Prosa - Seri 1
K E T A H U A N

Orang dari satu rumpun keluarga menghadapi nasib kehidupan lain-lain. Kata orang banyak, sudah begitu suratan nasibnya. Segala sesuatunya itu sudah disuratkan di tangan, di kehidupan orang per orang. Juga keluarga Martini dan Martina itu. Martina mbaknya yang bersuamikan Mas Prapto, kelihatannya biasa-biasa saja. Pegawai Pertamina, mungkin kelas atas mungkin kelas menengah-atas atau bahkan pegawai yang selalu di kehidupan basah. Tampaknya tidak kaya benar, tetapi jauh dari miskin, seperti kehidupan Martini dan Masnya Hendra.

Adik-kakak Martini dan Martina bagaikan berbalikan nasibnya. Martini hanya mengharapkan gaji Mas Hendra dari guru SD Petojo itu saja. Mana cukup! Mau ngobyek seperti orang-orang itu, tak ada lahannya, tak ada modal, tak ada dua-enam dan tujuh, re l a si-, hubungan "baik dan akrabnya". Paling-paling menumpangkan jualan kue-kue di warung tetangga, itupun hanya sekedar tambahan yang tak bisa mengubah kehidupan secara berderajat. Tapi hubungan baik antara keluarga tampaknya tak ada pengaruhnya akan bisa barangkan sedikit mengubah nasib-susah guru SD sekeluarga itu. Baik sih baik, ramah sih ramah, keluarga sih keluarga, tapi kehidupan masing-masing sudah tertata-rapi, begitulah adanya. Misalnya saja ketika si adik, Martini dan Mas Hendra bertandang-kekeluargaan ke rumah mbak Martini-Mas Prapto, keluarga itu selalu saja "membekali" dengan sedikit beras bahkan adakalanya uang walaupun hanya 10.000 rupiah, sebagai tanda keeratan keluarga.

Tapi pernah suatu kali mas Hendra sangat memerlukan uang dan berusaha meminjam kepada iparnya Mas Prapto. Melalui isterinya Martini agar bisa diusahakan oleh mbaknya Martina, agar bagaimanalah Mas Prapto dapat menolong meminjami uang yang jumlahnya mungkin tak begitu berarti bagi Mas Prapto. Apa sih hanya jumlah 150.000 rupiah buat pegawai-basah staf Pertamina? Walaupun jumlah sebegitu hampir setengah gaji satu bulan buat Mas Hendra sebagai guru SD.

Dan "malang" nasib Mas Hendra sekeluarga, Mas Prapto katanya benar-benar sedang kering waktu itu. Tentu saja Mas Hendra tidak lalu sakit hati dan kecewa besar. Bagaimanapun dia mengerti, yang namanya orang, kan tidak selalu ada pada "posisi siap beri, siap meminjamkan" apalagi hanya kepada seorang guru SD. Hubungan baik, hubungan keluarga ya baik ya keluarga, jangan dicampurkan dengan berbagai rasa kecewa walaupun hanya seujung rambut, begitulah pikir Mas Hendra. Dan ini juga ditanamkannya kepada isterinya Martini, dan Martini merasa sangat berbahagia punya suami yang walaupun pegawai rendah, guru SD, tetapi penuh tawakkal, padahal dalam hati Martini, mas Hendra kan bukannya haji, bukannya orang yang sangat taat agama, tokh begitu baik hatinya. Dan keluarga itu sangat bahagia dengan kesederhanaan dan kejujurannya walaupun cukup sempit kehidupan perekonomiannya. Ternyata, kata hati baik Martini maupun Mas Hendra, tidak menaruh dendam, tidak menanggung beban kebencian, adalah keringanan kehidupan dalam masa-masa krisnom dan krismon ini. Kata orang kampung, apa sih arti kekayaan dan kecukupan itu?! Banyak ya habis, sedikit ya cukuplah,- maka akan tenanglah kamu dengan pandangan hidup ini.

Yang sering datang tentu saja keluarga Martini mendatangi kakaknya yang punya rumah gedung, bermobil merci, punya tiga pembantu. Sedangkan Martina sangat jarang ke rumah adiknya. Tetapi setelah menghadapi hari lebaran, berhubung ketiga pembantunya semua pada pulang kampung, maka sangat terasalah betapa berat mengerjakan pekerjaan-rumah-tangga itu. Dan Martina berpesan kepada adiknya, agar sering-sering ke rumah, kalau bisa membantu beban pekerjaan kakaknya. Tentu saja Martini siap-sedia dan dengan rela akan membantu pekerjaan-rumahtangga kakaknya.

Ketika siang itu Martini datang ke rumah kakaknya, didapatinya kakaknya sedang senggugukan menangis, dan begitu melihat adiknya Martini datang karena memang dipesankannya, segera saja Martina memeluk erat adiknya dan menangis sejadi-jadinya. Martini tidak mengerti ada apa, mengapa. Dia heran, ada apa yang terjadi. Dia hanya memeluk kakaknya dan berupaya membujuknya agar mengatakan apa yang telah terjadi. Apa karena terlalu capek bekerja, atau ada kejadian yang sangat menyedihkan?

"Ni, cobalah, siapa yang takkan marah dan sangat sedih, baru saja kutinggalkan satu hari, baru saja para pembantu pulang kampung tiga hari ini, rumah sudah dibobol maling! Dibobol maling, habislah, habis! Mau bilang apa aku nanti kepada Mas Prapto!",- "Kan mbak tidak meninggalkan rumah sampai menginap kan?". "Ya itulah, aku hanya pergi pagi pulang malam, tapi kok bisa-bisanya para maling itu begitu tahu waktuku", kata Martina masih agak senggugukan menahan tangis. "Lalu banyak yang hilang mbak?", kata si adik sambil mau tahu. "Ya Allah Ni, kamu tahu, bukan hanya uang dan perhiasan yang sudah kukumpulkan bertahun-tahun buat dijual, tapi juga jam-tangan berlapis emas ada 12 dan jam cartier Swiss-Prancis buatan tangan pula, satunya saja ada yang seharga 100 juta rupiah, dan kok tega-teganya, surat pemilikan-tanah seluas 30 hektar itupun buat apa mereka curi!! Buat apa!! Gelang emas-ular yang 24 karat 20 gram itupun juga ludas dibawa maling! Dollar yang begitu kutunggu buat dilepas ketika harganya tinggi, kini habislah, habis Ni, habis sudah".

"Sudahlah mbak, habis mau apa, nanti juga bisa dicari lagi", kata Martini tak ada kekuatan-bujuknya, dan seakan asal ngomong saja. "Yang penting asal mbak selamat dan sehat saja, harta kan bisa dicari lagi", Martini tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan kata-katanya dalam keadaan begini.

Hari itu Martini tidak pulang, dia bermalam di rumah kakaknya. Kakaknya sedang dalam keadaan sangat sedih dan rasa kehilangan yang begitu banyak dan mengagetkan. Dalam hatinya, bukan main banyak barang yang berharga yang hilang, dan barulah kini ketahuan, betapa kayanya kakaknya dan Mas Prapto ini. Sesudah hilang barulah ketahuan betapa harta-benda itu mau ngomong setelah berada di tangan orang lain. Sedangkan dirinya dan Mas Hendra tak mungkin akan kehilangan begitu banyak, karena memang tak pernah punya apa-apa. Dollar, perhiasan, rupiah dan tanah, tanah, sekali lagi : tanah! Tanah itu yang paling wah, walaupun punya kesulitan berganda buat mencairkannya nanti, sebab ada masalah tandatangan, saksi, dan hukum. Tapi semua itupun bisa diatur, semua mungkin,-

Paris 11 September 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.