Seperti rintih perempuan, terkubur dalam lipatan malam. Tanggalan pucat, suara
lenyap tanpa jejak. Waktu membius peradaban. Kenangan berdarah, menjelma lesap
panah. Bahkan, pohon yang kau siram tak juga bertunas. Tegak diam di beranda.
Hingga berkali lupa, sekelumit berkas cahaya yang tak berjaga. Aku mengisap
sendu, wajah yang membiru. Masai dan lunglai
Tapi, dimana jejak cinta yang kau senandungkan, hilir mudik pada peristiwa
yang tak tersingkap, pada lipatan tubuhmu. Tanpa penunjuk arah, kita masih berjalan.
Dengarkan rintihan perlahan-lahan, segala yang menguap dari tubuhmu, parfum,
lemak perempuan yang berlalu -- kemudian mendingin, serupa lonceng yang labil
Berkali memanggil sampai mendadak gigil
2003
© Alexander
Robert Nainggolan. All rights reserved.
Hak cipta dilindungi Undang-undang.