan atau dikurangi jumlah
bantuannya. Nah, karena kami sudah dapat menciptakan lowongan kerja ini dan
atas kerja-usaha sendiri, dengan bukti nyata, maka kami dapat 36.000 francs
perorangnya. Sedangkan kami kaum pengangguran berjumlah beberapa orang.
Tetapi begitu menerima uang tersebut maka pemerintah sudah
berelepastangan, sebab tokh sudah ada pekerjaan, -dan ini sangat wajar. Maka
sebenarnya modal kami ya hanya itulah. Lalu setiap kami yang mendirikan
resto itu harus menyerahkan modal-dasar, setiap orang 2500 francs.
Sebenarnya modal ini hanya syarat saja, mana cukup!

Dengan terkumpulnya modal sendiri dan modal banyak teman, maka dapatlah
memenuhi perjanjian-beli, dan lalu kepemilikan baru resto tersebut menjadi
sah pemilik koperasi FRATERNITE, RESTAURANT INDONESIA.

Ada keuntungan lain karena menciptakan kesempatan atau lowongan-kerja ini.
Kami mendapat keringanan dari pemerintah, dibebaskan membayar
pajak-perusahaan selama 6 bulan! Jadi kami bebas berusaha, membuka
jualan-resto tanpa bayar pajak selama setengah tahun. Dan ini bukan main
artinya dalam bantuan kongkrit. Kalau harus membayar pajak begitu resto
buka, takkan mungkin bisa kami laksanakan. Persoalan lain banyak timbul. Kami
tidak bisa mengatasnamai resto itu atas nama kami, karena ada undang-undang
yang menyatakan sebuah resto, termasuk spesialite, patronnya, direkturnya
haruslah orang Perancis, sudah warganegara Perancis. Sedangkan kami waktu
itu belum seorangpun yang sudah berwarganegara Perancis. Apa akal? Kami
berunding lagi, rapat-mufakat lagi.

Resto ini didirikan oleh 4 orang Perancis dan 4 orang Indonesia. Dan
gagasan ini bisa diterima oleh pihak notaris dan pemerintah. Maka
selesailah sudah salah satu persoalan yang begitu banyak. Tetapi yang
menjadi direktur haruslah orang Perancis. Kami punya teman Perancis yang
sejak lama sudah mengikuti kegiatan kami di berbagai kegiatan
sosial-kultural, termasuk di stand Pekan Raya setiap tahun itu, namanya
Pascal LUTZ. Pascal sangat bersimpati kepada kami, dan selalu dekat dan
membantu kami. Maka dialah kami jadikan direktur-utamanya, sejak berdirinya
resto sampai kini, 24 Maret 1999, -

Seorang direktur-utama kalau bergaji akan menguras begitu banyak uang
resto! Dan Pascal sejak-mula pertama adalah direktur-sukarela, artinya tidak
bergaji, tetapi penuh bertanggungjawab atas resto itu. Dan pada statut resmi
kepemilikan resto, disebutkan semua jabatan dan fungsi setiap orang, dan kami
4 orang Indonesia itu disebutkan sebagai pendiri, fondateur, sejajar dengan 4
orang Perancis yang di-direktur-i Pascal LUTZ. Masih ada soal lain!
Sebuah resto spesialite, tukangmasaknya haruslah punya diploma!Mana kami
punya! Kami hanya punya kemauan dan tekad kerja keras saja, soal
diploma, apalagi diploma perhotelan, mana ada! Tokh kami tadinya dan dulunya
tak seorangpun yang bercita-cita menjadi seorang restaurateur dan ini
karena sejarah lama saja adanya! Apa akal? Kami mendatangi pengacara dan
notaris, bagaimana ini. Dapat keputusan, dibebaskan selama belum bayar pajak
itu. Tetapi begitu sudah jalan-tetap dan sudah harus bayar
pajak-perusahaan, resto harus punya chef-dapur yang punya diploma. Ini
peraturan! Dan ada lagi peraturan-umum dari pemerintah. Seseorang yang
bekerja di Perancis ini harus bergaji minimum, artinya ada peraturan
gaji-minimum, namanya SMIC, Salaire Minimum Interprofesionel Conventinne.
Semua perusahaan, perkantoran, pertokoan, restaurant, harus menuruti peraturan
gaji ini. Termasuk kami harus mematuhi peraturan ini.

Tetapi lagi-lagi kami menanyakan dan minta keringanan agar buat kami ada
perkecualiaan. Mana bisa! Tidak ada undang-undang dalam
perkecualiaan, keistimewaan! Bisa selama bebas bayarpajak itu, tetapi begitu
dinyatakan resmi sudah harus bayar pajak, maka semua peraturan harus
dituruti. Dan selama 6 bulan itu samasekali tak ada sangkutpautnya dengan
soal perkecualian atau keistimewaan, tetapi juga karena memang ada
peraturannya! Kami benar-benar mulai dai nol-zero-besar! Terlalu banyak
peraturan yang kami tidak mengerti. Semua keterpaksaan ini membuat kami
harus banyak belajar, belajar memahami peraturan dan perundang-undangan
perburuhan, perusahaan, administrasi kenegaraan, perdagangan-umum, dan
lain-lain.

Masih tetap banyak soal! Lalu siapa yang akan jadi kokinya, semua kami juga
hanya bisa masak tetapi bukannya pandai apalagi akhli. Sedangkan dihadapan
kami ini sebuah resto yang boleh dikatakan mewakili nama besar
Indonesia, ini bukan main-main

Ada akal. Kami minta seorang ibu, istri bekas dutabesar RI di suatu negara
Afrika yang ketika itu ada di Holland, datang segera mengajari kami masak!
Dan beliau mau dan sedia. Dari beliaulah kami mulai belajar masak-memasak.
Dan memang masakannya sangat enak. Dan aku baru tahu bahwa ada nama masakan
yang bernama pesmol. Padahal sebelumnya aku tak tahu apa itu barangnya yang
bernama pesmol itu! Lalu ayam-bumbu-bali, oseng-oseng, bakwan, semua nama
makanan tersbut tadinya sangat asing bagiku. Kalau hanya nama
rendang, semur, sate, gulai, termasuk rica-rica sudah kukenal sejak di
Indonesia. Sungguh banyak pengenalan baru, dan ternyata begitu banyak
hal-hal yang tadinya kita tidak tahu, dan sampai sekarang betapa banyaknya
ilmu yang kita belum tahu dan belum tergali. Semua itu haruslah melalui
banyak praktek. Sesudah kita memasuki dunia-baru itu, barulah kita
tahu, sebenarnya terlalu banyak yang kita tidak tahu!

Paris 24 Maret 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.