Sekali perubahan-goncangan di tanahir bergolak, sekali serangan wawancara bertubi-tubi
mencari sasaran. Dan selama ini sudah berkali-kali perubahan-goncangan itu timbul,
menyembul ke permukaan. Dulu ada persolan pelepasan para tapol, termasuk tapol
PKI, apakah akan dibebaskan atau tidak. Lalu yang terakhir ini, ternyata tapol
PKI dibebaskan sesudah puluhan tahun meringkuk di berbagai penjara tanpa diadili
dan tanpa pemeriksaan pengadilan. Lalu timbul persoalan "pelurusan sejarah",
dan adanya organisasi yang secara khusus mau menyelidiki dan memeriksa para
korban Gula Tigapulu Sekilo/PKI itu, berapa sebenarnya angka mendekati kepastiannya.
Di mana saja dikuburkan, dibantai dulu itu, dan bagaimana cara penyiksaannya
dulu itu. Adanya organisasi ini menyebabkan banyak timbul reaksi berdatangan.
"Keadaan yang dulu itu sudah agak mantap-tenteram, lalu bergejolak lagi", barangkali
peristiwa ini akan adanya pertanda "kebangkitan PKI". Lalu jenderal besar Nasution
bicara, dan keluarga serta anak-anak jenderal Yani datang ke Suharto, dan sepertinya
bikin keterangan pers bahwa ayahnya bukanlah dibiarkan-bunuh oleh Suharto. Maka
bergejolak lagi yang diametral bertentangan, bukannya kebangkitan PKI tetapi
kebangkitan anti-PKI dan mengalihkan sasaran yang sebenarnya sudah hampir mantap.
Apa sasaran itu?
Sebenarnya bukankah masih tetap reformasi total, dan seharusnya gugatan atas
kejahatan Suharto? Malah sasaran itu tetap dibengkokkan, bukannya kejahatan
politiknya, pembunuhan berjuta rakyat, kudeta merangkaknya, tetapi malah masih
itu itu saja, soal KKN-nya, yang takkan habis-habisnya dan takkan mungkin bisa
mengadili Suharto selagi semua aparatnya itu adalah bekas anak-buah dan anak-asuhannya,
dan kroninya yang agak tersembunyi! Betapa lihaynya "pengalihan sasaran" dengan
cara demikian.
Dan diuber lagilah orang-orang yang dituduh dan disangka PKI serta orang-orang kiri yang dianggap PKI atau "bawahannya, organisasi mantelnya". Cara penguberan ada bermacam-macam, ada cara dalam negeri dan ada cara luarnegeri. Cara luarnegeri, dikirimlah para wartawan, reporter, termasuk wartawan dan reporter benaran, asli, tetapi juga bukan mustahil bisa dirangkap menjadi informan atau embrio intel, atau bahkan intelnya sendiri. Maka diuberlah orang-orang yang dituduh atau disangka atau para keluarga orang-orang PKI ini. Mereka menyiapkan suatu wawancara, pertanyaan, desakan pertanyaan dan menjuruskan suatu pertanyaan agar kalau dapat sesuai dengan rekayasa atasannya. Bisa dari harian atau majalah itu, bisa juga memang "pesanan" dari "yang berwajib dan berwewenang, penguasa". Lalu sibuklah menilpun, mencari orang-orang yang sudah masuk sasaran wawancara ini. Bisa dicari di Holland, bisa dicari di Jerman dan bisa dicari di Perancis, atau di mana saja. Dan kebetulan aku selalu saja "kena sasaran wawancara" ini sejak tahunan lalu, sudah mentradisi ditanyai segala rupa urusan yang aku sebenarnya tak tahu, tak turut dan tak paham soalnya!
Tapi aku selalu paham akan timbulnya perkara ini, kenapa mereka mencari aku, kenapa aku jadi sasaran wawancara, dan sebenarnya apa yang mereka maui, kehendaki dariku. Mereka dengan latarbelakang pikiran berdasarkan "pesanan" dan "agar sesuai dengan rekayasa dari pusatnya tadi", "berusaha keras" agar aku "mau menjawab" yang kira-kira sama dengan pikiran dan rekayasa mereka. Dan aku sendiri sebenarnya "dididik sendiri" oleh mereka dengan pandangan terbalik tentunya. Kepada wartawan dan jurnalis serta reporter muda yang sangat gairah serta sebenarnya murni ini, bahkan aku bersimpati kepada mereka. Karena pada pokoknya sebenarnya mereka mau tahu, mau dengan jelas memahami apa sih sebenarnya yang dikatakan G30S/PKI itu, dan apa sih sebenarnya komunis itu? Tetapi bukankah mereka ini dalam "sedang bertugas" atas suruhan dan tugas-kerja mereka sehari-hari? Karenanya mereka sendiripun yang pertama dan utama menyelesaikan tugas itu dulu, yaitu, menanyai dan mewawancarai sasaran, dan itu adalah aku di antaranya!
Kukatakan pada mereka, kenapa banyak sekali orang tak mau diwawancarai, menjauhi wartawan dan jurnalis, reporter. Sebab banyak sekali terjadi "pemalsuan atau pembengkokan" antara yang ditanyakan dan yang dijawab, tetapi begitu muncul dalam suratkabar dan majalah, malah samasekali lain! Tak ada dalam pertanyaan dan jawaban, sangat menyimpang dan dikarang sendiri. Tentu saja yang diwawancarai sangat kecewa dan marah, dan pada akhirnya takkan mau lagi dia diwawancarai siapapun, tobatlah sudah! Hal ini kukatakan kepada wartawan, jurnalis dan reporter "tukang-tukang buru" orang-orang yang dianggap PKI itu.
Bukanlah sederhana, ada wartawan mewawancarai dengan cara tilpunan jarak jauh, Jakarta - Paris! Ini mahal, dan ini tidak sederhana, tidak memenuhi kehendak dan usulnya. Namun demikian, aku masih tetap saja sedia memenuhi "kehendak" wartawan itu, dengan mengatakan "saya mau lihat dan mau tahu, apakah benar-benar komitmen perjanjian yang tak tertulis di antara kita itu berjalan jujur atau tidak",- dan sukurlah ada dua tabloid dan majalah yang sudah kuperiksa dan kuteliti. Dan ternyata mereka masih dalam kategori cukup jujur, sebab semua yang kukatakan memang ada di dalamnya, tak kulihat penyelewengan yang miring sangat!
Pertanyaan klasik dan tradisional, dari dulu sampai kini.
"Berapa yang bapak tahu anggota PKI di luarnegeri?"
"Mana saya tahu, dan saya tak pernah tahu, dan saya juga tak pernah hitung,
dan tak ada pikiran dan perhatian ke sana".
"Bapak kalau ke Eropa lainnya, tentunya berhubungan dong dengan orang-orang
PKI di Holland misalnya. Atau dengan sel-sel barunya? Bagaimana pandangan mereka
terhadap kebangkitan PKI baru-baru ini? Apakah mereka bersemangat juga dan bergembira?"
"Nah, pertanyaan ini yang sebenarnya yang Saudara inginkan jawabannya secara
gamblang, kan? Okeylah", kataku. Dan tampak airmuka yang menanyaiku sangat bersemangat
dan menunggu tak sabaran, mungkin dalam hatinya, nah, ini baru, kena juga akhirnya!
"Saya kalau ke Holland itu sibuk mencari barang-barang keperluan resto kami.
Saya cari kecap-manis, daun-salam, kencur-bubuk yang asli, kemiri, dan kapulaga
buat gulai-kambing. Kami tak ada dan tak punya hubungan seperti yang Saudara
perkirakan itu. Ketahuilah yang membangkitkan PKI itu justru dari golongan Saudaralah,
atau pemerintah yang sekarang ini. Merekalah yang membangkitkan PKI. Orang-orang
yang dituduh PKI itu sendiri tak pernah openan (perduli ), malah pemerintah
dan penguasalah serta aparatnya yang sibuk membangkitkan PKI. Inilah yang saya
lihat sejak dulu bertahun-tahun lalu.
Nama PKI sendiri, atau istilah itu sendiri, sudah sangat lama tak teringat dan
tak ada dalam percakapan apapun di antara kami, malah belakangan ini, penguasa
dan aparat pemerintahlah yang menguar-uarkannya. Dari para jenderalnya sampai
Habibinya bicara tentang bangkitnya PKI. Tampaknya pengalihan sasaran, kembali
seperti tradisi kuno dulu itu, PKI selalu dikambinghitamkan, dan sasaran pokok
perjuangan demokrasi dan reformasi dapat dialihkan ke anti PKI. Dan cara inilah
sebenarnya yang sangat dikejar dan dipegang teguh oleh pemerintah", kataku.
Tampaknya sang pewawancara tak puas dan tak berhasil mendapatkan jatah. Namun demikian aku samasekali tidak membenci wartawan-jurnalis-reporter muda yang haus akan kejujuran ini. Tetapi aku mengerti, posisinya memang sangat sulit. Kalau benar-benar mau jujur, tak kena bekerja di lapangan ini. Dan kalau terlepas pekerjaan ini, lalu mau makan apa, akan kerja di mana?! Perkara ini bukannya sederhana.
"Berapa orang PKI yang bapak tahu di Paris ini?"
"Saya tak pernah tahu berapa orang. Dan saya tak pernah hitung, dan tak pernah
tertarik buat mengetahuinya. Kami lebih sibuk bagaimana mempertahankan kehidupan
yang begini sulit, agar jangan sampai menganggur, resto bangkrut, nah, kalau
hal ini sampai terjadi tamatlah riwayat kami secara keseluruhannya. Ini yang
lebih banyak menyita pikiran saya dan kami. Saya kira pemerintah dan penguasa
serta aparat intel pasti lebih tahu daripada kami sendiri! Walapun tahunya itu
belum tentu benar dan dapat dipercayai".
"Bapak gembira tapol PKI dibebaskan itu"?
"Tentu gembira, sebenarnya sudah sejak lama seharusnya sudah dibebaskan. Juga
bebaskan dong Budiman Sujatmiko itu, juga Xanana, dan yang lainnya yang masih
meringkuk".
"Bapak anggota PRD?"
"Untuk menuntut agar Budiman dan Xanana dibebaskan tak perlu harus anggota PRD,
dan anggota Fretilin dan Falantil, ya kan, setuju nggak?", kataku. Dia tertawa
merasa lucu.
"Bapak nanti memilih partai mana, kalau saya boleh tahu."
"Saya tidak punya hak memilih, karena saya orang asing, jadi bukannya tidak
mau".
"Kalau sekiranya bisa dan ada kesempatan, partai mana yang bapak pilih?"
"Saya tidak tahu dan tidak obyektif dengan berandai-andai begitu. Harus tahu
keadaan kongkritnya, situasi kongkritnya, barulah menentukan pilihan". "Atau
barangkali PDI Perjuangan-Megawati, atau bahkan PRD?"
"Itukan kata sampeyan, saya tidak berkata begitu, harus jelas, jangan ngaranglah.
Tapi agar sampeyan tahu dan mau ada dan jadi bahan tulisan, okeylah. Saya anjurkan
pilihlah partai yang benar-benar dekat dan memperhatikan nasib rakyat kecil,
itulah pesan saya".
"Maksudnya kan PRD atau PDI Perjuangan?" "Nah, sampeyan sudah berkampanye secara
terang-terangan. Saya tidak pernah menyebut nama partai dan golongan. Yang saya
sebut yalah pilihlah partai yang benar-benar dekat dan memperhatikan nasib rakyat
kecil, itu saja".
"Tapi partai mana dong pak?"
"Akh, sampeyan kurang pintar mancing dan ngenjebak. Semua orang juga tahu! Kan
katanya luber, biar terbuka juga rahasia kan?"
Dan begitu beberapa hari kemudian kulihat lagi majalah dan tabloid itu, dan okey-okey saja, tak sangat menyimpanglah isi percakapan kami itu. Kupesankan lagi kepadanya, jangan sampai orang lain kapok diwawancarai karena lain apa yang ditanya dan dijawab dengan yang tertulis di media cetak. Berhati-hatilah, nguber orang PKI sih boleh-boleh saja, tapi kan mereka itu manusia seperti sampeyan juga, dan yang membangkitkan PKI itu adalah sepenuhnya pemerintah, penguasa dan aparat intelnya, agar nanti dalam pengalihan sasaran tembaknya bukan kepada sasaran pokok yang sebenarnya. Agar sasaran pokok itu terhindar dari amukan massa dan pusat kebencian rakyat yang luas. Sayangnya siapa yang tak tahu hal perkara begitu, namun sementara ini orang-orang berdiaman saja dulu.
Paris 11 Mei 1999
© Sobron Aidit.
All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.