Bab 33 :
(Seri Pramoedya Ananta Toer - Habis - Selesai)

Pada pertemuan di Balai Pengarang Prancis di Paris, peserta sidang agak terkejut dan heran mendengar cerita yang dikatakan Sitor Situmorang. Ketika dia bertanya kepada beberapa mahasiswa Indonesia jusrusan Bahasa dan Sastra Indonesia, buku apa saja karya Pram yang sudah dibacanya? Seorang mahasiswa menjawab, dia samasekali tidak pernah membaca karya Pram dan lagi tak kenal siapa itu Pram, demikian katanya. Ini jawaban mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia di Jakarta. Mendengar jawaban ini para peserta sidang ketika itu pada berlihatan satu sama lain, heran dan terkejut. Tetapi setelah Sitor menceritakan lebih lanjut bagaimana "akhir cerita itu", barulah pada mengerti, Ooo itu tokh persoalannya.

Ketika masa garang-garangnya, kejam-kejamnya Orba-Suharto, semua karya Pram dilarang. Dilarang diterbitkan, dilarang dibaca dan dilarang menyimpan buku-buku Pram, apalagi mengedarkan dan mempropagandakannya! Beberapa orang terkena hukuman karenanya. Ada yang membaca dan mendiskusikan karya Pram, dan orang ini ditangkap dipenjara selama 8 tahun! Apa salahnya? Karena menyimpan, membaca dan mendiskusikan karya Pram! Dan orang-orang itu sampai kini masih hidup dan telah pula menjalani beberapa tahun kehidupan di penjara karena karya Pram itu. Nah, mahasiswa itu sudah tentu terkena dampaknya. Kalau mau lulus dari kuliahnya, kalau mau hidup "aman tentram" apa salahnya katakan saja tidak tahu dan tidak kenal karya Pram dan tak tahu siapa itu Pram. Dan kebanyakan orang, sangat memerlukan "rasa aman dan tentram ini", dan hal itu bukan salahnya, tetap normal-normal saja. Lagi pula ingat, di sana sini selalu banyak intel yang akan melaporkan apa saja yang bisa dilaporkan demi uang masuk!

Maka ruangan sidang yang tadi ramai bergalau, lalu mengerti mengapa ada jawaban demikian. Dalam banyak pertemuan, Pram selalu membawa persoalan yang sifatnya mengajak berpikir, yang sifatnya mengandung nilai sejarah. Misalnya soal nama INDONESIA. Dia lebih cenderung dengan nama asalmula nama kepulauan, yaitu NUSANTARA. Artinya Antara Pulau-pulau. INDONESIA adalah kepulauan India, nama asalnya adalah India, Indos-Nesos. Jadi menurut Pram, kita ini sudah salah kaprah, sudah malas berpikir, sudah malas bekerja buat memperbaiki. Lalu bisa juga dengan nama DIPANTARA. Dipantara adalah Antara Benteng. Dulu kerajaan Singosari yang mula-mula membuat benteng pertahanan negara kekuasaannya. Dan Kerajaan Singosari adalah kerajaan yang mula-mula berhubungan dengan luarnegeri secara "hubungan diplomatik" gaya dulu. Makanya ada kepentingan buat membangun benteng-benteng pertahanan. Jadi ada dua nama yang cenderung diusulkannya : NUSANTARA atau DIPANTARA. Karena orang banyak menggunakan nama INDONESIA, tak ada salahnya diapun terkadang turut sealiran kalau tak mau keterasingan!

Lalu tentang Negara Maritim. Menurut Pram, negara Imperium Maritim terbesar pada abad-abad yang lalu adalah yang dibangun VOC di Batavia pada abad ke 17 - 18. Keadaan tatanan kenegaraan lalu berubah adalah ketika VOC bangkrut, maka mulailah berdominasi Angkatan Darat ( Belanda ), lalu diteruskan dengan RI sampai sekarang ini. Sebuah Negara Kepulauan seperti Indonesia - Nusantara ini, sudah semestinya dan sewajarnyalah kalau tatanan kenegaraan adalah Maritim, termasuk Angkatan Laut yang seharusnya kuat dan kukuh. Tetapi ini, RI, dari dulu tetap saja yang paling berkuasa, berdominasi dan berhegemoni adalah Angkatan Darat. Sedangkan Angkatan lainnya hanya sebagai embel-embel dan cenderung dianak-tirikan, baik Angkatan Laut, apalagi Angkatan Udara-nya. Kita habis-habisan, mati-matian dan gontok-gontokan, pada berbenturan, kejatuhan dan kemiskinan serta kebodohan, bukan main banyaknya andil yang diberikan Angkatan Darat ini!

Ada yang menanyakan, mengapa Pak Pram masuk PRD dan menyokong PRD? Pram banyak menjawab, dia menyukai dan bersimpati banyak kepada PRD karena orang-orang muda ini sangat berani, berani melawan, berani mengatakan tidak, dan berani masuk penjara dan berani mati demi perjuangan merebut demokrasi, keadilan dan kejujuran. Dan perjuangan mereka sangat berhari depan. Sekarang ini menurut Pram yang paling pokok yalah diperlukan keberanian, keberanian yang menyeluruh, termasuk berani mengakui kesalahan diri sendiri, berani mengoreksi dan berani mengakui kebenaran pihak lain kalau memang sudah teruji benar. Seandainya PRD ini tahu-tahu atau lama-lama berubah dari yang dilihatnya sekarang ini, maka Pram tidak ragu-ragu akan berpihak kepada yang lebih muda lagi, mungkin kepada adik-adik dan angkatan sesudah PRD yang lama-lama bisa tidak muda lagi! Kata Pram, orang yang selalu ketakutan akan semua perjuangan ini adalah bagaikan ternak, hanya tahu makan dan bernyawa saja adanya. Dalam soal ini, Pram bukan main-main!

Pram adalah orang pertama dan satu-satunya yang kita tahu, dengan berani melawan penguasa sejak dulu sekali. Ketika dia diminta melapor ke penguasa setempat, militer yang mengawasi para tapol, Pram menolak keras, tidak mau melapor. Dan ketika Jaksa Agung minta agar Pram menghadap, Pram dengan "gila dan beraninya" berkata, dia atau saya yang perlu, kalau dia yang perlu saya, dia harus datang kepada saya! Dan jawaban ini benar-benar dia laksanakan, Pram tidak mau datang menghadap!

Keberanian atau mungkin "kenekadan" Pram sudah amat dikenal masarakat luas. Tetapi dipihak lain, masarakat luaspun mengetahui penderitaan dan penyiksaan pada Pram memang sudah keterlaluan. Tampaknya sangat sesuai dengan semua isi karyanya yang menceritakan tentang penyiksaan, penderitaan tetapi juga tentang keberanian. Dalam semua karya Pram, selalu saja isinya tentang revolusi, tentang perlawanan, keberanian manusia. Ketika pada satu saat banyak teman yang agak "down" di Pulau Buru, karena ketika itu banyak pembunuhan gelap dan kekejaman yang dilakukan militer, maka Pram dengan sedar menceritakan bagaimana seorang perempuan saja begitu ulet, militan, pantang menyerah. Tokoh itu adalah tokoh NYI ONTOSOROH! Dan sampai kini tokoh wanita ulet, militan , dalam karyanya itu selalu jadi pedoman banyak orang. Dan tokoh ONTOSOROH itu selalu saja ada di mana-mana, bisa dilihat dan disaksikan. Tokoh itu sebenarnya hidup dan eksis, hanya siapakah dia? Dia akan muncul di mana dan kapan saja, karena tokoh yang begini memang sangat diperlukan.

Cerita-cerita dari Pulau Buru yang kita baca selama ini, adalah cerita lisan kepada banyak teman-temannya ketika di Pulau Buru itu. Cerita ini lalu beredar, dari mulut ke mulut, dari stensilan ke stensilan, lalu menjadi yang seperti sekarang ini, tetralogi. Karya besar, epos Pram adalah ARUS BALIK. Tetapi masih ada lagi yang belum terbit dan akan segera terbit, dua novelnya, yang mengandung sejarah : KEN AROK dan MANGIR, semuanya yang mengandung nilai sejarah, yang memang ada dan tertulis dalam sejarah dan akan lebih bagus dan menarik bila dibalut, dihias, dan ditatani dengan seni-sastra, yang, apalagi kalau penulisnya Pram.

Ketika pertemuan terakhir sebelum mudik ke Jakarta keesokan harinya, pada tanggal 3 Juli dulu itu, kutanyakan, apakah sangat capek dengan tiga bulan terus-menerus penuh acara begitu, Pram menjawab, bukannya hanya capek dan lelah, tetapi "sudah habis dan habis-habisan", katanya dengan tertawa. Sungguh ketika itu dia dan rombongannya sangat merasa senang dan bahagia berada di tengah teman-teman lamanya. Dan Mimi bertanya kepadaku " kapan lagi kau pulang, bron?". "Bukannya pulang Mi, tapi kapan datang lagi ke Jakarta. Karena kami masih tetap dilarang pulang, tapi hanya boleh datang saja, buat keperluan sebagai turis saja". Dan Mimi senyum penuh mengerti. Duduk bertiga berdekatan begini, dengan Pram dan Mimi, ketika tahun 1954 dulu itu, di mana pasangan ini masih muda dan penuh semangat cinta dan kasih sayang. Kini cucunya sudah limabelas! Aku "baru" empat! Salam hangat buat kalian berdua dan seisi keluarga di rumah di Jakarta,-

Cerita Dari Tanah Pengasingan
Habis/Selesai, sampai nomor 33 dengan Seri Pramoedya Ananta Toer.-
Paris 9 Juli 1999,-

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.