Bab 11 :
Ketika Hari Libur dan Hari Pasaran

Kalau kami merasa terlalu lelah-letih karena belajar dan diskusi, apalagi
dalam suasana yang panas dalam
pengertian obyek pembicaraannya agak berat, memerlukan bahan-bahan teori,
buku dan ajaran para akhli filsafat dan politici, maka kami sangat
merindukan hari libur, hari Minggu atau Hari Pasaran. Menurutku adakalanya
hari belajar dan diskusi itu jauh lebih berat daripada hari kerja-badan di
ladang, di kebun, di kandang atau di mana saja. Kepala rasanya pusing
tujuh-keliling, dan hati sumpek, mau marah dan sangat lekas tersinggung -,
ini kalau yang didiskusikan banyak perbedaan pendapat, dan suasananya kebe-
tulan tidak dalam keadaan mulus dan in the mood.

Hari libur, umumnya hari Minggu, kebanyakan teman sudah punya acara
sendiri. Secara bersama, secara kelompok, secara grup atau pribadi, bebas
aktif, dan berinisiatif. Ada yang suka tinggal di asrama, atau di rumah
saja, sambil membenahi rumah, ada yang sibuk berkebun pribadi di sekitar
rumahnya, dan ada yang seperti kaum ibu-ibu itu pergi ke hutan mencari
berbagai jenis bunga. Dan ada yang ke hutan pergi mencari bahan ramuan
obat-obatan tradisional. Ada yang pergi memancing, mencari danau atau
sungai yang agak besar. Dan seperti sudah kutuliskan, ada yang tembur,
tembak-burung, dan aku salah seorang anggota grup ini. Hari Pasaran di
tempat kami tidak hanya ada pada satu tempat dan hanya pada hari-hari itu
saja.
Misalnya di desa A, hari pasarannya ketika hari Minggu dan Rabu, tetapi di
desa B hari pasarannya ke-
tika hari Selasa dan Jumat, sedangkan di desa C, hari pasarannya pada hari
Senin dan Kemis. Desa atau tempat hari pasaran itu cukup jauh dari desa
kami. Terkadang kami harus berjalan sejauh lebih dari 5 km, bahkan ada yang
sampai 10 km, ada juga yang skalanya kecil, yang jauhnya hanya 3 km saja.
Ini semua ukuran pedesaan, menurut orang desa situ, jarak 5 km cukup dekat,
padahal melewati pegunungan dan lembah. Karena itu kalau kami merencanakan
mau melihat dan mendatangi hari pasaran, kami harus siap diri bahwa
pulangnya akan sore bahkan menjelang malam. Perjalanan jarak 5 sampai 10 km
itu jangan diukur dengan lamanya perjalanan di kota! Kalau di kota mungkin
hanya memerlukan waktu satu dua jam saja atau lebih sedikit, tetapi di desa
jalannya bukannya rata! Melalui pegunungan bebatuan, semak, lembah dan
sungai, tali-air, terkadang bertemu kawanan serigala segala, walaupun tidak
seganas yang seperti dalam filem-filem itu.

Hari pasaran tidak setiap tempat sama barang yang ada di sana. Ada pasaran
yang lengkap, ada hari pasaran yang besar, dan cukup lengkap yang dijual
dan dijajakan. Tergantung pasaran dan situasi penduduk setempatnya. Kami
pernah dan bahkan sering melihat hari pasaran yang skalanya besar dan agak
lengkap. Di sana dijual dan jual-beli segala rupa yang tak terpikirkan pada
kita, mungkin karena kita orang kota besar dulunya, asalnya. Ada jual-beli
kuda, sapi, kambing, gigipalsu, pasang-gigi, babi, unggas, segala yang bisa
terbang seperti ayam, burung, serati(entok) angsa, sepeda, centong, kuali,
se-
patu, segala rupa makanan yang hangat mengepul berasap memancing selera!
Dan sudah tentu ada warung dan kedai minuman dan makanan. Rakyat setempat
sangat suka akan anggur yang dipanaskan, atau arak yang panas. Anggur yang
dipanaskan ternyata enak juga, kami pernah mencobanya.

Dan harga kuda seekornya antara 1000 yuan sampai 2000 yuan. Tentu saja ini
kuda pembawa-beban atau kuda tunggangan biasa, samasekali bukan kuda-pacu,
yang penduduk setempat sangat memerlukannya. Sebagai perbandingan, harga
seekor kuda-pacu untuk bertanding di pacuan-kuda di Paris, harganya sampai
satu juta francs! Satu francs sama dengan 1, 80 yuan. Jauh lebih mahal dari
sebuah mobil yang termahal! Harga seekor babi hanya ratusan yuan, sedangkan
harga sapi lebih mahal dari babi, tapi tidak semahal kuda. Juga banyak
dijual berjenis sayuran, bibit, daging-segar, termasuk daging kuda, babi,
rusa, berjenis unggas.

Kalau kami sudah lelah menjalani dan melihat pelbagai suasana hari pasaran
begini, kami biasanya mencari warung buat nongkrong, dan membuka perbekalan
kami dari rumah, atau kami membeli makanan setempat yang cukup enak dan
lezat. Sudah tentu kami jadi tontonan juga, sebab sangat jarang
orang asing apalagi turis yang berkeliaran begitu jauh masuk pedalaman
Tiongkok! Kami ajak mereka bicara dan ngomong, dan ada di antaranya yang
mengerti bahasa Tiongkok Beijing. Mereka orang-orang desa itu kebanyakannya
tidak mengerti Bahasa Nasional mereka, atau dialeknya lain sehingga kami
tidak
mengerti. Kami tawarkan rokok dan ajak sama-sama minum sambil berkelakar
sebisa dan sesedapat
mungkinnya. Mereka sangat senang dan gembira, nah kalau sudah begini,
biasanya kami kelabakan sendiri, sebab kami jadi tontonan meriah dan
dikerubuti banyak orang.

Aku sangat suka akan halnya yang sifatnya bergerak, mobil, jalan, dan tidak
suka yang sifatnya banyak diam di tempat. Misalnya aku tidak suka mancing,
karena banyak diamnya, nunggunya. Tapi aku sangat suka nembak, berburu
daripada mancing. Karena itu sebenarnya aku paling tidak suka nonton filem,
karena terlalu banyak diam di suatu ruangan. Kalau aku nonton filem, itu
artinya satu keharusan, yang menurutku, filem ini harus kutonton, harus
kulihat sebab ada perlunya, ada yang penting di dalamnya. Juga termasuk aku
tidak suka cukur-rambut, sebab harus berdiam-diri selama duduk di kursi
itu. Dan tidak aneh kalau kesenanganku adalah jalan-jalan, dan jalan
melihat-lihat, voyage kata orang Perancis. Pariwisata dan darmawisata,
piknik, inilah kesukaanku. Karena itu bila aku mendengar ada hari pasaran
yang skalanya agak besar dan besar, maka aku siap mengadakan perjalanan
jauh, dari pagi sampai pe-
tang. Siap membawa perbekalan, termasuk batere, obat-obatan, tali-temali,
pisau, api-geretan, dan lain-lain. Mengadakan perjalan agak jauh ini,
sebaiknya mencari teman, agar ada orang di samping yang bisa
diajak bicara, tidak kesepian. Pernah juga karena teman tak ada yang mau
ikut, aku terpaksa sendirian.
Gilanya, masih juga aku jalani walaupun sendirian!

Menjalani pegunungan, atau katakanlah perbukitan bebatuan dan semak-semak
begini cukup melelahkan. Dan kalau kita kelelahan dan capek, enak saja
tertidur ketika istrirahat di bawah pohon yang rindang. Hawa panas Ciangsi
ini rata-rata sampai 40 C, bahkan adakalanya sampai 42 C, sangat mudah
lelah. Keringat mengucur terus, dan kalau istirahat di bawah pohon rindang,
ditiup angin silir-silir, sepoi-sepoi basah kata pengarang-lama dulu itu,
maka kita akan tertidur. Dulu ketika kami belum mendengar ceramah dari
puskemas kami bagaimana berbisanya seekor ular, tidak jarang kami mengalami
ular pelan-pelan merayap di kaki kami atau bahkan di paha kami. Tetapi
hukumnya, ketika ular itu sedang merayap jalan, sekali-kali janganlah
bergerak, jangan sampai mengagetkan ular, sangat berbahaya. Jadi dirikita
membiarkan saja jalan dan merayapnya ular itu di badan kita. Dan yang
begini ini sudah tentu menghendaki keberanian atau ketenangan yang kuat.
Ketika itu rata-rata kami "kaum tembur" ini masih berani dan agak biasa
mengalami semua ini. Tetapi setelah kami mendengar ceramah bagaimana
berbisanya seekor ular, maka sudah ada dan timbul rasa takut. Tentu saja,
ada ular namanya "ular-lima-
langkah". Artinya begitu dipagutnya, dicotoknya dengan gigi penuh berbisa
itu, kita hanya bisa melangkah lima langkahan saja, sudah itu mati! Lalu
ada kobra, lalu ada welangweling, lalu ada ular-tanah, dan berbagai jenis
namanya. Semua itu pernah kami lihat dan bahkan kami makan.

Ada teman kami Mas Elemen, kena gigit ular. Untung saja segera dia ke
puskemas, dan diberi pertolongan oleh dokter puskemas di tempat kami. Besok
pagi-pagi buta, dia dibawa ke rumahsakit Nanchang di ibukota provinsi.
Badannya sudah tampak agak membiru dan bila ngomong sudah tampak gemetar,
sulit mengontrol dirinya. Setelah mendapat pengobatan yang sangat serius,
dengan mengerahkan beberapa dokter akhli ke-ular-an, namun Mas Elemen
memerlukan 3 bulan di rumahsakit. Dan kini dia masih sehat walaupun umurnya
sudah berkepala 7. Ada teman yang usil, jangan-jangan Mas Elemen sampai
kini sehat justru ada serum bisa ular itu dulunya! Dan sejak itulah kami
sudah agak takut juga dengan ular yang dulu agak kami remehkan begitu saja.
Akibatnya tak berani lagi kami tiduran di sembarang tempat seperti dulu
itu, di mana kami biarkan ular merayap jalan di atas kaki atau paha kami,
bahkan perut kami, hanya dengan keberanian dan ketenangan saja. Sesudah
kami mendengar ceramah betapa berbisanya seseekor ular, dan pula
menyaksikan bagaimana menderitanya teman kami Mas Elemen, tiga bulan di RS,
maka kami mulai berhati-hati terhadap binatang melata ini. Tetapi soal
makan empedu dan soal makan ular, tak ada perubahan di antara kami, tetap
saja suka empedu ular dan tumis
masakan ular yang pedas-pedas hangat-hot itu! Coba lihat mbak Titut yang
suka empedu ular itu, matanya kian hitam, rambutnya kian ikal-lebat, dan
bodynya tetap aduhai dan amboi!


Paris 11 April 1999

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.