Aku
makin sakit, langit telah dijajah
bahasa, tapi penyair tak kunjung binasa:
bagai
kisah piramida dalam dinding manusia.
Aku makin sakit, tapi bahasa makin
jadi
sempit, tak ada kisah daun bambu
atau air kelapa dalam kalimatku, seperti
seorang
wanita tua dalam puisi Rumi, aku
membiarkan kalimatku menikam jantungmu:
darahnya
adalah tinta untuk menuliskan puisi.
Tak ada hubungan di sini, segalanya berdiri
dalam
dinding sendiri, beribu esensi
berebut menjadi diri, bagai kisah malam
yang
bergerak melupakan pagi: aku bakar
puisiku, hingga apinya menyala di hatimu!
© Ahmad
Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.