Bab 9 :
Desa Gunung Kepala-Ayam

Sebenarnya kami tak tahu apa nama desa kami ini. Nama Tiongkoknya Chi
Gong-san, kalau diterjemahkan
artinya memang Kepala Ayam. Ada sebuah gunung yang tidak begitu
tinggi, tetapi kelihatan dari ke jauhan
yang bagaikan kepala-ayam, atasnya agak melengkung. Kami penguhuni
perkampungan asrama kami semuanya pernah mendaki gunung kepala-ayam ini.
Dari jauh gunung ini terlihat megah, terpancak kukuh, dan cukup indah kalau
dilihat dari kejauhan. Kalau kita naiki sampai puncak benar-benar, cukup
terdapat kesulitan dan harus berhati-hati, bisa-bisa terjatuh masuk lembah
yang sangat dalam. Begitu sampai di puncak, terasa juga ngos-ngosan nafas
dibuatnya. Sekedar olahraga ringan, boleh jugalah. Jauh desa kami ini dengan
ibukota provinsi, Nanchang, sekira 220 km. Dan kami tidak boleh sembarangan
pergi ke kota! Ada aturannya, mau apa, keperluan apa? Yang pasti boleh dan
diatur keberangkatan adalah buat
teman-teman sakit, ke hospital, ke rumahsakit Nanchang. Dan inipun sudah
dalam pengaturan klinik-kecil, atau puskemas setempat di asrama kami, melalui
dokter yang punya wewenang buat mengaturnya.
Yang "enak" yalah teman-teman yang sakit gigi. Sebab biasanya teman yang
sakit gigi, tak pernah hanya satu kali ke kota, selalu
berkali-kali, berulang-ulang, dan memang begitu peraturannya. Jadi kami yang
nakal dan "berideologi rendah" ini akan gembira sekali kalau dapat
sakit-gigi agak ringan. Sebenarnya bukan
senang karena sakit-gigi itu, tetapi akan ke kotanya itu lho! Dan kalau ke
kota, selalu harus menginap, dan
kalau menginap selalu harus di hotel, nah, ini tema pokoknya. Menginap di
hotel dan makan di hotel, betapa enak dan mewahnya rasanya. Maklumlah kami
kan orang desa!

Pernah kami bersajak akan perjalanan hidup kami ini. Sebab dulunya, dari
Beijing-nya, kami mula-mula dipindahkan ke Ciangsu, di Nanjing, lalu ke
Ciangxi di Nanchang. Dua provinsi dan dua ibukota ini huruf ujungnya
bersajak bagus sekali. Dari Ciangsu ke Ciangxi, dari Nanjing ke Nancang. Ya
bagus sih bagus, tetapi kami yang menjalaninya penuh dengan segala
pertentangan dan perasaan yang sangat sulit digambarkan. Dulu ketika sedang
ramainya kontradiksi dan sedang menggilanya RBKP, kehidupan kami sangat
diombang-ambingkan pertentangan antara kami dan juga merupakan pencerminan
situasi keseluruhan, termasuk keadaan Tiongkok dan dunia. Kenapa sampai
membawa-bawa dunia? Tentu saja!
Karena ada pengaruhnya kepada kehidupan keseluruhan kita dan kami. Ketika
itu sedang memuncaknya perang-dingin, pertentangan antara
kubu-sosialis, perseteruan antara PKUS dan PKT, dan kemerosotan gerakan
komunis-internasional, yang kami namakan gerakan GKI. Perang perbatasan
antara Tiongkok dan Uni Sovyet saja makan-korban ribuan jiwa, dan
perang-perbatasan Tiongkok-Vietnam makan-korban puluhan-ribu korban jiwa di
kedua-belah pihak. Belum lagi korban selama gerakan RBKP. Banyak peristiwa
terjadi di Tiongkok yang tak diumumkan ke dunia internasional. Misalnya
saja korban-bencana alam akibat gempa bumi di Thangsan di bagian agak utara
dari provinsi kami, makan-korban jiwa paling banyak di dunia! Hampir satu
juta jiwa yang hilang! Mana ada bencana gempa bumi sedahsat itu! Selu-
ruh kota membusuk, bau bangkai, dan penyakit menular menjalar ke mana-mana.
Puluhan ribu tenaga TPR(Tentara Pembebasan Rakyat) dan barisan lainnya
dikerahkan buat membantu korban gempa bumi di Thangsan.

Kembali ke desa kami Desa Gunung Kepala-Ayam. Desa ini sebenarnya sangat
subur. Penduduk sekitar situ adalah petani. Hidup mereka cukup miskin, tapi
sudah pasti tidak ada yang sampai kelaparan.Mereka pada umumnya tidak
bersepatu, rumahnya sangat sederhana. Pemanas ketika musimdingin hanya dari
batu-arang yang sangat dihemat. Biasanya pemanas itu dibawa
kemana-mana, seolah-olah dalam keranjang, dan bisa dijinjing ke mana-mana.
Kami sendiri baru pertama kali itulah melihat bahwa pemanas bisa di bawa ke
mana-mana. Kalau tidur mereka samasekali tak pakai pemanas, dengan selimut
yang mereka rasa cukup tebal saja, langsung mereka akan bisa tidur lelap.
Kalau kami bisa sakit bahkan bisa mati kedinginan. Rumah kami saja yang
baru itu, di dalam rata-rata hanya 14 sampai 16 C, terlalu dingin. Kalau
pakai pemanas dengan batu-arang lalu naik sampai 22 C, ada yang sampai 25
C, dan itu terlalu pa-
nas. Tapi sebenarnya buat kesehatan tidak begitu baik, banyak debu, banyak
polusi, agak sulit bernafas, paru-paru terpaksa kerja keras. Asrama kami
benar-benar baru dan kami selalu nganyari peru-
mahan baru. Pihak tuan-rumah, Tiongkok selalu menyediakan dan menyiapkan
perumahan dan asrama yang benar-benar baru, belum pernah didiami oleh
siapapun, memang untuk kami sendiri. Ini terjadi di Desa Kepala Ayam ini.
Lalu ketika kami pindah bedol-desa ke kota, di Nanchang, kamipun dapat
perumahan asrama baru juga. Pindah bedol desa itu bukan main hebat dan
ramainya kerja-keras, pesta kerja. Truk besar-besar, lalu lintas selama
seminggu lebih sebanyak lebih 50 truk mondar-mandir antara desa dan kota.
Dan ini demi hanya untuk kami!

Kami hidup ditanggung oleh tuan-rumah, makan-minum, pakaian, rekreasi, meninjau
provisni lain setiap musimpanas, dan kami dapat uang-saku lagi. Dari segi
kehidupan betapa tuan-rumah sudah sangat bertanggungjawab dan sangat
memperhatikan kami. Sebenarnya dalam hatiku, ini aku hanya menceritakan
diriku sendiri, pendapatku sendiri, : betapa baiknya dan
bertanggungjawabnya tuan-rumah kepada kami, dan betapa kami atau kita sangat
berhutang-budi kepada tuanrumah. Dokter setiap hari datang kepada
kami, memeriksa dengan teliti kesehatan kami. Ada pemeo antara kami, apa
bedanya orang Tiongkok dengan kami para melayu ini kalau berhadapn dengan
RS(Rumah-Sakit)? Kalau kami gampang masuk RS tetapi sukar keluarnya, kalau
orang Tiongkok sulit masuk RS tetapi gampang keluarnya! Karena pihak
tuan-rumah benar-benar bertanggungjawab atas tamunya. Dan ingat tuan-rumah
memperlakukan kami sebagai tamu-partai bahkan tamu-negara dalam bentuk
kecil, tak ada tamu akan menerima penghargaan semulia itu lagi. Sedangkan
buat orang Tiongkok, masuk RS itu adalah suatu ke-
mewahan, luarbiasa, kalau sakit-keras dan serius barulah bisa masuk.
Sedangkan buat ke luarnya sangat
gampang. Sebab masih terlalu banyak yang sedang menunggu giliran buat
masuk!

Kami dapat dengan luas berjalan-jalan dan mengedari pedesaan kami. Bukan
main bagusnya warna-warni segala tumbuh-tumbuhan ketika musimsemi tiba.
Tanaman gandum yang menghijau, lalu bau wangi tanaman
sesawian, biji-bijian, dan segala jenis bunga sangat menyenangkan hati yang
melihat dan merasakan keindahan sekitar alam tersebut. Dan air, air ledeng
di pedesaan kami sangat segar, bersih dari polusi apapun. Kami sering
minumnya langsung dari ledeng dan sumur, dan betapa menyegarkannya. Ke
manapun kami pergi sampai jarak beberapa kilo meter bahkan sampai belasan
kilometer, tanda pengenal desa kami akan selalu tampak, yaitu sebuah gunung
yang bagaikan boneka mainan anak-anak, Desa Gunung Kepala Ayam! Dan kami
para penghuninya, begitu liburan dari kewajiban belajar dan berkebun serta
menggembala, menjalani pedesaan kami. Kami akan selalu bercakap-cakap dan
datang ke rumah-rumah penduduk setempat, para petani asli penduduk situ.
Mereka sangat ramah. Walaupun terdapat kesulitan dalam berbahasa, sebab
mereka tak mengerti bahasa mandarin, beijing, yang selalu kami guna-kan.
Sedangkan kami tak mengerti bahasa setempat mereka. Maka bahasa tarzanlah
yang lebih berfungsi!
Sebenarnya kami tahu juga bahwa tuan-rumah, pihak Tiongkok tidak begitu suka
kalau kami langsung berhubungan dengan penduduk setempat. Sudah tentu
dengan berbagai alasan seperti bahwa harus hati-hati dengan adanya
perjuangan-kelas di mana-mana, adanya mata-mata dan orang jahat di
mana-mana. Dan semua alasan ini mungkin ada juga benarnya, tetapi satu hal
yang kami mengerti, apapun dan bagai-
manapun apabila kami langsung berhubungan dengan penduduk setempat, pihak
tuan-rumah sudah pasti tidak akan merasa senang. Hal ini bukan hanya di
sini di tempat kami ketika itu, tetapi juga ketika kami di Nanjing maupun
Beijing dulu. Mungkin mereka kuatir akan adanya rasa kecemburuan-sosial.
Karena taraf kehidupan kami jauh lebih baik dari mereka.

Di desa kami, makanan berlimpah, benar-benar berlimpah. Kami berusaha
bagaimana setiap orang berusaha keras untuk------kurus, atau jangan terlalu
gemuklah! Sudah makan cukup masih juga mau makan burung hasil tembakan
setiap hari Minggu! Dan tidak hanya orang-orang muda yang "gila" mencari
anak atau bayi-tikus buat ditelan mentah-mentah yang masih berwarna
merah-darah itu, orang tuapun juga berlaku begitu bahkan wanita yang agak
"panasan", turut menelan bayi-tikus yang masih me-
rah-darah itu. Oh, mbak Titut itu bukan main sukanya menelan empedu ular
yang baru saja dikeluarkan dari perutnya! Katanya makan empedu ular sangat
sehat, mata hitam bercahaya, rambut menjadi ikal bergelombang. Dan mbak Titut
memang terkenal suka menelan empedu ular ini. Dan memang beliau punya body
yang aduhai walaupun sebentar lagi umurnya akan segera berkepala 5. Aku
pernah membunuh ular sebanyak tiga ekor sekaligus. Dengan rasa senang
kusetorkan empedunya kepada mbak Titut itu. Dan aku makan badan
ularnya, disop atau ditumis bukan main enaknya!
Kepandaian menangkap ular ini ada seninya. Usahakan menangkap ekornya dan
segera sentak sekuat-kuatnya denga amat cepat, maka akan remuk seluruh
tulangbelakangnya, dan mati tergeletak. Bisa ular selalu dan hanya ada pada
kepala dan giginya, jadi hindarkanlah kepalanya itu! Semakin ular berbisa
semakin enak rasanya.

Tetapi manapula dapat menyaingi rasa enak kalau kami bergerombolan di bawah
pohon cemara di depan asrama kami mengadakan pesta-rujak ramai-ramai! Rujak
berjenis buah-buahan seperti apel, bangkuang, timun, ubijalar dan lain-lain.
Berteduh di bawah pohon cemara, kena angin silir-silir sambil ngobrol dan
tangan-tangan pada agak rebutan menjumput potongan buah-buahan yang
dicelupkan pada
saus pedas itu, maka lupalah mertua lewat karena anaknya sudah dikeloni! Dan
berlakulah apa beda orang Jepang dengan kita para melayu ini. Orang Jepang
merasa akan enak dan puas kalau bekerja itu sudah keluar keringat mengucur!
Orang kita para melayu ini akan puas kalau keluar keringat mengucur karena
makanan enak dan pedas! Nah, inilah bedanya antara kita dan Jepang yang
maniak kerja itu!


Paris 9 April 99

Daftar Isi


© Sobron Aidit. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.