(cerita buat ikha b. sutrawhana)
Tiba-tiba kau bercerita tentang sajak. Mengucap setengah berteriak, seakan
telingaku telah pekak. Telanjangi malam yang masih ngapung dan tenggelam di
beranda rumah. Kau menguap, begitu lelah. Matamu merah, ada darah yang nemepel
di situ, menahan diksi yang datang perlahan, memasuki pori kulit
Di antara jubah kesepian, dekap perempuan, genangan hujan dan mimpi nyasar yang
nyusup dalam tidur. Lalu, kau coba buat konsepnya, membeca sejarah lalu yang
makin kelabu. Leluhur yang ngambang dari tepian buku, sembari mengurai satu-satu
bimbang yang tak bertepi
(menyucupi tubuh)
sampai berpeluh
di mana selalu kau tanam dongeng hantu, ulat-ulat, pembusukan cuaca
merayap di sepanjang perjalanan
ada yang mengikutimu. Sebuah sajak masa lalu, seorang penyair yang tak hentinya
mengembara. Mengendap
mencacah setiap sudut yang gelap
retinamu seperti kehilangan cahaya
kau merasa sebegitu kecewa
sajak itu mati-tak juga selesai ditulis dan dibaca
hanya berulangkali menghambur dalam sepi, seperti juga hari yang pasi..
Kedaton, Bandar Lampung, 28 Januari 2003
© Alexander
Robert Nainggolan. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.