matamu mengawasi tembok kamar yang kusam. Tahun-tahun berulang menguap dari 
  bibirmu. Sudah malam, katamu. Tentu, ucapku, tentu malam sedemikian kelam
  dan ilalang tubuhku makin tinggi, merayap di setiap kalap. Sebentar lagi, kau 
  akan cerita lagi, buku-buku tua yang mulai lusuh dan digerayangi debu. Kalimatmu 
  bercakaran, menyobek pakaian, tentang aku yang sepi, memungut setiap impian 
  tak terpagut
hanya sebuah ruang. Kenangan yang usang. Terus berulang di antara bayang-bayang
aku dan kamu, terpengkur. Menyimpan dendam leluhur sambil mengenang; mengapa adam begitu tergila pada hawa, juga sebaliknya
ya! Matamu tak bisa kutafsir, seperti juga kita yang menyingkir dari tubir, selalu disuguhi kitab-kitab kafir
Kedaton, Januari 2003
 
 
  
  © Alexander 
  Robert Nainggolan. All rights reserved.
  Hak cipta dilindungi Undang-undang.