Bab 18 :
Sirima, Biduan Yang----------

Tidak begitu ingat benar aku, kapan persisnya aku mengenal Sirima. Tapi
mula pertama kulihat dia sedang menyanyi di Chatelet les Halles, stasion
bawah-tanah yang boleh dikatakan terbesar di kota Paris. Suaranya sangat
bagus, merdu, dan sangat menguasai semua lagu yang dibawakannya. Tetapi
pastilah lagu yang dinyanyikannya dalam Bahasa Inggeris akan terasa jauh
lebih enak dibandingkan dia membawakan lagu yang dalam Bahasa Perancis.
Mungkin karena dia baru datang, belum lama di Paris, atau memang lagu-lagu
yang dibawakannya dalam Bahasa Inggeris lebih enak, lebih bagus. Ada sedikit
catatan mengenai ini. Selama aku setiap tahun mengikuti perlombaan
kejuaraan nyanyian se Eropa yang diadakan secara bergilir di salah satu
negara Eropa ini, belum pernah Perancis mendapat hadiah! Paling-paling
hanya sampai nomor 4, itupun susah bangat berjuangnya! Dan lagipula
lagu-lagu Perancis itu tidak begitu menon-jol seperti lagu-lagu dari negara
lainnya.

Sirima adalah seorang wanita keturunan Inggeris - Kolombo, dan datang ke
Perancis sebagai kami jugalah.
Mencari perlindungan politik. Tampaknya dia dari kalangan menengah di
negerinya dulu. Dan yang ini yang paling menonjol, disamping suaranya yang
memang bagus, merdu, cantiknya minta ampun. Sesudah menyanyi selalu
tersenyum, dan senyumnya selalu tampak sangat wajar. Dan giginya putih
berbaris sangat
indahnya, dan bibirnya lalu basah mengkilat, dan pada pipinya ada
lesung-pipit, menambah cantik yang
sangat alamiah. Mengapa alamiah? Dia tidak pernah pakai lipstik. Rambutnya
dikepang-dua. Maka lengkaplah ciptaan Tuhan dalam dirinya,
asik-cantik-menarik-menggoda, lalu suaranya tidak ada tandingannya selama
aku suka mendengarkan para penyanyi menyanyikan lagu apa saja selama aku di
Paris ini.

Sirima menyanyi diiringi gitar oleh seorang yang jauh sebelum kenal dengan
Sirima, sudah lama menyanyi di kaki-lima begini. Suara laki-laki peranakan
Laos ini cukup lumayan, dan dia dapat banyak
penonton, dan juga banyak dapat uang dari pekerjaan ini. Ini dulu, lalu
sesudah dia dapat "menggaet" Sirima ini, bertambah berserilah kehidupan
matapencahariannya. Dan aku seperti biasanya, kalau sudah kagum kepada
suara penyanyi, apalagi wanita, dan apalagi cantik lagi, berusaha keras
buat mengenalnya lebih dekat. Tentu mula-mula aku harus kenal managernya
dulu, yang orang Laos itu. Namanya Mouk, umurnya sekitar 30-an, sedangkan
Sirima 23, - Kalau aku sedang tidak dalam berdinas di resto, maka aku selalu
mencari Sirima dan Mouk ini, di mana mereka "ngamen". Terkadang kalau tak
ada di Chatelet les
Halles, kucari di Opera dan Auber, stasion besar juga masih di pusat kota
Paris. Dan terkadang bertemu, dan mereka tahu aku mencari mereka. Dan kami
ngobrol sebentar. Biasanya kalau sehabis menyanyikan dua-tiga lagu, Sirima
istirahat sebentar, dan Mouk temannya itu meneruskan dengan main musik,
gitar-listrik, yang dengan kadi di sorong atau tarik ke mana-mana.

Lama ke lamaan dua orang itu jadi tahu bahwa aku sangat mengagumi Sirima,
dan selalu saja mencari mereka kalau kebetulan aku tidak kerja atau sedang
istirahat dua tiga hari. Bahkan terkadang aku suka
menolong mengedarkan tempat-uangnya buat minta derma atau sumbangan dari
para penonton. Dan mereka sangat percaya padaku, sebab bukannya sembarangan
orang yang bisa begitu saja diperkenankan memegang "baki-uang" itu, ini
adalah kepercayaan dan adat masing-masing perorangan.
Dan terkadang terasa agak berat "baki-uang" itu karena isinya penuh, bahkan
ada yang pakai uang-kertas 20-an francs dan pernah dapat uang-kertas 50
francs. Tanda orang-orang sangat senang akan suara dan lagu yang dibawakan
Sirima. Lama ke lamaan lagi, kalau lama aku tak ketemu Sirima dan Mouk, dan
begitu ketemu, sudah berani mencium pipinya dua-dua dan aku memeluk Mouk
sebagai tanda kangen. Dia tanya ke mana saja aku. Kujawab aku ke Belanda
beberapa hari. Ketika Sirima sedang istirahat dan Mouk meneruskan main
gitar-listriknya, kami berdua ngobrol. Kukatakan " Rima, sekali-sekali
cobalah kau pakai rambut ekor-kuda, jangan hanya kepang-dua saja.
Percayalah kau akan lebih cantik kalau pakai
rambut ekor-kuda", kataku.
" O ya, kau yakin begitu? Kau mau kalau aku pakai ekor-kuda?", katanya.
"Aku mau lihat kau menyanyi pakai rambut ekor-kuda. Kapan? Besok?"
"Okey, akan kucoba, kau datang kan? Tokh bukan hanya mau lihat rambutku
saja kan?"
Dan kami berpisah, sesudah kupeluk dia dengan rasa yang sayang dan agak
miring-miring sedikit.

Suatu hari datang ke Paris, keluargaku dari Jakarta. Dia ini juga penyanyi
di televisi Indonesia, di Radio dan juga pernah main filem. Dan dia juga
sampai kini masih sebagai fotomodel. Sudah tentu dapatlah diperkirakan,
masaksih ada fotomodel yang tidak cantik? Dia tinggal bersamaku di
Fontenay. Maya, ku-
ajak mencari Sirima, agar Maya juga turut menyaksikan dan mendengarkan
suara Sirima yang sangat merdu dan orangnya cantik pula. Beruntung, Sirima
dan Mouk sedang "ngamen". Kami berdua Maya agak dari kejauhan melihat dan
mendengarkan Sirima menyanyi. Seperti biasa, suaranya sangat indah, bagus
dan merdu. Dan selalu tersenyum. Maya tak tahan, minta agar mendekat lagi,
dekat lagi. Dan Maya menjadi penonoton yang paling depan, dekat Sirima
menyanyi. Rupanya Maya sangat mengagu-
minya, dan bagaikan terpesona akan suaranya yang bagus itu, dan juga akan
kecantikan
Sirima. Begitu selesai menyanyi, Maya memberikan uang sejumlah 100 francs,
dan tampak Sirima kaget dan terheran-heran. Memang jumlah itu sangat besar,
biasanya paling besar antara 20 sampai 50 francs
saja, yang paling sering yalah 5 sampai 10 francs bahkan bisa saja satu-dua
francs saja.Dan aku mem-
perkenalkan Maya kepada Sirima.

Sekarang dua-duanya penyanyi yang berbakat. Maya ketika itu sudah membuat
kaset sejumlah 7 album,
memang belum banyak, tetapi sudah memulai menggarap lahan kehidupan
kerja-seninya. Sedangkan Siri-ma belum menghasilkan album. Tetapi tampaknya
haridepannya sangat baik. Dua-tiga tahun sesudah itu, dia mengorbit,
diorbitkan seorang penyanyi Perancis yang sudah punya nama, Goldman dengan
lagunya "la bas----------- di sana". Sekarang dua-duanya pula pertanyaan
diajukan kepadaku. Maya banyak tanya tentang Sirima ini, darimana aku
kenalnya, dan bagaimana mula-mula kenalnya. Dan Maya benar-benar menikmati
suara dan lagu yang dibawakan Sirima. Maya benar-benar mengaguminya. Kalau
Maya mem-
bicarakan Sirima ketika sedang menikmati suaranya, Maya bagaikan memberi
kursus kepadaku. "Nah, kek, coba perhatikan nafas dan tarikan suaranya,
lalu lehernya dan alunan nafasnya, sangat baik mengontrol tarikan nafasnya
itu. Dan antara nada dan pertukaran nadanya, dia bisa kendalikan semau dia,
dan ini tanda dia sudah menguasai hukum tarikan suara, bagaikan lepas saja,
ke mana alunan suara itu dia mau bawa", kata Maya menjelaskan kepadaku,
seperti seorang guru kepada muridnya. Dan Maya,
sempat-sempatnya ngeledekku :
"Kakek sih bukan tertarik sama suaranya saja, lebih-lebih orangnya kan?
Ngaku deh kek, agar hukuman-
nya ringan. Kalau nggak masaksih di uber-uber ke mana Sirima "ngamen"
sampai ujung dunia juga dilakonin".

Pada hari lain, ketika aku sendirian dan Maya tak ikut, aku mencari Sirima
sampai Gare de L*Est, stasiun yang keretanya menuju ke Timur seperti ke
Jerman dan lain-lain. Ternyata mereka berdua ada di sana. Dan aku langsung
memeluk Sirima dan mencium pipinya, yang ketika itu sedang istirahat
sedangkan Mouk memainkan gitarnya.
"Mana Maya", katanya.
"Dia tidak ikut, ada keperluan lain".
"Siapa sih sebenarnya dia itu?"
"Kan dulu sudah kukatakan, dia keluargaku. Dia memanggilku kakek".
"Kok nggak mirip keluarga, sangat lain rupanya".
"Ya, bukannya keluarga langsung".
"Nah, itu sudah kusangka", katanya.
"Lain kali kau cerita yang panjang ya, aku mau dengar", katanya lagi.

Dan aku menanyakan keadaan kehidupan mereka berdua Mouk, bagaimana, dan apa
rencana selanjutnya. Tampaknya mereka memang hidup-bersama, kumpul-kebo.
Sampai ke masalah ini, lalu agak
lama Sirima diam. Dan tampak airmukanya redup dan melihat ke kejauhan.
Tampak matanya agak merah, dan ada butiran berkilat bagaikan permata,
airmatanya akan segera menggenang. Cepat-cepat dia menghapusnya dengan
saputangan. Dan tiba-tiba saja dia menjatuhkan kepalanya ke dadaku. Pelan
sekali dia mengatakan:
"Tak tahu jadinya bagaimana kehidupanku ini di bawah kekuasaan Mouk ini.
Dia sangat pencemburu, dan aku terlalu banyak tidak boleh ini, tidak boleh
itu", katanya sambil sedikit terisak. Sebenarnya aku sudah sangat kuatir,
sebab bagaimana sekiranya Mouk melihat kejadian ini, untung saja lagu yang
dia mainkan tidak akan segera berhenti karena sudah habis. Dan kami masih
sempat sedikit ngobrol dengan Mouk, sedangkan airmata dan wajah Sirima
sudah tidak sekusut tadi lagi. Dan ketika aku minta diri buat pulang,
Sirima bagaikan tidak begitu rela :
"Kau tidak sama-sama kami pulangnya? Okey lah, salam hangat kepada Maya
yang katamu itu cucu kamu itu ya", kata Rima sambil masih sempat mencubitku
di tangan ketika salaman.

Sudah itu lama kami tak bertemu. Aku mencari Sirima dan Mouk ke mana-mana
dan tak ketemu. Kutanyakan kepada temannya yang kira-kira kenal mereka,
tetapi itupun tidak berhasil. Banyak sekali
orang-orang penggemar suara Sirima yang juga mencari Sirima, ke mana dan di
mana mereka?! Dan aku sangat ngotot mencari Sirima dan Mouk. Terasa aku
sangat merindukan Sirima dan juga barangkali Mouk. Kutanyakan ke mana-mana,
bahkan kucari temannya yang sama-sama orang Laos juga. Bahkan kenapa aku
sudah begitu gila, kutanyakan kepada polisi di situ yang berpos di Chatelet
Les Halles. Dan betapa aku kaget dan shock-nya mendengar penjelasan bagian
kepolisian, setelah mereka menanyakan siapa indentitasku, bahwa Sirima mati
terbunuh oleh Mouk sendiri! Dan Mouk ada di penjara, karena
dengan sukarela menyerahkan diri kepada polisi. Terasa badanku lemas, dan
berkeringat dingin sekurjur tubuh. Sudah tak tentu rasa, dan puyeng.
Kuusahakan agar bisa menguasai diri. Dan sesampainya di rumah, aku minum
air-dingin dan menenangkan diri. Inikah akhirnya perkenalanku dengan Sirima
dan Mouk? Perkenalan yang bagaikan tadinya sebagai kecambah yang mau
tumbuh, tetapi tiba-tiba layu dan
mati oleh angin-sakal atau racun-berbisa. Tak dapat aku mengerti bagaimana
maka terjadi hal-hal demi-
kian. Sudah tercium memang bahwa Mouk itu sangat pencemburu, dan suka mukul
Sirima, tetapi akan terjadi pembunuhan, samasekali di luar perhitungan
akal-sehat. Namun tetap saja terjadi. Tadinya ada maksudku mau mengunjungi
Mouk di penjara, tetapi setelah dipikir-pikir panjang, baiklah ditunggu
saja,
kapan ada waktu yang baik, atau tunggu sampai dia keluar penjara. Tetapi
berapa lama, berapa tahun la-
gi? Pembunuhan hukumannya bisa puluhan tahun, atau bisa seumur-hidup,
tergantung perkaranya bagai-
mana.

Dan sukurlah, Mouk "hanya" dihukum tujuh tahun. Dia berkelakuan baik,
samasekali tidak mempersukar pengadilan dan selama di penjara kelakuannya
terpuji sangat. Pengampunan ini semoga saja menjadi pelajaran yang sangat
mencengkam dirinya sepanjang hidupnya. Dan betapa akan halnya Sirima,
biduan yang sebenarnya haridepannya sangat gemilang, sayangnya nasib saja
yang cukup buruk. Suaranya yang begitu bagus, merdu, dan orangnya yang
selalu tersenyum ramah, dan kalau dengan rambut ekor-kuda seperti pernah
kulihat ketika kami saling janji itu, betapa cantiknya dan sportifnya dia.
Dan sangat lama Maya yang dari Jakarta menilpunku menanyakan keadaan
Sirima, tidak percaya akan ceritaku. Dia me-
ngucap berkali-kali kata Innalillahi waillahiroi jiun dan kagetnya bukan
main. Lama sekali aku meyakinkan
Maya, bahwa memang Sirima dibunuh oleh temannya sendiri, Mouk.

Dan inilah keanehan dunia, aku masih sempat bertemu Mouk, dan kami ngobrol
lagi di tempat yang dulu mereka saling kerjasama dalam "pengamenannya".
Semula dia sangat sedih bertemu denganku, sebab biasanya dulu itu kalau
kami bertemu selalu bertiga dengan Sirima, kini hanya berdua saja. Dan Mouk
tetap masih main musik gitar-listrik dan tetap menyanyi sebagaimana sebelum
kenal dengan Sirima dulu itu. Begitu setiap kali aku mendengar
gitar-listrik Mouk, langsung saja aku teringat Sirima yang sebenarnya dia
sudah dengan pelan-pelan masuk ruang relung hatiku yang sangat jauh dan
dalam.-

Paris 18 April 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.