Dunia
makin iblis? Apa aku Tuhan? Apa aku hewan?
Kami menontonnya dalam televisi: jadi aku,
jadi
kau, jadi kita, jadi apa! Jadi, kami ini
siapa? Sesuatu yang musti dilupakan.
Lem,
topi, senter, radio, pena, cermin:
inilah riwayatmu. Bukan, itu bukan riwayatku.
Tapi,
kita ini subyek. Bukan, kau hanya obyek.
Informasi itu dewa. Bukan, informasi itu
(aku,
kau, dia, atau bisa siapa saja, atau
bisa apa saja, tak ada nilai di sana): ?
Lalu
kubayangkan: Mahavira, Gandhi, Krishna,
Isa, Yesaya: semuanya menjelma jadi Madonna,
terus-terusan
menjelma jadi jutaan Madonna,
maka dimulailah sebuah eksodus kedua, perpindahan
besar-besaran,
dengan pesawat antariksa,
menuju galaksi: Andromeda. Namun, kini, aku
adalah
sebuah dunia, yang terpecah ke dalam
teori segi tiga, aku adalah tiga sudut - yang begitu
merindukan
(?) - sebuah abstraksi Hegelian,
sebuah abstraksi untuk memusnahkan diri. Tidak!
Jangan
lagi merenggut nilaiku, akulah nilai!,
akulah nilai yang tak mampu menilai diriku,
berapa
nilai ujian fisikamu?, E, bodoh!,
tidak!, aku tidak bodoh, sebab akulah wakil
dari
generasi tanpa metafisika, lupakan dirimu,
tidak!, akulah diri, sebab akulah wakil
dari
generasi tanpa substansi, makanlah dirimu,
Amitabha!, di mana bumi bahagia itu,
bumi
tanpa rasa sakit jasmaniah,
bumi tanpa penderitaan rohaniah, di mana
musti
kucari sumber kegembiraan tiada habisnya?
Tapi, kini, aku merasakan dunia makin terbelah
dalam
obsesi Creon, aku menemukan
nilai yang mati dalam perwujudan Antigon,
aku
menyaksikan dunia penuh persiapan untuk:
bunuh diri. Mari, tertawa, untuk: sebuah tragedi.
© Ahmad
Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.