Bagi penyair Rivian:
"Dari hari ke hari
ketakutan
membunuh kita pelan-pelan
"
Aku,
merasa, ada, sebilah, pisau, dalam, otakku!
Kombinasi huruf dan tanda baca
memadat
menjelma sebilah pisau:
jantungku menggigil, seluruh bahasa
adalah
segumpal daging yang teriris.
Setiap, pagi, kini, kurasa, makin, banyak, orang:
berjalan
dengan pisau dalam otaknya.
Lidah kita memuntahkan beratus pisau:
pisau-pisau
cemas, bergerak pelan-pelan,
mengiris satu demi satu nadi keyakinan.
Seekor
manusia berjalan tanpa kepastian,
langkahnya mengendap dalam tanda tanya, ia meraba
kegelapan
dengan jemari kemungkinan.
Aku melihat kepedihan menetes
amat
perlahan: di jantungmu yang mengeras!
Benda-benda, kalimat-kalimat, keraguan,
doa-doa
kosong, umpatan, dan senyum:
adalah pisau-pisau cemas tersimpan rapi dalam bahasa.
Waktu
menjilat dada montok gadis muda,
nudisme-teosofik!, keinginan untuk harakiri
tersembunyi
dalam komik-komik futuristik,
kebenaran adalah sepasang bibir plastik: berciuman.
Aku
melihat mataku menyimpan berbagai ketakutan,
ribuan lilin menyala di ususku, kebebasan
adalah
taring-taring kebencian, gagak-gagak surga
menyanyikan himne kematian, kematian
suatu
jaman yang penuh pisau-pisau ketakutan.
Tidak!, aku, mau, hidup, dalam, tikaman!
© Ahmad
Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.