Makan Mangga Muda di bawah Bulan Purnama

Buahnya ranum, MENGGIURKAN. Kau boleh lupakan hantam kromo persoalan: pertikaian, penipuan, pemerasan, atau politik hewan berebut kekuasaan. Apa salahnya? Sesekali orang toh harus kembali kepada hal yang alami. Barangkali kita bisa jadi lebih manusiawi.
Ambil pisau, tak usah diasah. Toh, tak ada yang perlu ditujah? Kocek kulitnya. Siapkan cabai rawit, sedikit trasi, dan gula merah. Wuiiih, kita pesta petis di malam hari. Siapa mau ikut berbagi? Tak usah beli. Tidak semua kenikmatan - apa lagi yang alami - harus jadi komoditi.
Ekonomi bisa krisis, kepercayaan bisa habis, kekuasaan bisa tiranis: tapi hak untuk "merasai", jangan sampai jadi mati. Hayo, hayo, hayo: gratis, silahkan dicicipi. Nikmati saja rasa pedas, kecut, manis petis alami, percaya deh, ini asli made in pribumi. Nikmati kebahagiaan kecil ini. Hayati. Siapa tahu, kita bisa lebih "merasai", lebih memahami makna hidup yang sejati.
Hei, ini bukan persoalan enteng. Sejati tidak sejati: bukan cuma soal ide besar dan gagasan mentereng. Ini soal praksis, Bung. Harus tulus dan langsung. Tak ada pretensi atau intimidasi, yang penting bagaimana persepsi kita berani telanjang di hadapan kenyataan. Jadi, iris dagingnya, cocol di ulekan - jangan ragu - goyangkan lidahmu. Hmmm. Bagaimana?
Ya, ini bukan sekedar persoalan krisis mangga muda, ini soal bagaimana kita mampu mencintai sesuatu yang sederhana, remeh-temeh, tetapi menyangkut harkat kita sebagai manusia. Ini persoalan Cinta.
Jadi, silahkan tidak mengerti. Yang penting bisa dinikmati.
Hei bulan, kamu mau ikut berbagi?

Daftar Isi


© Ahmad Yulden Erwin. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.