-- Aku berteriak! Aku berteriak
di tengah masyarakat
yang tak perduli pada sajak-sajak!
Sekuntum
srigala, angin dari serpihan kaca,
desis sepotong singa, permainan cemas dalam
lilitan
tanda, aku menatap: semua! Semua keinginan dalam
raungan benda-benda, benda-benda dalam
episentrum
duka, parade airmata, kebencian dalam
longsoran hitam tanda tanya, aku menatap: semua!
Semua
waktu, kegelapan adalah api, setetes kesunyian
membakar cahaya, teriakan yang mekar pada
pohon
kebohongan, gelombang panas emosi,
dendam dari besi berkarat, selembar kulit angin
berdarah:
disayat-sayat! Aku ingin membuka
keheningan, aku ingin merasakan
debam
riam kenyataan. Pohon-pohon plastik,
sebuah situasi khaostik, bisikan arkhaik,
jebakan
hampa dari pisau kekosongan, debu meraung,
sekuntum srigala membuka pikiranmu: kau
adalah
kisah dalam dongeng-dongeng tabu, semacam
dogma yang melepas kebekuannya, atau persona
yang
membakar setiap makna, ya, inilah makna
dari seorang belati: seorang belati yang mengiris
setiap
tanda, seorang belati yang menikam kata-kata,
seorang belati yang menusuk rahim sang kala.
Hei,
siapakah putra sang kala?, mungkin kita:
mungkin kau, mungkin aku, mungkin bukan siapa-siapa.
Aku
adalah dia: sebentuk penolakan yang tiada
habisnya, jengkrik dalam kulkas, kesunyian
berulangkali
mengerik, sekuntum harimau:
menerkam televisi, ada berapa pribadimu?, lupakan saja,
camar-camar
dari pantai matahari, ombak matahari,
laut matahari: akulah matahari (sebuah cahaya
membusuk
dalam mulut seorang bocah), kita
adalah kenangan penuh anjing, bintang-bintang
membakar
kelaminnya, inilah setangkai kucing
yang tak henti mengunyah airmata, hopla!,
kegelapan
adalah cahaya, sebuah ruang
adalah susu api yang kau minum tadi pagi,
ya-ya-ya,
aku adalah sebatang rokok: berapa harga
dirimu?, tak ada realita?, angsa-angsa bulan
meraung
di jantung tanda baca, tak ada rahasia:
kita tak pernah mencatatnya, ya Allah, semua ini
hanyalah
peristiwa, siklus pahit duka,
epitaf kosong kebahagiaan, nisan angkuh
para
raja dan dewa-dewa, tak ada lagi realita,
tak ada lagi tiada, kita terus saja
mengalami
kematian bahasa, dan kami tak henti
melahirkan nama-nama, siapa dia?, dia:
hanyalah
sepotong tuhan yang mencabik namanya,
hopla!, maka kita melupakan kau, maka kau
melupakan
kita, maka kita berlari
dalam aku dalam kau dalam dia, maka kita
adalah
terus-menerus bukan-kita.
Ana al-Haqq!, Om Swastiastu!, Bullshit!, Diamlah!
-- Aku berontak! Aku berontak
di tengah masyarakat
yang tak perduli pada sajak-sajak!
Teh
pahit kenyataan, denotatum kekosongan, kesunyian
di luar kata, segelas keheningan: aku menghirupnya,
aku
mencecapnya, aku melupakannya. Kaca mata hitam
dari ruang-ruang emosi, dadu-dadu yang bergulir,
terus-menerus
bergulir, dalam konstelasi matahari,
alam raya pikiran, pikiran dalam kehendak alam raya,
sebuah
galaksi dalam sebatang rokok, topan idealisme,
suara azan dari alam kesunyian, aku tak lagi
mendengar
suara, suara manis dalam warna hijau
sekuntum bintang, cahaya dari kristal airmata,
seekor
embun terbakar dalam raungan srigala, kami
adalah generasi penuh konotasi, setiap kecemasan
adalah
tanda-tanda sejarah yang menikammu,
sebilah sejarah, sepotong sejarah, sebutir sejarah,
kami
adalah parade sejarah dalam karnaval para banci,
kami dipenuhi keraguan kodefikasi, kami adalah tahi!
Politik
para tikus, demokrasi dibrangus, teologi
lubang kakus, dewa-dewa sekarat
terserang
tetanus, mampus?, Yunus Yunus Yunus:
di mana pausmu, ikan yang kembali men-suci-kan
derajat
kenabianmu? Hip-hip-hip-hura: kami telah
membunuh para nabi. Hip-hip-hip-hura: kami adalah
jaman
yang tak lagi memerlukan nasehat para nabi.
Iiiiiiiiiiiii, inspirasi untuk mati, konsepsi penuh harakiri,
tangis
seorang mawar, isak hening sebuah batu,
parasit kata-kata, Allah tanpa kata-kata,
Allah
yang menerkam realita, Allah-tanpa-kita!
Kebencian mekar dalam kata-kata, kata-kata
meraung
dalam bahasa, bahasa menunggu ajalnya
dalam ke-kini-an hidup kita! Aaaaaaaaaaaaa,
aku
adalah aku tanpa aku maka aku hanya aku
lalu aku bukan aku masih aku akan aku telah aku
hampir
aku mungkin aku agak aku namun aku
hingga aku tetap aku dalam aku: akulah-Aku!
Mari
nikmati kematian ini, mari hisap dirimu
sendiri: mari membuka wajahmu sendiri,
mari
mati dalam ke-sendiri-an hidup yang teramat:
sendiri! Cuci otakmu dengan iklan sabun mandi,
tidak!,
aku mau hidup dalam kobaran api,
aku mau hisap duka paling duri, aku mau: nyeri!
Lihatlah,
setangkai langit memetik keningmu, burung
pipit berkicau di ranting waktu, lautan asap
para
hantu, sebotol malaikat menyimpan riwayatmu!
Adam Adam Adam: telah lupa akan nama-nama,
nama-nama
benda, nama-nama diri, nama-nama:
namanya sendiri. Hujan membakar namaku,
sekuntum
srigala memahat nisan di jantungmu.
-- Aku meledak! Aku meledak
di tengah masyarakat
yang tak perduli pada sajak-sajak!
Angin
dari serpihan kaca, seorang mawar terbakar:
meraung di semak belukar, anjing melolong
dan
menjilati rahim sejarah, setangkai wanita gila
berteriak tentang kebahagiaan.
Ooooooooooooo,
bulan dari coklat yang dikunyah
gadis perawan, langit dari mimpi yang terbakar,
setetes
debu mekar di kuntum-kuntum srigala,
segumpal tahta dari sayatan daging segar,
seorang
gelas menuangkan nyeri ke rahim pagi hari,
doa-doa berbaris dalam karnaval tanda baca,
fantasia-fantasia-fantasia?,
nasib kami berlari
dalam penjara makna, realita telah direduksi
jadi
setetes nyeri, hidup tinggal kenangan
yang terus-menerus dibaca?, alangkah pahitnya
reruntuhan
itu: sebuah budaya yang membunuh ibu,
anak-anak hitam sejarah, putra-putra terbaik
yang
serakah, permainan catur dari jantung para budak,
gerombolan budak-budak tanpa inisiasi, tradisi
makin
jauh dari relevansi, identitas daging busuk,
komunitas cacing busuk, tangan-tangan keabadian
menggigil
dalam kegelapan, aku ingin meraung,
aku ingin membunuh?, aku ingin dibunuh?, aku ingin:
bunuh!,
malam penuh tablet dan detik yang haram,
fobia adalah religi baru yang begitu kau percaya,
di
mana akalku?, di mana hatimu?, di mana kita?,
realita adalah tumpukan kulit manusia dalam kamar gas,
kelamin
kesunyian mengeras, komedi-komedi anjing
memenuhi televisi, ada dialog bebas dengan iblis pagi ini,
di
chenel berapa?, kuno!, lihat dong
talk show tentang prediksi kehancuran semesta,
di
chenel berapa?, kuno!, pakailah program terbaru
windows-2000, multi-fungsi (plus virtuality),
bisa
dipakai untuk memprogram kematianmu sendiri.
Ooooooooooooo, mesin waktu, anjing-anjing waktu,
daging
waktu, mawar-mawar waktu, kelamin waktu:
Bapak Bapak Bapak: Bapak di sorga,
Amitabha,
Bismillah, Aum Shanti Shanti Aum,
(and) yaaaaaahhhhhhoooooo, Allah:
inilah
airmataku. Sunyilah! Heninglah! Matilah!
Inilah kematianku: penjara kata-kata, penipuan
makna-makna,
belenggu tanda-tanda, nilai-nilai
dibunuh realita, inilah realitaku: realita kartun,
Superman
yang mendadak mati, Donald bebek
mencaci dirinya sendiri, atau Gatutkaca
yang
bugil pada Penthouse edisi terkini. Mishima!,
bila kau hidup di ujung abad ini, masihkah ingin
kau
buktikan hidupmu dengan harakiri?,
masihkah kau mampu membanggakan tradisi?,
kini
manusia tak perlu bunuh diri, karena takdir
telah jadi banci, dan maut: bukan milik pribadi.
Delphi,
Orakel, Delphi: mari kita bunuh
Socrates sekali lagi, mari kita bunuh segala pasti,
mari
kita akhiri siklus pahit sejarah peradaban ini,
Ya, Allah Yang Maha Belati: tolong tikam puisi ini!
© Ahmad
Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.