mungkin, kau tak pernah mengerti
  mengapa negeri ini terus menerus jadi panti asuhan
  selalu menanti bahan makanan dari negeri seberang, terjauh
  lalu, kita membayarnya dengan tanah: seiris-seiris
  dengan tangis dan bercak darah yang telah lama kering
hari ini, sekian ratus manusia ngendon
  dan terperosok dalam paya kemiskinan
yang terus melahirkan ratusan bocah tanpa ayah dan 
  kekurangan asi
barangkali, kau mencoba nangis
  tapi, tak pernah bisa
  sebab, tangisan tak lagi menandakan apa-apa
  : juga sedih dan perih, kecuali sebentuk kecengengan
  yang makin kelabu
nanti, orang-orang di sekelilingmu akan berkerumun
  menyuguhi segala teori juga filsafat tentang pembangunan
  ekonomi, sosial, juga bu(di)daya
  di sela sarapan pagi
  sepotong roti dan secangkir teh
  hangat
tiba-tiba, kau merasa asing-kepalamu
  dipenuhi ratusan pengaduan yang tak pernah bisa ditampung
sedang, orang-orang lapar terus mengapung
  terus saja menggelembung
 
 
  
  © Alexander 
  Robert Nainggolan. All rights reserved.
  Hak cipta dilindungi Undang-undang.