Prosa - Seri 3
P E G A

Pega adalah seorang gadis-muda, bahkan perawakannya kecil mungil, seakan masih anak-anak. Tetapi dia bukan lagi anak-anak, sebentar lagi akan mendewasa, sebab umurnya sama dengan cucu saya Loulou, sama-sama 12 tahun. Dia sering datang ke rumah kami di Almere. Dia berasal dari Iran. Mengapa sering datang ke rumah? Karena mereka berdua akan menghadapi pertandingan playback-show, imite, menirukan Janet Jackson menari dan menyanyi. Pada pertandingan ini diikuti seluruh sekolah setingkat SMP di Almere, dan memperebutkan bintang-pelajar dalam pertunjukan kesenian, terutama tarian dan nyanyian.

Hampir setiap sore mereka berlatih di rumah, dengan kaset-video tarian dan nyanyian Janet Jackson. Dengan gembira dan segala kelelahannya, tertawa gembira, dan mengalir keringat di wajah masing-masing, tampak pipi keduanya bagaikan tomat, memerah berseri. Ibu Loulou, anak saya, membuatkan mereka kue-kue buat sehabis berlatih nanti, lalu istirahat dan makan kudapan. Hari itu Nita membuat pisang-goreng yang kalau kami di Belitung menamainya jemput-jemput. Sebab dibuat dengan menghancurkan pisang yang sudah sangat ranum itu dicampur dengan tepung, telor dan santan. Digoreng menjadi sejumput-sejumput, agak dibulatkan, dan karena itulah namanya jemput-jemput. Saya sangat suka akan jemput-jemput itu. Dulu setengah abad yang lalu, saya sering minta buatkan kepada ibu saya. Kini cucu sayalah yang sering minta dibuatkan kepada ibunya.

"Pega", kataku, "suka kamu akan kue ini?". "Ya, enak sekali ya. Saya suka sekali. Di Iran juga ada kue ini, tapi bukan dengan pisang, dengan kentang dihancurkan", katanya.

Pega anaknya lincah, dan cantik. Bolamatanya sangat hitam, alisnya sangat lentiknya. Dan rambutnya terurai panjang sampai mendekati pinggangnya. Saya perhatikan, wanita Iran memang jarang tidak cantik. Pega selalu merasa enak dan sangat betah di rumah. Selalu dia tidak akan pulang kalau tidak dijemput tantenya atau ibunya. Nah, ketika tantenya atau ibunya menjemput Pega, bertambahlah kukuhlah pendapat saya, bahwa memang sangat jarang wanita Iran yang tidak cantik. Ketika menjemput Pega itulah, antara ibunya atau tantenya, banyak berbahasa Iran, tentu saja kami tidak mengerti. Tetapi kalau berbicara biasa, mereka akan berbahasa Belanda, dan kami mengerti. Dan begitu agaknya suara dikeraskan dengan wajah yang keras, lalu mereka bertukar dengan bahasa Iran. Kami kira, tentulah ada hal-hal yang orang lain tidak perlu tahu, sehingga mereka berbahasa ibunya.

Setelah beberapa kali Pega dijemput secara agak memaksa, karena sebenarnya Pega tidak mau pulang ke rumahnya, lalu Pega tak datang lagi ke rumah kami. Beberapa kali Loulou terpaksa latihan sendirian, sebab hari H-day-nya semakin dekat. Saya sendiri menjadi ada terasa kehilangan Pega, sebab biasanya setiap hari dia datang ke rumah, dan saya sempat omong-omong dengan Pega, tanya tentang hal-hal di Iran, misalnya jauh tidak antara kota suci Qoum dengan Taheran. Dan Pega bisa menjawabnya secara baik dan benar.

"Loulou", kataku pada suatu hari. "Kenapa Pega tidak datang lagi?". "Akh, dia banyak soal dengan keluarganya". "Dia yang banyak soal"? "Bukan dia yang banyak soal, tapi keluarganya yang banyak soal, lalu dia yang menderita", kata Loulou memperbaiki ucapannya. Ketika kutanyakan soal apa, Loulou tampak sangat menahan perasaan. "Soal ibunya...........", kata Loulou. Dan lalu Loulou tidak meneruskan, dan tiba-tiba saja masuk kamar dan saya dengar isak-tangis Loulou. Kelihatannya sangat bersedih, dan saya tidak lagi bertanya. Soal perasaan setiakawan antara keduanya, anak-anak muda remaja itu sangat kuat, dan sangat dekat. Tidak bisa lain, sayapun menjadi penasaran mengapa terjadi hal-hal yang dulunya begitu baik suasananya, tapi kini sangat menyedihkan. Loulou tentulah akan bercerita kepada mamanya, dan saya tentulah akan lebih mau tahu, dan kepada mama Loulou-lah tempat bertanya.

Ternyata ada perubahan yang begitu menggoncangkan dalam kehidupan keluarga itu. Keluarga ini keluarga broken. Ayahnyalah yang mula-mula meninggalkan ibunya bersama Pega. Jatuh cinta kepada seorang wanita di tempatnya bekerja, dan dengan mudah serta enaknya, dia meninggalkan rumah keluarganya. Lalu mereka hanya tinggal bertiga, ibu Pega, tantenya dan Pega. Ibu Pega juga beberapa bulan antaranya, juga jatuh cinta kepada seorang pria asal setempat. Bercintalah mereka dengan asyiknya. Tentu saja, artinya kehidupan yang dulu baik, aman-tenteram, lalu menjadi neraka di rumah. Pega sering sendirian ditinggalkan ibunya, sedangkan tantenya yang masih muda cantik lagi, tidaklah menjadi soal benar apabila memang dia sering bepergian dengan teman-dekatnya atau calon suaminya. Dan Pega sering-sering sendirian di rumah, dan juga sering menangis. Dia kehilangan kasihsayang ayahnya, lalu kehilangan kasihsayang ibunya. Masing-masing tenggelam dalam alam percintaan. Dan sejak itulah Pega sangat tidak suka berada di rumah yang sudah menjadi tempat bersedih dan kedukaan itu. Dan itulah pulalah dulu itu, Pega merasa sangat betah kalau di rumah dan tidak mau pulang kalau tak dijemput. Tetapi ketika itu Pega belum mau bercerita kepada Loulou dan siapapun.

Perubahan kemajuan atau perubahan apapun begitu mendatangkan strata sosial dan adat-budaya yang juga berubah. Tadinya ibu dan tante Pega masih memakai cadar, berkudung sebagaimana biasa wanita Iran yang masih memegang teguh adat negerinya. Tetapi begitu bersayap-bebas, lalu bagaikan burung terbang ke mana-mana, maka cadar atau setengah mukenah itu, ditanggalkan. Lalu, akh.......... sudah mulai merokok, bergaya hidup modern, bukan lagi seperti wanita Iran yang masih tradisional. Dan rumahtangga yang dulu aman-sentosa, kini berpecahan, berantakan, dan Pega yang paling menderita.

"Di mana Pega sekarang Loulou", kataku suatu hari. Lama Loulou tidak menjawab dan diam merenung dalam. Lalu ibunya mendatangi saya, dan Loulou masuk kamar lagi dan terdengar isaktangisnya. Ibu Loulou menceritakan kepada saya, bahwa Pega sementara ini di antar ke rumah anak-anak yang punya soal. Misalnya karena orangtuanya sering memukul anak, atau anak itu dibiarkan terlantar tak keruan, dan soal-soal psikologis lainnya. Sejak itulah kami semua merasa kehilangan Pega, terlebih Loulou yang sangat dekat dengannya, disamping satu kelas sekolahnya, juga banyak hal persamaan antara keduanya. Karena punya persoalan yang begitu berat dan menyedihkan, Pega tidak bersekolah lagi sementara ini. Dan kami tidak mendengar perihal ibunya dan tantenya. Tetapi Nita berusaha mencari keterangan, di mana keluarga mereka tercerai-berainya. Yang penting kami ingin mengetahui Pega secara jelas, tetapi juga lebih dari itu belum dapat ditentukan karena persoalannya sudah menjadi persoalan sosial-negara.

Ketika hari pertandingan pertunjukan dimulai, dan hasil terakhir dari Dewan Juri menyatakan bahwa tarian-nyanyian Janet Jackson, yang dibawakan secara tunggal oleh Loulou mendapat hadiah pertama buat seluruh sekolah di Almere, Loulou masih sempat sangat gembira di lingkungan teman-temannya. Tetapi segera setelah itu dia sangat bersedih, dan seperti biasa Loulou tidak bisa menyembuyikan perasaannya yang mendalam kepada teman akrabnya Pega. Tetapi semua teman Loulou juga tahu, kesedihan Loulou adalah kesedihan seorang teman yang sangat akrab. Loulou tadinya ingin benar berbagi bahagia, dengan membawakan piala kemenangan itu buat disimpan berdua Pega, tetapi entah di mana Pega ketika itu, tak ada di antara mereka yang tahu. Beberapa teman Pega dan Loulou sekelas dan kelas lainnya, pada malam itu benar-benar merasa kehilangan Pega, gadis-kecil-cantik yang sangat baik itu. Perubahan yang begitu menggoncangkan kehidupan keluarga Pega merambat menjadi kesedihan bersama antara teman-teman Pega baik di sekolahnya maupun di lingkungan keluarga lainnya. Sampai kini kami tidak tahu di mana Pega, tapi kami sangat menyayangi Pega,-

Paris 22 Oktober 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.