Ujung sebatang ranting: kering,
langit
biru bening, capung hijau
hinggap di ujung ranting!
Pikiran adalah lidah-lidah kering,
amat
merindukan setetes air:
kesegaran dalam Kebeningan. Tapi langit,
di
sana!, terlihat amat jauhnya. Begitulah,
akhirnya, aku kembali terkurung dalam
kebencian
kamar. Mungkin, ada baiknya,
aku belajar mencintai kamar, mulai
menghargai
arti debu dan abu
di asbak rokok, tumpukan kertas
tak
terpakai, serakan pena
tak terpakai, sebaris rencana
yang
di luar Rencana. Terkadang,
memang, hidup tak bisa direncana,
arak
putih keheningan: memabukkan
ruang, medan gravitasi kebeningan,
kebeningan
tajam seperti mata pisau:
"aku ingin memasuki pintu mata pisau!",
gelombang
anarkhi, pembebasan dari
kepalsuan sistem, tirani mahkota duri,
kubah-kubah
kecemasan, tetes darah
awan, langit mengepakkan 12 sayapnya,
elang
waktu!, burung kenari
mengicau di ranting sunyi.
Di
balik jendela: di luar segala rencana,
aku menyerap keheningan,
kristal
kilau maut, pikiran hanyut
menuju awal, awal pun hanyut
menuju
akhir, akhir berawal dalam
jendela yang terbuka. Kini:
dalam
kekinian yang paling kini,
aku menyadari:
ada
yang tak pernah bisa kusadari.
Ujung sebatang ranting: kering,
langit
biru bening, daun hijau
tumbuh di ujung ranting!
© Ahmad
Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.